Ketika Aku Lemah, Aku Kuat

Minggu, Johor, 03 September, 2017

Pdt. Paulus Budiono

Shalom,

Banyak perusahaan maupun institusi sekolah berpromosi dan mengumbar janji akan perolehan gaji lebih tinggi, kedudukan lebih baik, kesejahteraan sosial terjamin dll., membuat banyak orang terpikat olehnya. Bila orang berlomba meraih kekayaan dan kedudukan untuk memperkuat kekuasaan, Alkitab menuliskan pengalaman Rasul Paulus yang malah menjanjikan sebaliknya, “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas ke-lemahanku supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah maka aku kuat.” (2 Kor. 12:9b-10)

Bagaimana mungkin melayani Tuhan kita malah menjadi lemah, tersiksa dan dalam kesukaran? Bila demikian, siapa mau ikut Tuhan? Jangan lupa, di saat kita lemah, Tuhan menopang kita sebab tanpa Dia kita tidak dapat melakukan apa-apa.

Mengapa Rasul Paulus rela dan senang di dalam kelemahan, digocoh oleh Iblis dengan diberi ‘duri’ di dalam dagingnya? Agar tidak sombong (ay. 7); itu sebabnya Tuhan tidak mengabulkan permintaan doanya agar duri yang menyakitkan itu dicabut darinya.

 

Harus diakui, setiap dari kita (kaya/miskin, tua/muda, pandai/bodoh dst.) cenderung untuk sombong. Kita sering merasa doa kita tidak dijawab oleh-Nya berarti kita tidak percaya doa kita sudah dijawab oleh-Nya. Bila kita mengerti Firman Tuhan hanya di otak saja, kita akan menjadi sombong seperti diakui Paulus bahwa dia disunat pada hari kedelapan, orang Ibrani asli, dari suku Benyamin, tentang pendirian terhadap hukum Taurat dia orang Farisi dst. (Flp. 3:5-6). Inilah sifat manusia, semakin tahu perkara jasmani maupun rohani semakin sombong dan sukar untuk rendah hati. Jauh berbeda dengan Allah, Sang pencipta, yang tidak pernah sombong. Bukankah Adam dan Hawa menjadi sombong karena dipengaruhi oleh ular? Mereka telah dipersatukan dalam nikah namun Hawa lebih dahulu mau menjadi seperti Allah juga mau lebih tinggi dari suami-nya; demikian pula, Adam ingin sama seperti Allah akibatnya mereka jatuh dalam dosa.

Ingat, manusia diciptakan oleh Allah Tritunggal menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:26) dan penuh dengan kemuliaan-Nya. Terlebih kita, bangsa kafir, patut bersyukur dapat mengenal Yesus karena kita dahulu tidak berpengharapan (Ef. 2:12). Masalahnya, manusia memiliki sifat sombong, ingin bersaing dan tidak mau kalah dari yang lain bahkan hendak menyamai Allah, akibatnya semua manusia berdosa dan kehilangan kemuliaan-Nya (Roma 3:23). Mereka tidak mempertahankan kemuliaan Allah tetapi malah mencari kemuliaan dunia dengan menghalalkan segala cara, misal: berebut ingin menjadi Ketua Umum di gereja padahal belum saatnya, ingin menjadi gubernur bahkan presiden tetapi tidak mumpuni wawasan dan cara kerjanya dll.

Kelemahan/kekurangan sering dijadikan alasan (manusiawi) untuk menutupi kesalahan yang kita perbuat tetapi kelemahan yang dimiliki Rasul Paulus berbeda. Justru kelemah-annya berkenan di hadapan Allah. Kelemahan-kelemahan apa yang dipuji oleh Tuhan? Amsal 30:24-28 memberikan contoh sifat empat macam binatang kecil dan lemah tetapi patut kita contoh, yaitu:

1. Semut, bangsa yang tidak kuat, menyediakan makanan di musim panas (ay. 25) → Meja Roti Sajian

Pernahkah kita mengamati semut kecil berbaris panjang mencari makanan? Semut memiliki sifat rajin bekerja menyediakan roti di musim panas dan mengumpulkan makanan pada waktu panen meskipun tidak ada pemimpin yang mengaturnya (Ams. 6:6-8). Semut bekerja berdasarkan naluri bukan otak, mereka tidak pernah sekolah pertanian atau belajar geografi untuk mengenal perubahan cuaca dan iklim tetapi terbukti mampu mengumpulkan makanan karena tidak suka bermalas-malasan. Semut juga tidak saingan dalam bekerja – merasa lebih giat dan lebih banyak perolehan – tetapi bekerja sama mengumpulkan makanan.

Jauh berbeda dengan manusia yang diberi otak untuk berpikir dan memutuskan sesuatu! Sudah diajar tetapi tidak mau melakukannya seperti seorang pemalas, sekalipun makanan sudah tersedia di hadapannya dan dia mencelupkan tangannya ke pinggan tetapi tidak juga mengembalikannya ke mulut (Ams. 19:24); pada musim dingin tidak mau membajak akibatnya pada musim menuai dia tidak mendapatkan apa-apa (Ams. 20:4) karena sifat suka menunda-nunda waktu. Mereka juga tahu membedakan hari cerah atau buruk tetapi tidak tanggap dengan tanda-tanda zaman (Mat. 16:2-3).

Aplikasi: hendaknya kita bijak menangani soal pangan, bila diberkati Tuhan hargai berkat-Nya; jangan rakus atau membuang makanan seenaknya tanpa memikirkan orang lain yang sedang kelaparan tetapi tidak mempunyai uang untuk membeli sesuap nasi. Didiklah anak cucu untuk makan secukupnya! Terlebih dengan makanan rohani, rajinlah bekerja mengumpulkan makanan Firman Tuhan karena kita meng-hadapi tantangan-tantangan yang makin sulit. Bila kita kenyang makan Firman Tuhan dan ada ‘sisa’, bagikan kepada mereka yang ‘kelaparan’ dan membutuhkan Firman untuk mendapatkan kekuatan/energi baru. Jangan bekerja dan ingin segera melihat keberhasilannya sebab Tuhan menciptakan semua indah pada waktunya (Phk. 3:11). Rasul Paulus menghadapi banyak tantangan dalam pelayanan tetapi dia mengandal-kan Yesus, Roti hidup (Yoh. 6:35) serta menghargai pelayanan sebagai kasih karunia dari-Nya. Bagi para hamba Tuhan, hargai pelayanan dan jangan memilih-milih tempat saat diutus sebab di mana saja Tuhan hadir, di situ Ia memberikan pemeliharaan-Nya. Ingat, bila kita rajin mengumpulkan Firman Tuhan – Roti hidup – kita tidak akan kekurangan.

2. Pelanduk, bangsa yang lemah, membuat rumah (perlindungan) di bukit batu (ay. 26) → Mazbah Pembakaran Ukupan

Pelanduk mengetahui kelemahannya dan membuat rumah di bukit batu karena dia membutuhkan perlindungan (Mzm. 104:18).

Selain membutuhkan pangan, kita juga memerlukan papan/rumah untuk melindungi nikah dan keluarga dari musuh – Iblis, daging dan dunia (1 Yoh. 2:16) – yang siap menyerang.

Di manakah rumah perlindungan bagi nikah dan keluarga kita? Mazmur 18:3-4 menuliskan, “Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku! Terpujilah TUHAN, seruku; maka aku pun selamat dari pada musuhku.”

Pelanduk termasuk binatang haram yang dilarang Allah untuk dimakan. Kita, bangsa kafir, juga haram bagi bangsa Israel tetapi Ia tidak membeda-bedakan ras, etnis, bahasa dst. (Kis. 10:34).

Sungguh, perlindungan yang paling kukuh dan kuat terletak dalam doa kita kepada Tuhan. Jika kita malas bahkan tidak suka berdoa, dari mana kita akan mendapat perlindungan?

Yesus adalah batu pelindung. Saat mati Ia dibaringkan di dalam kubur baru yang digali di dalam bukit batu (Mat. 27:58-60) namun pada hari ketiga Ia bangkit untuk memberikan perlindungan kepada kita dengan kuasa kebangkitan-Nya.

3. Belalang (menjadi kesaksian) tidak mempunyai raja tetapi dapat berbaris dengan teratur (ay. 27) → Kandil Emas

Belalang tidak mempunyai pemimpin tetapi dapat menyatu, tidak ribut membentuk penggolongan-penggolongan. Ini dapat dibuktikan saat terjadi hama belalang yang menyerang tanaman padi. Kelompok besar (jutaan) belalang bagaikan awan gelap hinggap pada tanaman padi dan dalam hitungan menit seluruh padi telah ludes.

Kandil emas mempunyai tujuh lampu yang menyala sama terang untuk menerangi Tempat Kudus maupun benda-benda yang ada di dalamnya.

Gereja yang terdiri dari aneka macam latar belakang budaya, bahasa, etnik, pendidikan, ekonomi dll. harus menjadi ‘pelita’ yang memancarkan (kesaksian) perbuatan-perbuatan baik dan benar bagi orang-orang di sekitarnya. Jangan malah terpecah belah karena masing-masing sibuk menonjolkan keegoannya sendiri! Ingat, kesatuan hati menghasilkan perkara-perkara dahsyat terlebih kita mempunyai Pemimpin hebat yakni Yesus Kristus sebagai Kepala gereja.

4. Cicak dapat ditangkap dengan tangan tetapi juga ada di istana-istana raja (ay. 28) → Tabut Perjanjian di Tempat Mahakudus

Banyak wanita jijik melihat cicak tetapi siapa sangka cicak dapat dijumpai di istana/mahligai raja. Apa yang terjadi dalam mahligai sang raja? Kidung Agung 1:4,12 menuliskan, “Tariklah aku di belakangmu, marilah kita cepat-cepat pergi! Sang raja telah membawa aku ke dalam maligai-maligainya. Kami akan bersorak-sorai dan bergembira karena engkau, kami akan memuji cintamu lebih dari pada anggur! Layaklah mereka cinta kepadamu! Sementara sang raja duduk pada mejanya, semerbak bau narwastuku.”

Itulah pengalaman Sulamit dengan Raja Salomo dalam suatu pesta nikah. Sulamit meminta raja membawanya untuk cepat-cepat pergi dan Sulamit mengajak serta teman-temannya. Jelas ini bukan pesta seks bebas yang dilakukan oleh pemuda-pemudi di era sekarang ini. Bukankah sejak awal Allah menciptakan Adam dan Hawa tanpa ada orang ketiga walau mereka jatuh dalam dosa? Peristiwa Sulamit ditinggal Salomo (Kid. 3:1-3) juga hubungan mesra mereka (Kid. 8) disaksikan oleh cicak yang pasti tidak diundang ke pesta.

Sulamit tahu berdandan diri saat duduk semeja bersama Raja Salomo, tercium aroma minyak narwastu dari badannya. Kaki Yesus pernah dibasahi air mata seorang perempuan berzina, diseka dengan rambutnya dan diminyaki dengan minyak wangi (narwastu) yang bau semerbaknya memenuhi seluruh ruangan (Luk. 7:37-38). Maria menuangkan minyak narwastu murni ke atas kepala Yesus pada waktu malam perjamuan; ketika ditegur oleh Yudas Iskariot sebagai pemborosan, Yesus mem-berikan pembelaan kepada Maria untuk tidak mengusiknya karena semua itu dilaku-kan untuk persiapan penguburan-Nya (Mrk. 14:1-8). Terbukti minyak narwastu tidak hanya harum dalam suatu pesta tetapi juga dalam kematian. Ini menunjuk pada suasana di Tempat Mahakudus yang mana ada wangi dalam penderitaan, kebangkitan dan kemuliaan.

Bau apa yang kita persembahkan bagi Dia? Apakah bau harum atau bau busuk? Seberapa kuat cinta kita kepada-Nya? Apakah kita merasa kehilangan bila tidak bertemu dengan-Nya dalam doa dan perenungan Firman? Hendaknya kita, gereja-Nya, berdandan diri dengan memerhatikan kebersihan jasmani terlebih rohani untuk menyenangkan Mempelai Pria Surga itulah Tuhan Yesus.

Firman Tuhan memaparkan dengan jelas tahap demi tahap bagaimana kita harus rajin mengumpulkan makanan Firman Tuhan (Meja Roti Sajian) untuk mengantisipasi masa-masa sulit, berlindung dalam naungan-Nya melalui doa yang kita panjatkan (Mazbah Pembakaran Ukupan), menjaga kesatuan yang dapat menjadi kesaksian bagi orang di sekitar (Kandil Emas) serta kerinduan untuk bersatu dengan Mempelai Pria Surga (suasana mempelai di Tempat Mahakudus). Bila sifat-sifat ‘kelemahan’ ini ada pada kita, kita akan menjadi kuat karena Tuhan memberi kekuatan kepada kita. Amin.