Sekali Firman Kristus Tetap Firman Kristus

Pdm. Jusak Pundiono, Lemah Putro, Minggu, 14 April 2019

Shalom,

Kita harus yakin bahwa Firman Tuhan yang kita terima bukanlah filosofi/filsafat maupun prinsip-prinsip manusia tetapi suatu fakta dan kepastian yang sudah ditulis, digenapi dan masih akan terus digenapi hingga hari kedatangan Tuhan bahkan sampai pada kekekalan itu sendiri. Untuk itu Paulus mengingatkan jemaat Kolose agar hati-hati terhadap segala sesuatu yang tidak menurut Kristus.

Posisi, situasi dan kondisi jemaat Kolose mirip dengan kondisi jemaat zaman now dalam meng-hadapi pengaruh prinsip hidup dan logika manusia. Apa yang harus kita lakukan agar dimam-pukan menghadapi pengaruh-pengaruh tersebut?

— Mendalami keunggulan prinsip hidup Firman Kristus (Kol. 2:8-10).

“Hati-hatilah supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun temurun dan roh-roh dunia tetapi tidak menurut Kris-tus.” (ay. 8)

Menawan artinya mengontrol seperti seorang ditawan dalam peperangan. Contoh: melalui sosial media beberapa waktu lalu diunggah berita mengenai sebuah gadget yang memiliki keunggulan dalam fitur. Fitur-fitur tersebut telah menawan pikiran dan hati banyak orang di belahan dunia sehingga terjadi antrean panjang untuk membeli gadget tersebut saat pen-jualan perdana gadget itu diadakan.  

Berbicara mengenai prinsip hidup, mana yang menawan kita: prinsip hidup Firman Kristus atau prinsip hidup yang mirip tetapi tidak berasal dari Firman Kristus?

Orang percaya diminta untuk berhati-hati terhadap dua prinsip hidup: filsafat manusia dan tipu daya yang mana keduanya berasal dari tradisi manusia dan prinsip duniawi.

Apa definisi dari filsafat? Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai haki-kat segala yang ada, penyebab segala sesuatu, asal segala sesuatu dan apa hukum segala sesuatu yang ada tsb. Filsafat adalah usaha manusia untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan tanggung jawab; untuk itu diperlukan pikiran dan pertimbangan yang rasional dan logis.

Filsafat-filsafat apa yang berpengaruh di zaman Paulus? Filsafat Epikuros dan Stoa yang berpusat di Atena (Kis. 17:18). Ironisnya, filsafat tersebut tidak dapat membawa manusia mengenal Allah sehingga Atena penuh dengan patung-patung berhala (ay.16). Bahkan filsafat-filsafat itu tidak dapat memastikan dewa/berhala yang begitu banyak itu cukup bagi manusia sehingga ada mazbah bertuliskan “Kepada Allah yang tidak dikenal” (ay. 22-23). Terbukti seperti kata Paulus, filsafat-filsafat tersebut tidak menurut Kristus. Apa yang menurut Kristus? Dalam konteks Kolose 2:6-8, itulah ajaran Kristus, tentang iman yang datang dari Firman Kristus.

Introspeksi: apakah kita memuji dan menyembah Allah yang kita kenal? Atau kita mengenal Dia sebatas pengetahuan dan kata orang? Kenalilah Allah secara pribadi!

Apa perbedaan filsafat dengan Firman Kristus?

- Filsafat tidak pernah menyelesaikan suatu masalah karena jawaban yang dianggap rasional di suatu zaman menjadi tidak rasional lagi karena rasio/nalar manusia terus berkembang, penemuan-penemuan baru terus bermunculan dari zaman ke zaman dan jawaban masa lalu dimentahkan oleh fakta dari penemuan baru. Contoh: menurut zaman tertentu ditemukan bumi itu datar tetapi pada zaman berikutnya ditemukan ternyata bumi berbentuk bulat tetapi kemudian diselidiki lagi bahwa ada kemungkinan bentuk bumi bukan bulat penuh tetapi sedikit elips. Filsafat tidak pernah dapat berada pada titik finis dalam menjawab masalah manusia. Hanya Firman Kristus mampu mengakhiri suatu masalah dengan tuntas.

-   Filsafat (= Filo + Sofia = cinta hikmat, cinta pengetahuan) berasal dari pikiran manusia sementara ajaran Kristus adalah rahasia Allah (Kol. 2:2b-3).

Dalam hal ini, pandangan Rasul Paulus benar bahwa filsafat adalah ajaran manusia dan prinsip dunia. Buktinya, tokoh pencetus filsafat Stoa maupun Epikuros adalah manusia yang lahir abad 3 SM sedangkan Kristus sudah lebih dahulu ada dari segala yang ada (Kol.1:17).

Manusia sepandai apapun tidak sebanding dengan Kristus yang turun dari langit men-jadi manusia sebagai kepenuhan Allah (Kol. 1:19).

Filsafat Stoa dan Epikuros berpusat di Atena (di dunia/bumi) sedangkan ajaran Kristus berasal dari Sang Pencipta segala sesuatu yang di Surga dan di bumi, yang kasatmata maupun yang tak kelihatan baik singgasana maupun kerajaan, pemerintah dan penguasa (Kol.1:15-16).

Filsafat berkembang mulai abad 4 / 3 SM sementara ajaran Kristus tersembunyi dari abad ke abad dan dari generasi ke generasi (Kol.1:25-26).

Kalau tidak berhati-hati, filsafat dapat merasuki manusia termasuk orang-orang percaya dalam rupa prinsip-prinsip mengenai segala sesuatu yang menyangkut bidang-bidang kehidupan – entah kepercayaan keluarga atau berada di lingkungan orang-orang yang percaya akan sesuatu atau secara pribadi mendengar sebuah prinsip hidup lalu memegangnya. Contoh:

-   Identik filsafat Epikuros, kita berbuat baik kepada sesama oleh karena berprinsip: jika bertindak jahat, rasa sakit akan menghantui dan membuat kita tidak beroleh kete-nangan batin. Hukum sebab-akibat, setiap perbuatan didasari pamrih.

Di dalam keberdosaan, manusia tidak mampu berbuat baik tanpa pamrih. Misal: kita berbuat baik kepada Allah dalam ibadah dan pelayanan, pemberian persepuluhan dan kurban-kurban tatangan dengan pamrih Ia membalasnya dengan berkat-berkat jas-mani, memberikan ketenangan batin, damai sejahtera dll. Jika tidak, saat pencobaan datang, Allah digugat dengan alasan “sudah melayani, sudah berkurban untuk KKR dll. tetapi mengapa masalah tetap datang silih berganti”.

Jangan memberlakukan hukum “take and give” duniawi! Tahukah bahwa ibadah itu berkonsep memberi bukan menerima atau menikmati! Bukankah Allah dengan kasih-Nya yang besar sudah memberikan Putra Tunggal-Nya demi manusia berdosa? Datanglah beribadah membawa kurban pujian dan persembahan yang keluar dari ketulusan hati! Roh Kudus yang ada dalam kita akan mendorong kita untuk terus aktif berkarya walau menghadapi masalah.

-   Identik filsafat STOA, menjalani hidup dengan pasrah dan menerima keadaan apa pun di dunia ini. Padahal hidup adalah perjuangan bukan pasrah total dengan alasan salib Kristus sudah menyelesaikan kutuk dan problem kehidupan. Orang-orang yang tidak mengenal Tuhan berjuang dengan titik tolak belum dalam keselamatan sementara kita, orang percaya, berjuang dengan titik tolak sudah diselamatkan sehingga beriman pada perkara-perkara yang belum kelihatan yang bersifat kekal.

Selain filsafat, kita juga harus waspada terhadap tipu daya manusia menurut ajaran turun temurun dan roh-roh duniawi → tradisi nenek moyang, kepercayaan tentang sesua-tu bahkan mengatasnamakan ayat-ayat Kitab Suci/Alkitab. Contoh: di zaman now, kisah pengalaman iman atau kesaksian sukses karena iman dan doa disertai ayat-ayat pen-dukung disebarkan di WA berantai dengan kalimat penutup “berimanlah seperti saya atau forward ini kesepuluh orang maka Anda akan mengalami mukjizat seperti yang telah saya alami.” Perhatikan, Tuhan tidak selalu melakukan mukjizat yang sama pada semua orang; mukjizat-Nya lebih sering bersifat personal dialami oleh perorangan.  

Juga ritual dan sakramen keagamaan yang dilakukan secara tradisi/turun temurun; mem-buat orang melakukannya sekadar ingin mengalami mukjizat. Contoh: mengikuti Perja-muan Tuhan dengan tujuan beroleh kesembuhan dari penyakit. Padahal sakramen adalah upacara suci dan resmi untuk bertemu Tuhan dan menerima rahmat-Nya (KBBI). Seharusnya kita tidak hanya mempunyai pengalaman de jure (menurut hukum) tetapi juga de facto (fakta dan kenyataannya). Misal: kita mengangkat roti dan minum anggur (de jure) dan mengingat untuk makin menghargai kematian-kebangkitan Kristus (de facto).

Hati-hati, jangan kita “ditawan” dan “ditipu” selera telinga dan mata kita terhadap perkata-an dan penampilan hamba Tuhan di mimbar gereja di mana kita tidak bergereja di sana. Di Wahyu 2-3, Yesus tampil berbeda-beda dan berfirman berbeda-beda kepada tiap jema-at. Bagi jemaat yang dituju, penampilan Yesus dan Firman Kristus seharusnya “menawan” jemaat tersebut tetapi tidak bagi jemaat-jemaat lainnya. Demikian di zaman now, jemaat “A” haruslah hanya “tertawan” oleh penampilan Yesus dan Firman Kristus melalui hamba Tuhan di mimbar jemaat “A” saja dan tidak “tertawan” oleh penampilan Yesus dan Firman Kristus melalui hamba Tuhan di mimbar jemaat “B.”

— Mengalami keunggulan kuasa pembaharuan Firman Kristus (ay.11-14)

“Dalam Dia kamu telah disunat bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia tetapi dengan sunat Kristus yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” (ay. 11-12)

Di zaman Paulus, orang-orang Yahudi bangga dengan sunat jasmani dan menuntut orang-orang non-Yahudi untuk disunat. Jika tidak, mereka tidak selamat. Sebaliknya, Paulus sa-ngat menentang pemaksaan sunat jika sunat menjadi syarat untuk selamat karena berlaku hukum sebab-akibat: kalau tidak disunat tidak selamat. Sesungguhnya peraturan deno-minasi gereja hanya bersifat de jure tidak ada kaitan dengan keselamatan (de facto), tetapi hanya sebatas supaya tidak menjadi sandungan dan omongan orang,

Sunat daging (de jure) mewakili tradisi, seperti halnya liturgi bahkan sakramen di zaman now, jika tujuannya ialah kepuasan/kebanggaan daging/manusiawi. Paulus bersama Timo-tius yang menulis Surat Kolose ini pernah menghadapi masalah sunat secara de jure. Timotius dilahirkan dari ibu Yahudi dan ayah Yunani. Paulus ingin Timotius menyertainya dalam perjalanan. Untuk itu Timotius disunat karena orang-orang Yahudi tahu ayah Timo-tius orang Yunani (Kis.16:1,3). Secara de jure, supaya ia dapat diterima di kalangan Yahu-di agar tidak menjadi sandungan, tetapi kenyataan hidupnya/secara de facto, Timotius hi-dup sebagai murid yang dikenal baik oleh saudara-saudara di Listra dan di Ikonium (ay. 2) sebelum ia disunat.

Paulus lebih mementingkan sunat Kristus yang secara de facto terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa. Kolose 2:13 menyatakan bahwa kita, bangsa kafir tidak menge-nal Tuhan sama sekali dan tidak disunat pula (de jure) namun karena iman beroleh peng-ampunan dosa untuk selamat dan dihidupkan bersama-bersama dengan Kristus (de facto).

Demikian pula dengan Baptisan Air. Secara de jure kita harus mendaftar dan memper-siapkan diri mengikuti pembimbingan/penataran untuk memperoleh surat Baptisan tetapi secara de facto kita hidup dalam kuasa kebangkitan dengan penanggalan tubuh berdosa.

Perjamuan Tuhan juga bukan hanya sekadar sakramen dan liturgi biasa. Kita harus meya-kini dan hidup di dalamnya. Secara de jure Yesus mati di atas kayu salib untuk menang-gung segala dosa pelanggaran kita dan semua surat utang kita dihapuskan (Kol. 2:14) dan secara de facto Ia menghapuskan dosa kita oleh kuasa darah-Nya, bilur-Nya menyembuh-kan dan kita boleh menikmati persekutuan yang indah bersama Dia mulai sekarang sampai Dia datang kembali .

Hendaklah kita tidak tertawan oleh filsafat dan tipu daya manusia yang membuat kita tidak mengenal Allah yang kita sembah. Sebaliknya, kita yang telah bertobat oleh sunat Kristus, dibaptis dan mengikuti Perjamuan Tuhan (de jure) juga hidup bersama Dia dalam pembaruan serta senantiasa menikmati persekutuan indah dengan-Nya, mengalami kemenangan-Nya secara de facto (Kol.2:15) hingga kedatangan-Nya kembali. Amin.