Mengapa Kamu Begitu Takut? Mengapa Kamu Tidak Percaya?

 

Minggu, Lemah Putro, 09 Juli , 2017

Pdm. Yusuf Wibisono

 

Shalom,

Kita mudah sekali menyanyikan lagu ucapan syukur atas pertolongan Tuhan tetapi saat badai pencobaan dan ujian datang menghantam masihkah kita dapat mengucap syukur kepada-Nya? Bagaimana reaksi para murid Yesus saat topan dahsyat dan ombak besar menyembur masuk ke dalam perahu yang mereka tumpangi sementara Yesus tidur di buritan? Mereka begitu panik dan membangunkan Dia sambil mengatakan, “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” Apa respons-Nya? “Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" (Mrk. 4:36-40)

Ternyata mereka takut menghadapi badai dan ombak yang akan menenggelamkan perahu mereka, bagaimana dengan kita jika kita berada dalam posisi seperti mereka? Bila kita flashback, bukankah sudah berkali-kali kita ditolong Tuhan tetapi saat menghadapi persoalan mengapa kita tidak ingat dan bangga memiliki Dia? Sebaliknya, hati menciut melihat besarnya masalah padahal masalah datang seizin Tuhan agar kita sadar dan ingat akan Dia yang sudah mati dan bangkit bagi kita.

Apa yang dilakukan Yesus setelah bangkit dari kematian? Selama 40 hari sebelum naik ke Surga, Ia berulang-ulang berbicara mengenai Kerajaan Allah (Kis. 1:3). Bila untuk sekian kalinya Tuhan berbicara kepada kita melalui Firman-Nya, Ia ingin membangkitkan iman kita bahwa kita memiliki Dia yang hidup dan kita patut mengagungkan-Nya. Pandanglah Dia, jangan melihat ke bawah (dunia ini) yang bergelora penuh persoalan yang tak terselesaikan!

Bila kita yakin telah ditebus oleh Tuhan dan menjadi milik-Nya, apa yang harus kita lakukan? Mazmur 107 menuliskan:

 

  • Mengucap syukur kepada-Nya karena untuk selama-lamanya kasih setia-Nya (ay. 1-2).

Dengan bersyukur, kita dapat menyembah Tuhan dan memandang Pribadi-Nya yang telah berkurban bagi kita. Dengan memandang Dia (ke atas), kita menjadi tenang dan damai tidak dilemahkan oleh gelora dan gelombang keras persoalan-persoalan duniawi.

  • Tidak muak alias menghargai perkataan-Nya yang mampu menyelesaikan persoalan akibat kelakuan dan kesalahan kita (ay. 17-18). Bukankah bangsa Israel muak makan Manna berakibat mereka dipagut ular tedung (Bil. 21:5-6)?

Aplikasi: hendaknya kita menghargai Firman Tuhan yang sama dengan menghargai kehadiran Pribadi-Nya. Jangan pemberitaan Firman dinodai dengan sikap dan tingkah laku kita yang melecehkan si pembawa Firman – memilih-milih siapa pembicaranya, bermain HP atau keluar masuk saat Firman disampaikan atau pulang sebelum doa berkat diturunkan. Setiap hamba Tuhan tak terbatas dari desa atau kota, lulusan teologi atau tidak, dst. dapat dipakai Tuhan untuk menyuarakan pesan perintah-Nya. Bukankah melalui kokok ayam, Petrus diingatkan dari kesalahannya lalu bertobat (Mat. 26:74-75)?

  • Bersyukur karena Dia menyampaikan Firman-Nya, menyembuhkan dan meluputkan kita dari liang kubur (ay. 20).

Ketika Yesus berada di dunia, Ia berkeliling ke seluruh Galilea untuk mengajar dalam rumah-rumah ibadat (Mat. 4:23), berkhotbah di atas bukit (Mat. 5) juga menyembuhkan segala penyakit dan kelemahan banyak orang. Pada suatu ketika, setelah mendengarkan khotbah Yesus, datanglah seorang berpenyakit kusta kepada Yesus dan menyembah Dia serta percaya Ia sanggup menahirkan penyakitnya (Mat. 8:1-2). Juga seorang perwira percaya bahwa sepatah kata Yesus mampu menyembuhkan hambanya yang berbaring karena sakit di rumah (Mat. 8:5-13).

  • Tidak pusing atau terhuyung-huyung seperti orang mabuk dan kehilangan akal karena kerasnya angin badai dan tingginya gelombang yang menerpa. Namun kita bangkit dan berseru kepada Tuhan dalam kesesakan karena kita percaya Tuhan sanggup meredakan kecemasan kita (ay. 23-28).

Ternyata angin badai muncul seizin Tuhan. Tidakkah Yesus tahu saat topan dahsyat menghantam perahu yang ditumpangi-Nya bersama murid-murid-Nya? Namun mereka sibuk sendiri dan membiarkan Gurunya tidur di buritan – mereka tidak bercakap-cakap dengan-Nya.

Implikasi: ada kalanya badai pencobaan dan ujian datang seizin Tuhan menimpa perahu kehidupan nikah dan rumah tangga kita sebab kita sibuk sendiri (mencari solusi) tanpa melibatkan Tuhan di dalamnya. Kita mengabaikan Firman Tuhan meskipun rajin ke gereja; akibatnya, Tuhan memberikan ‘shock-therapy’ untuk menyadarkan kita bahwa hanya Dia yang mampu mendiamkan badai dan menenangkan gelombang. Yesaya 30:15 mengingatkan, “Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH, Yang Mahakudus, Allah Israel: "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Tinggal diam berarti tidak banyak bicara memberi komentar terutama terhadap pemberitaan Firman Tuhan dan tenang berserah kepada-Nya.

  • Memercayai perkataan-Nya sebab Tuhan berkuasa menenangkan gelombang dan badai (ay. 29). Bukankah Yesus tidak banyak mengucapkan kata-kata untuk menenangkan badai dan gelombang yang menakutkan tetapi cukup mengatakan “Diam!” dan “Tenang!”?

Aplikasi: terkadang Yesus ‘terpaksa’ menghardik kita melalui satu-dua patah kata Firman-Nya karena ketidakpercayaan kita. Hendaknya kita menghargai Firman-Nya apa pun bentuknya (penghiburan, nasihat, teguran) juga durasi pemberitaannya (pendek atau panjang); pegang Firman-Nya bila kita ingin mengalami mukjizat pertolongan-Nya. Ingat, manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah (Mat. 4:4).

Kali ini perkataan Tuhan berfokus pada dua patah kata saja yaitu “Diam” dan “tenang”. Kita tidak perlu banyak berbicara dan berkomentar terhadap Firman Tuhan maupun si pembawa Firman. Terimalah ‘apa adanya’ seperti dilakukan oleh Daud saat menghadapi Goliat. Dia tidak memakai pakaian perang yang disodorkan Raja Saul (1 Sam. 17:38-39) tetapi hanya ber-senjatakan umban dan lima batu licin namun mengalami kemenangan karena dia meng-andalkan Nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel (ay. 40,45-46,50).

Hendaknya kita mengandalkan Tuhan dan Firman-Nya apa pun persoalan kita. Belajarlah diam tidak mudah berkomentar tetapi banyaklah mendengar Firman-Nya yang telah ditulis untuk dibaca berdampak baik anak-anak, orang muda maupun bapa-bapa mengenal Dia dan mampu mengalahkan si jahat karena Firman Allah berdiam di dalam mereka (1 Yoh. 2:12-14). Yesus telah memberikan teladan ketika dicobai Iblis, Ia selalu menjawab “Ada tertulis” dan keluar sebagai Pemenang (Mat. 4:4,7,10).

Perhatikan, hati yang ditulisi oleh Fiman Allah berlandaskan kurban Kristus membuat kita kuat menghadapi si jahat; itu sebabnya TUHAN mengingatkan Yosua, “Kuatkan dan teguhkan hatimu” sebab TUHAN Allahmu menyertai engkau ke mana pun engkau pergi.” (Yos. 1:6,7,9)

Jelas sekarang, kita tidak lagi perlu takut menghadapi gelora dunia penuh persoalan bila hati terisi Firman Allah sebab Dia lebih besar dari seluruh persoalan dan bagi-Nya tidak ada perkara yang mustahil. Kita patut berbangga memiliki Tuhan dan Firman-Nya yang “ya” dan “amin”. Amin.