Berangkat Kita Menang, Berhenti Kita Tenang

Minggu, Lemah Putro, 17 September, 2017

Pdt. Paulus Budiono

Shalom,

Tak terasa dua hari lagi kita akan menghadapi PPI dengan tema ‘One Spirit in One Tabernacle’. Akankah kita mengalami kemenangan hanya di dalam gereja sementara di luar gereja kita tidak percaya diri bahkan takut lalu mundur? Mampukah kita menjadi satu Roh di dalam satu Tabernakel? Mengapa kita perlu dalam satu Tabernakel? Allah telah memberikan contoh bagaimana bangsa Israel menjadi kuat dan mengalami kemenangan saat taat dalam satu Roh dan satu Tabernakel.

Kita mempelajari lebih jauh perjalanan bangsa Israel dalam satu Tabernakel, antara lain:

  • Bangsa Israel berangkat dari padang gurun Sinai makan waktu tiga hari untuk berdiam di padang gurun Paran. Tabut Perjanjian berada di depan mereka dan awan TUHAN di atas mereka pada siang hari. Apabila tabut berangkat, Musa berseru, “Bangkitlah, TUHAN, supaya musuh-Mu berserak dan orang-orang yang membenci Engkau melarikan diri dari hadapan-Mu." Dan apabila tabut itu berhenti, berkatalah ia: "Kembalilah, TUHAN, kepada umat Israel yang beribu-ribu laksa ini."

Ini pertama kali mereka diperintahkan berangkat meninggalkan Gunung Sinai tempat Tabernakel dibangun. Terbukti TUHAN tidak stagnan tetapi hidup dan bergerak seakan ingin ‘memamerkan’ diri-Nya melalui Tabernakel dan bangsa Israel.

Dapatkah dibayangkan suasana persiapan keberangkatan bangsa Israel? Tua-muda-kecil (± 2½ juta) – para lelaki harus membongkar tenda, mengemas barang-barang, mengurus ternak sementara ibu-ibu mempersiapkan bekal bagi anak-anaknya belum lagi kalau masih bayi sementara mereka lagi hamil. Pasti repot sekali persiapan yang dilakukan dan tidak menutup kemungkinan ada rasa ketakutan karena ini merupakan perjalanan pertama kali! Musa sendiri tidak mempunyai bayangan berapa lama perjalanan dalam kelompok besar untuk mencari perhentian. Itu sebabnya dia memohon TUHAN untuk berada di depan saat berangkat agar musuh-musuh berserak melarikan diri dan Ia berada di tengah-tengah mereka saat berhenti setelah mengalami kemenangan. Musa tahu diri bukan dia yang memimpin di depan tetapi TUHAN sendiri berada di depan memimpin mereka.

Implikasi: ada saatnya kita harus meninggalkan zona nyaman (saat Allah hadir dalam Tabernakel yang didirikan) namun jangan takut karena awan kemuliaan-Nya tetap melindungi kita dan Ia memimpin kita bergerak maju dalam perjalanan mencapai Tanah Perjanjian itulah Yerusalem baru.

Bangsa Israel dalam jumlah besar berangkat tanpa ada satu pun yang tertinggal. Apa yang terjadi seandainya mereka yang tua menolak berangkat dengan alasan tidak kuat, takut kelelahan sementara yang muda begitu penasaran melihat suasana baru? Mereka semua berangkat dan terbukti aman di bawah pimpinan TUHAN, Allah Pencipta alam semesta yang tiada awal maupun akhir. Ia yang bergerak, Ia pula yang berjanji untuk menggenapinya. Bagi mereka yang memilih tidak mau meninggalkan Gunung Sinai, TUHAN tidak hadir untuk memberikan keamanan serta ketenangan. Waspada, bila hati kita tidak mau maju, kita akan ketinggalan suasana kemenangan yang sudah dijanjikan-Nya. Orang Kristen harus yakin bahwa ‘berangkat bersama Tuhan mengandung janji kemenangan dan tinggal di mana pun tetap ada ketenangan.

  • Mata Musa, Harun dan para pemimpin suku Israel harus difokuskan pada pandangan yang sama yaitu begitu melihat tabut berangkat, mereka harus siap memimpin kelompoknya untuk segera bergerak maju; sebaliknya, melihat tabut berhenti, mereka semua harus siap berhenti (Bil. 10:35-36). Dengan kata lain, seluruh perjalanan bangsa Israel sampai ke Kanaan di bawah komando pergerakan tabut dan awan.

Sebagai pemimpin, Musa siap memberi komando untuk segera bergerak atau berhenti begitu melihat awan terangkat atau berhenti dan hal ini dilakukannya berulang-ulang di tempat pemberhentian yang telah ditetapkan TUHAN. Jelas, sebagai pemimpin yang baik dan bertanggung jawab, Musa tidak stagnan atau bekerja asal-asalan setiap pindah tempat. Justru karena tidak tahu apa yang akan terjadi di depan, dia harus berseru memberi semangat kepada seluruh bangsa Israel agar terjadi kemenangan.

Aplikasi: para pemimpin rohani tidak boleh malas dan ogah-ogahan dalam memberikan dorongan kepada jemaatnya. Seorang pemimpin harus memiliki hati peduli terhadap anggota sidangnya (kelompok besar maupun kecil) dan tidak mudah menyerahkan tugas kepada wakilnya agar terjadi kesatuan hati di antara mereka untuk memperkecil omelan. Misal: hamba Tuhan begitu antusias menyerukan Firman Tuhan namun jemaat merespons cuek bahkan mengomel karena merasa bosan mendengar seruan Firman Tuhan yang diulang-ulang. Sesungguhnya Firman Tuhan itu hidup dan berkuasa, jika kita membaca maupun mendengar Firman Allah tetapi tidak yakin/percaya berakibat bukan ketenangan dan kemenangan yang diperoleh tetapi omelan.

  • Awan kemuliaan Allahmuncul bukan saat Tabernakel didirikan tetapi begitu bangsa Israel keluar dari Mesir tiang awan menuntun di depan mereka pada siang hari dan tiang api menerangi mereka di malam hari (Kel. 13:21). Masalahnya, bangsa Israel telah diperbudak oleh bangsa Mesir selama 430 tahun (Kel. 12:41) dan dibebaskan dari penindasan Mesir oleh darah domba Paskah (Kel. 12:5-7, 12-13) tetapi pikiran dan hati mereka masih melekat pada Mesir, buktinya jika muncul sedikit masalah, mereka teringat kembali akan Mesir (Kel. 16:3).

Kita telah dibebaskan dari perbudakan dosa dunia oleh darah Anak Domba Allah Mazbah Kurban Bakaran. Kita bertobat dan menerima Yesus Kristus, Penyelamat dunia, apakah karena masalah menyangkut makan, keluarga dan usaha kemudian kita berbalik kembali ke dunia/Mesir karena hati masih terikat di sana? Waspada, kita harus membuang jiwa perbudakan yang bekerja untuk perut sebab Tuhan membebaskan kita dari ikatan dunia dan memimpinnya keluar menuju Kanaan Samawi untuk tidak lagi minta-minta tetapi mengolah sendiri berkat-berkat yang disediakan oleh-Nya. Untuk itu kita harus berjalan (tidak tinggal diam di satu tempat) kapan pun Tuhan tetapkan (siang atau malam hari). Ia memimpin kita meninggalkan dosa kejahatan setelah kita diampuni oleh-Nya tetapi kita harus waspada akan tabiat manusiawi yang melekat dalam daging kita. Tuhan tidak mau kita kembali kepada dosa lama karena kita masih banyak menghadapi ‘peperangan’ di depan kita.

Memang ada saatnya Tuhan ingin kita ‘berhenti’ untuk duduk mendengarkan Firman Tuhan di ibadah Minggu raya, kebaktian doa maupun Pendalaman Alkitab; jangan malah waktu dihabiskan untuk sibuk bekerja mencari uang hingga lupa beribadah. Namun turuti pula perintah-Nya bila kita disuruh ‘berangkat’ untuk mengalami kemenangan; jangan menolak ‘berangkat’ dengan alasan di luar banyak ‘singa’ mengaum padahal sebenarnya kita seorang pemalas (Ams. 22:13).

  • Musa memimpin bangsa Israel menghadapi Laut Teberau di depan mereka. Bejana Pembasuhan

Musa tidak tahu bagaimana harus melanjutkan perjalanan karena terhalang Laut Teberau tetapi Allah mempunyai cara-Nya sendiri sehingga bangsa Israel dapat menyeberangi laut tersebut (Kel. 14:19-22).

Kehidupan rohani kita sering tidak maju karena kita melihat/mengetahui suatu kebenaran tetapi tindakan kita tidak benar (menuruti cara kita sendiri). Dengan kata lain, Tuhan ingin kita melihat kuasa-Nya yang hebat tetapi kita membatasi kuasa-Nya karena ketakutan seperti dilakukan oleh bangsa Israel yang mempersalahkan Musa yang membawa mereka ke luar dari Mesir untuk mati di padang gurun karena dikejar Firaun dan tentara-tentaranya (Kel. 14:9-12) sementara di depan mereka Laut Terebau siap menelan mereka.

Bagaimanapun juga Allah tidak mau diatur oleh manusia dan rencana-Nya kekal selama-lamanya. Musa tidak mengerti rencana Tuhan, dia hanya disuruh diam dan menenangkan bangsa Israel sebab Allah akan berperang bagi mereka (Kel. 14:13-14). Musa tidak mempunyai pengalaman tetapi dia belajar menaati perintah Tuhan.

Harus diakui, kita sering mencari jalan/cara sendiri dalam menghadapi persoalan padahal Tuhan menjanjikan kemenangan karena Ia berjalan di depan dan berperang bagi kita. Bila Allah telah menyertai bangsa Israel mencapai kemenangan dalam menghadapi Laut Teberau maupun Firaun dan bala tentaranya, kita juga harus yakin Tuhan beserta kita dan memberikan kemenangan asal kita percaya kepada-Nya dan berjalan mengikut pimpinan-Nya. Bila Tuhan berjalan di depan kita, musuh-musuh tidak pernah akan menang; sebaliknya, kita bukan tandingan dari musuh-musuh jika kita maju sendiri tanpa pimpinan Tuhan.

Kita telah percaya dan bertobat (Mazbah Kurban Bakaran) lalu dibaptis (Bejana Pembasuhan) berarti Tuhan sudah memberikan kemenangan untuk tidak tinggal diam tetapi ada progres apa pun masalah yang dihadapi.

  • Imam-imam melakukan tugas pelayanan di Pelataran dan Tempat Kudus bila awan berhenti/tidak naik. Mereka melakukannya setiap hari sampai awan terangkat dan siap berangkat meneruskan perjalanan lagi.

Tuhan memiliki cara agar kita tenang (bukan berarti kita menganggur dalam ibadah dan bosan mendengarkan Firman Tuhan). Ilustrasi: dapat dibayangkan betapa syoknya si suami mendengar si istri menyatakan bosan hidup bersamanya padahal mereka telah mengarungi hidup bersama selama 52 tahun. Demikian pula betapa kecewanya Tuhan bila kita, gereja-Nya, bosan mendengarkan (suara) Firman-Nya dan jenuh beribadah! Jadilah dewasa rohani dan lakukan tugas pelayanan dengan sukacita bukan karena terpaksa! Rajin ke gereja bukan menjadi tolok ukur masuk ke Surga bila hati kita tidak terpaut dengan Dia!

  • Tabernakel dibangun sesuai contoh yang telah ditunjukkan kepada Musa di atas Gunung Sinai (Kel. 25:40). Ketika bangsa Israel berpindah tempat, tabernakel dibongkar tetapi semua perkakas di dalamnya dibawa supaya ketika tiba di tempat pemberhentian berikutnya, mereka tidak mengalami kesulitan untuk mendirikan tabernakel kembali. Mata seluruh umat Israel tetap fokus pada arahan awan yang dapat dilihat dari setiap tempat mereka berkemah.

Kita tidak menetap di gereja tetapi seusai ibadah kita kembali ke rumah masing-masing. Apakah ‘alat-alat Tabernakel’ ada dalam kehidupan kita sehingga kita tidak kesulitan membangun relasi kita dengan Tuhan?

  • Musa adalah seorang pemimpin yang cermat. Dia memiliki kepandaian tinggi waktu belajar di Mesir dilanjutkan dengan pekerjaan menjadi gembala domba-domba mertuanya selama 40 tahun di Midian namun ketika dipanggil Tuhan untuk menghadap Raja Firaun, dia tidak membanggakan semua pengalamannya. Itu sebabnya Musa merasa tidak mampu disuruh memimpin bangsa Israel (Kel. 4:10).

Setelah memimpin bangsa Israel dan mengalami kemenangan demi kemenangan juga rintangan demi rintangan, Musa mulai mengerti apabila tabut berangkat berserulah dia karena pengalaman (ketakutan, kedamaian, kemenangan) yang telah dilaluinya.

Pengalaman yang kita miliki jangan dilupakan untuk bekal bergerak maju. Jangan menjadi traumatis karena pengalaman yang tidak menyenangkan kemudian dijadikan alasan untuk tidak serius dalam pelayanan!

  • Kejadian yang tidak lazim terjadi, awan telah naik dari atas kemah tetapi bangsa Israel tidak berangkat karena Miryam terkena penyakit kusta dan mereka harus menunggu sampai Miryam tahir (Bil. 12:10, 15-16). Hambatan kemajuan perjalanan ini terjadi gara-gara Miryam dan Harun memberontak kepada Musa.

Sebenarnya Miryam dipakai Tuhan sebagai nabiah yang memimpin para perempuan menyanyikan lagu kemenangan bagi Tuhan (Kel. 15:1-22) namun sayang dia mengatai Musa berkenaan dengan perempuan Kush yang diambil menjadi istri (Bil. 12:1). Persoalan ‘mulut’ harus dibereskan, kemungkinan Miryam iri hati terhadap Musa lalu perempuan Kush dijadikan topik permasalahan.

Introspeksi: apa yang keluar dari mulut kita? Tuhan menciptakan mulut untuk memuji dan mengagungkan Dia (bermain rebana dan menyanyikan lagu kemenangan) bukan digunakan untuk menggosip dan menghakimi seseorang (bnd. Yak. 3:9-12). Waspada, tutur kata kita dapat memengaruhi orang lain dan jangan suka mengurusi persoalan nikah orang lain.

‘Persoalan mulut’ juga terjadi pada 10 orang yang mengintai negeri Kanaan. Mereka memberikan laporan tidak benar menyebabkan bangsa Israel memberontak dan menolak masuk negeri itu. Yosua dan Kaleb kalah suara dalam usaha menenangkan agar mereka tidak takut karena TUHAN menyertai mereka (Bil. 14:6-9).

Ternyata perkataan benar tidak selalu mendapat respons baik, justru Yosua dan Kaleb sebagai tim pelacak/pengintai Meja Roti Sajian nyaris dilontari batu oleh sebab perkataan 10 pengintai lain yang telah merasuki segenap umat Israel (ay. 10).

Waspada bagi pembawa Firman Tuhan, bila dia berkhotbah tetapi dibalik itu dia sendiri tidak percaya akan kebenaran Firman, tanpa sadar dia telah membuat jemaat yang mendengarnya ‘berhenti’ tidak ada kemajuan rohani. Hati yang bimbang akan Firman kebenaran membuat mulut suka mengancam. Jauh berbeda dengan Yosua dan Kaleb, demi kebenaran mereka tidak takut diancam akan dilempari batu sebab Tuhan sendiri menjadi Pembela mereka dengan menghukum bangsa Israel dari 40 hari menjadi 40 tahun dan anak-anak mereka menderita menggembala di padang gurun (ay. 30-34).

Implikasi: anak-anak hasil hubungan nikah menjadi korban bila ayah-ibu tidak satu hati dalam Firman Tuhan. Jangan bertindak seperti Hawa yang lebih memercayai perkataan ular sehingga membelokkan kebenaran Firman Allah lalu memberikan buah terlarang kepada suami. Akibatnya, anak mereka, Kain, menjadi pengembara jauh dari mata dan wajah Allah setelah membunuh adiknya, Habel (Kej. 4:12). Ingat, suami-istri harus hidup bersatu dan menaati kebenaran Firman Tuhan karena berdampak pada hubungan nikah dan keluarga yang harmonis. Memang Tuhan penuh kasih tetapi jangan lupa Ia juga penuh dengan keadilan. Jika hidup orang tua tidak sesuai dengan Firman Allah, anak akan menjadi korban. Suami-istri yang mencintai Tuhan dan mengerti hati-Nya akan dapat menerima kelemahan pasangan hidupnya serta tidak sulit mengampuni satu sama lain.

Kini ‘awan’ turun menjadi manusia dan bertabernakel di tengah kita (Yoh. 1:14) bukan untuk menyatakan kehebatan-Nya tetapi menderita bahkan mati disalib untuk menyelamatkan manusia berdosa dari ancaman hukuman kekal (Flp. 2:7-11).

Marilah kita menaati tuntunan Roh Kudus, ada saatnya kita disuruh bangkit dan bergerak maju dalam kegiatan pelayanan untuk beroleh kemenangan. Ada saatnya pula kita disuruh berhenti bukan untuk menganggur dan bermalas-malasan tetapi tetap tekun dalam ibadah dan pelayanan untuk beroleh ketenangan. Apapun yang terjadi, Alah tetap ingin dekat dengan manusia. Jangan sia-siakan kasih dan keadilan-Nya; untuk itu dengarkan suara Firman-Nya agar kita beroleh kemenangan sekaligus ketenangan bersama-Nya. Amin.