YESUS MATI UNTUK MENGHIDUPKAN SELURUH UMAT-NYA


Lemah Putro, Minggu, 12 Juli 2020

Pdm. Setio Kusuma Dharma

 

 

Shalom,

Minggu lalu kita telah mendengarkan kisah tentang kebangkitan Lazarus, hari ini kita tetap merenungkan lanjutan cerita tentang Lazarus dan penekanannya pada pribadi-pribadi yang ada saat dia dibangkitkan (Yoh. 11:45-47). Ternyata mereka terbagi menjadi tiga kelompok, siapakah mereka?

1. Imam-imam kepala dan orang Farisi (ay. 47).
Farisi (bhs. Yunani: pharisaios terambil dari bahasa Ibrani: pârâsh = untuk membuat berbeda, untuk menyatakan, membedakan, menjelaskan).
Jadi, sebenarnya orang Farisi mempunyai tugas menjelaskan Taurat sebab selain kitab-kitab di Perjanjian Lama, mereka juga mengakui tradisi lisan sebagai suatu standar kepercayaan dan kehidupan mereka. Mereka mencari pembedaan melalui ketaatan terhadap ritus-ritus/tata cara ritual keagamaan dan bentuk-bentuk kesalehan dari keluar seperti: pembasuhan, puasa, doa, pemberian sedekah dll. Ketika melihat murid-murid Yesus tidak membasuh tangan sebelum makan, mereka menegur Yesus mengapa mereka tidak berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka (Mrk 7:1-5); mereka juga tidak senang melihat Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat (Yoh. 9:16) dst. Mereka melihat hal-hal lahiriah dan butuh penjelasan bila bertentangan dengan tradisi dan adat istiadat nenek moyang mereka.

Orang Farisi dan imam-imam kepala merupakan pemimpin dalam bidang keagamaan. Yesus sendiri menyatakan bahwa orang-orang Farisi dan ahli Taurat telah menduduki kursi Musa, pemimpin orang Israel (Mat 23:2).

Orang Farisi memiliki pengaruh kuat sehingga dapat memanggil (bukan datang ke) Mahkamah Agama (ay. 47). Siapa dari kita dapat memanggil anggota Mahkamah Agung ke rumah kita untuk menyelesaikan suatu masalah? Pasti tidak mungkin! Ini menunjukkan bahwa pengaruh mereka begitu kuat untuk dituruti oleh siapa pun yang mendengarnya (ay. 57).

Orang Farisi mempunyai pengajaran namun Yesus mengingatkan para murid-Nya agar waspada terhadap ragi ajaran mereka (Mat. 16:11-12).

Orang Farisi taat membayar persepuluhan bahkan membayar dari rempah-rempah (selasih, inggu, segala jenis sayuran) dengan detail dan semua diperhitungkan (Luk. 11:42).

Orang Farisi adalah pendengar setia karena mereka selalu ada/ hadir di mana pun Yesus mengajar. Kepada orang-orang Farisi dan imam-imam kepala, Yesus mengumpamakan mereka sebagai penggarap kebun anggur yang menyewa kebun dari pemilik yang pergi ke negeri lain (Mat. 21:33-46; Mrk 12:1-12; Luk. 20:9- 10). Ketika hampir musim petik, pemilik menyuruh hamba-hambanya pergi ke penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Namun apa yang terjadi? Hamba-hamba itu ditangkap, dipukul dilempari batu dan dibunuh. Pemilik kebun mengirim lagi para hambanya dengan jumlah lebih banyak, tetap mereka diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Hal ini berlaku hingga tiga kali (Luk. 20:12) hingga akhirnya pemilik kebun mengirim anaknya dan berpikir akan disegani oleh mereka. Ternyata pikiran para penggarap ini berbeda, anak ini justru dibunuh dengan maksud warisannya dapat menjadi milik mereka. Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mengerti bahwa perumpamaan itu ditujukan kepada mereka, mereka berusaha menangkap Dia. Si pemilik anggur (Allah) pasti memercayakan kebunnya kepada orang- orang yang dianggap dapat dipercaya (orang Farisi dan imam kepala) tetapi ternyata respons mereka berbeda, terlihat dari apa yang dilakukan oleh mereka.

Dilihat dari kriteria (rajin mendengarkan ajaran Yesus, pemimpin, berpengaruh, dapat menjelaskan) orang Farisi dan imam kepala, dapat disimpulkan mereka orang (berkarakter) baik. Namun apa kata Yesus terhadap kebaikan yang diperbuat oleh mereka? Mereka munafik! Mereka tidak masuk ke Surga namun juga merintangi mereka yang berusaha mau masuk ke dalamnya (Mat. 23:13). Bukankah gereja sering disebut pintu Kerajaan Surga? Jangan sampai terjadi ada orang membatalkan keinginannya beribadah ke gereja gara-gara sikap dan kelakuan dari para pemimpin gereja.

Kemunafikan apa yang dilakukan oleh orang Farisi? Mereka mengajar tetapi tidak melakukan apa yang diajarkannya (Mat. 23:3); mereka bekerja dengan maksud supaya dilihat orang (ay 5); mereka suka menerima penghormatan/gila hormat (ay. 7); mereka mengabaikan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan (ay. 23).

Introspeksi: apakah kegiatan dan keadaan kita juga ditandai dengan kemunafikan? Kita dipercaya dalam suatu jabatan pelayanan (pemain musik, pemimpin pujian, paduan suara, pengkhotbah dst.) tetapi sikap, tutur kata dan perbuatan kita menjadi batu sandungan dan merintangi orang datang kepada Tuhan. Kita ingin beroleh pujian dan menjadi marah jika tidak dihormati; bahkan kita sesungguhnya tidak setia, tidak adil dan tidak mempunyai belas kasihan. Ingat, Firman Allah itu hidup dan kuat serta lebih tajam daripada pedang bermata dua (Ibr. 4:12) untuk menasihati, mengingatkan dan menegur kita. Bila hati tertuduh oleh pemberitaan Firman Tuhan, bertobatlah supaya kita diperkenan oleh-Nya.

2. Kristen sejati (ay. 45).
Ada orang-orang Yahudi yang percaya kepada Yesus setelah menyaksikan perbuatan-Nya membangkitkan Lazarus dari kematian.

Ternyata ada hubungan antara Kristen sejati dengan domba. Yesus mengatakan Diri-Nya sebagai Gembala baik (Yoh. 10:11) dan mengenal domba-domba-Nya yang di kandang (bangsa Yahudi), memberikan nyawa bagi mereka, menuntun domba-domba lain (bangsa non-Yahudi) untuk dijadikan satu kawanan dengan satu gembala (ay. 14-16). Sementara itu imam besar Kayafas bernubuat tentang Yesus akan mati untuk bangsa Yahudi juga mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah (non-Yahudi) yang tercerai berai (Yoh. 11:51-52). Memang pada mulanya mata Tuhan tertuju pada keselamatan bangsa Yahudi/Israel tetapi Ia mati untuk mempersatukan dan menghidupkan umat-Nya – bukan hanya orang Israel tetapi juga bangsa-bangsa lain (non-Yahudi) untuk menjadi satu kawanan domba (Rm. 11:11-36).

Jelas, Kristen sejati adalah domba-domba Tuhan. Apa karakteristik yang melekat pada Kristen sejati? Mereka mendengarkan suara Tuhan dan dikenal oleh-Nya, mengikut Dia (Yoh. 10:27-28), bersedia menyangkal diri dan memikul salib (Mat. 16:24).

Introspeksi: untuk apa kita giat melayani Tuhan tetapi kita tidak dikenal oleh-Nya dan tidak masuk dalam keselamatan besar? Jangan mengemukakan beribu alasan kelemahan manusiawi (memang sifat asliku keras, aku tidak layak, aku masih terikat dengan rokok, dll.) padahal sebenarnya kita tidak mau menyangkal diri dan memikul salib! Tanpa Roh Kudus, kita tidak ada kekuatan saat Firman Tuhan menegur kita. Bila kita tidak mau berubah, hati menjadi tidak damai alias tertuduh karena teguran Firman-Nya terus terngiang-ngiang mengingatkan jika kita tidak melakukan sesuai kebenaran Firman. Demikian pula jika kita melayani dengan maksud dipuji orang bukan tertuju kepada Tuhan, hati akan tetap kosong seusai ibadah.

Perhatikan, mengikut Tuhan bukan sekadar berteriak-teriak menyebut Nama-Nya maka akan diselamatkan (Rm. 10:13) sebab saat Rasul Paulus menulis surat tersebut bernuansakan ‘pandemi’ kelaliman (Rm. 1:18). Raja yang berkuasa saat itu benar-benar lalim dan kejam, hanya dia yang harus disembah. Menurut sejarah, siapa berani menyebut Nama Tuhan akan dipenggal kepalanya. Jadi, untuk beroleh keselamatan yang dituntut ialah hati yang percaya kepada Tuhan bukan hanya seruan memanggil Nama-Nya (Rm. 10:14). Hal ini dilakukan oleh Kristen sejati yang percaya kepada Yesus setelah menyaksikan perbuatan-Nya membangkitkan Lazarus.

Selain itu Kristen sejati mendapatkan hidup kekal, tidak akan binasa selamanya, tidak ada seorang pun dapat merebut mereka dari tangan-Nya (Yoh. 10:27-28). Sungguh, jabatan dan pelayanan sehebat apa pun tidak dapat menandingi keindahan hidup kita yang berada di dalam genggaman tangan-Nya! Sudahkah tercapai cita-cita kita untuk hidup berkenan di hadapan-Nya? Terutama di saat pandemi COVID-19 ini, jangan kita terlepas dari tangan Tuhan walau ada keluarga dan teman kita dipanggil Tuhan karena penyakit yang mematikan ini. Iman kita harus tetap teguh, didahului dengan menjadi Kristen sejati dan domba yang tergembala oleh-Nya.

3. Kristen “kepo”/ rasa ingin tahu yang besar (ay. 46).
Orang-orang Yahudi ini menyaksikan sendiri apa yang diperbuat Yesus (tidak disebutkan mereka percaya) kemudian pergi ke orang-orang Farisi dan menceritakan kepada mereka apa yang diperbuat Yesus. Dengan kata lain, mereka “panjang mulut” (suka mengadukan hal kepada orang lain, suka menggosip).

Ternyata “gosip” sudah terjadi di dalam Bait Allah sejak dahulu, mereka datang “beribadah” tetapi membicarakan hal-hal yang tidak penting. Buktinya, di hari raya Paskah, orang-orang Yahudi datang ke Bait Allah mencari Yesus untuk mengetahui apakah Ia datang ke pesta dan menanyakan pendapat tentang Dia (ay. 55-56).

Kristen “kepo” juga tidak berani mengakui terus terang bila percaya kepada Yesus sebab takut dikucilkan. Mereka lebih suka akan kehormatan manusia daripada kehormatan Allah (Yoh. 12:42-44).

Introspeksi: bagaimana dengan kegiatan kita hari-hari ini walau tidak saling tatap muka karena pandemi COVID-19? Apakah lebih rajin chatting di WA dan IG melampiaskan semua aktivitas dan uneg-uneg di medsos? Ingat, apa yang kita bicarakan dan tulis di medsos mencerminkan pribadi kita. Oleh sebab itu kita harus hati- hati menulis atau copy-paste artikel di medsos. Jagalah hati dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan (Ams. 4:23).

Kristen “kepo” ini tidak termasuk domba-domba Tuhan sebab mereka tetap tidak percaya kepada-Nya (Yoh. 10:25-26). Sungguh, bila Yesus sudah final mengatakan orang-orang ini bukan domba-domba-Nya, tamatlah riwayatnya betapapun tinggi kedudukan (sekuler maupun dalam pelayanan) dan banyaknya kekayaan yang dimilikinya sebab dia akan binasa selamanya!

Kristen “kepo” yang telah menyaksikan banyak mukjizat tetapi tetap tidak percaya kepada-Nya merupakan penggenapan Firman Tuhan (Yoh. 12:37-38). Perlu diketahui, mukjizat apa pun yang terjadi bukanlah tanda seseorang menjadi pengikut Kristus (Kristen sejati/domba Tuhan) sebab mukjizat hanyalah jalan untuk menjadi domba dan pengikut-Nya. Buktinya? Yesus telah mengadakan banyak mukjizat tetapi mereka tetap tidak percaya.

Siapa Kristen “kepo” ini sesungguhnya? Mereka adalah nabi-nabi palsu yang menyamar seperti domba tetapi sebenarnya adalah serigala yang buas (Mat. 7:15-23). Itu sebabnya pada hari akhir ini banyak orang berseru memanggil Nama Tuhan mengatakan telah bernubuat, mengusir setan, mengadakan banyak mukjizat demi Nama-Nya tetapi Ia mengatakan tidak mengenal mereka (ay. 22-23). Hidup mereka berakhir tragis karena api kekekalan telah menunggu mereka. Kristen “kepo” semacam ini hanya sibuk “kepo”/ ingin tahu tentang orang lain tetapi tidak pernah “kepo” apakah hidupnya sendiri sudah benar di hadapan Tuhan dan bagaimana relasinya dengan Dia. Orang ini sibuk menyerang orang lain menggunakan “bahasa Alkitab”.

Sesungguhnya Yesus mati bagi tiga kelompok di atas (imam-imam kepala dan orang Farisi – Kristen sejati – Kristen kepo) dengan syarat mereka mau bertobat. Bukankah Paulus juga orang Farisi yang dipakai Tuhan luar biasa setelah ia bertobat?

Peristiwa Lazarus dibangkitkan ini waktunya dekat/tidak lama dengan peristiwa Yesus disalib, mati, bangkit dan naik ke Surga. Waktunnya juga dekat dengan khotbah Petrus di hadapan orang-orang Yahudi yang telah menyalibkan-Nya, membuat mereka tertusuk hatinya dan bertanya kepada Petrus apa yang harus diperbuat. Dengan tegas Petrus menjawab mereka harus bertobat dan memberi diri dibaptis dalam Nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosanya (Kis 2:14-38).

Termasuk kelompok mana posisi kita saat ini? Marilah kita introspeksi sejauh mana hidup kita telah berkenan di hadapan Tuhan, perbaiki diri dan bertobat selagi kita masih diberi kesempatan dan waktu oleh-Nya. Supaya kita dikelompokkan menjadi domba-domba-Nya untuk beroleh janji hidup kekal, karena Yesus mati untuk menghidupkan seluruh umat-Nya. Dan tidak ada seorang pun dapat merebut kita dari tangan-Nya hingga satu kali kelak kita hidup bersama Dia selamanya di Yerusalem Baru. Amin.

 

Video ibadah selengkapnya: Ibadah Minggu Raya - 12 Juli 2020 - Pdm. Setio Dharma.