Ibadah Memberi Keuntungan Besar!

Minggu, Johor, 27 Agustus , 2017

Pdm. Besar Hartono

Shalom,

Perlu diketahui untuk pelayanan bagi perluasan Kerajaan Surga, para murid Yesus (juga kita) menghadapi setan-setan dan penyakit-penyakit (masyarakat); untuk itu Yesus mem-bekali mereka (juga kita) dengan tenaga dan kuasa untuk mengatasinya (Luk. 9:1,2).

Berbicara mengenai pelayanan, aktivitas ini tidak terlepas dari ibadah yang kita lakukan. Percayakah apa yang ditulis dalam suratan 1 Timotius 6:6? “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup memberi keuntungan besar.”

Perhatikan, ibadah merupakan perintah Allah bukan buatan manusia. Bila kita telah ber-ibadah puluhan tahun tetapi tidak beroleh keuntungan, pasti ada yang salah dengan kita.

Kesaksian si Pembicara: setiap orang pasti ingin beroleh keuntungan besar. Masa kecil beliau cukup suram, bersama keluarga mereka tinggal di rumah kontrakan sederhana di pinggir rel kereta api. Di masa mudanya, beliau termasuk anak muda yang nakal. Karena masalah keuangan, beliau selalu menghindar memberikan uang persembahan dengan datang sebelum Firman Tuhan dan pulang seusai Firman Tuhan di GPPS jalan Bromo. Hal ini dilakukannya bertahun-tahun. Suatu hari beliau mengikuti ibadah doa malam dan Roh Tuhan bekerja membuat beliau berkomitmen untuk serius beribadah dan memper-sembahkan uang untuk kolekte meskipun nominalnya kecil. Beliau merasakan peme-liharaan Tuhan berlaku baginya, kondisi rohaninya makin meningkat dan beliau dipilih menjadi ketua kaum muda kemudian penatua di gereja setempat. Selain beroleh keun-tungan rohani, kondisi keuangan juga bertambah sehingga beliau dapat menghelat resepsi pernikahan ketika menikah dengan wanita pujaannya. Sesungguhnya Tuhan tidak men-desain kita untuk mengalami penderitaan dan kesusahan badani atau batin atau impitan ekonomi bila kita mengetahui rahasia ibadah. Untuk itu ambillah komitmen dan latihlah beribadah karena tanpa latihan pasti kita kalah dalam ‘pertandingan’. Latihlah memberi persembahan dan persepuluhan dengan hati tulus tanpa motivasi minta imbalan.

Bagaimana sikap Raja Hizkia berkaitan dengan ibadah? 2 Tawarikh 29:6-11 menuliskan, “Karena nenek moyang kita telah berubah setia. Mereka melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allah kita, telah meninggalkan-Nya, mereka telah memalingkan muka dari kediaman TUHAN dan membelakangi-Nya. Bahkan mereka menutup pintu-pintu balai rumah TUHAN dan memadamkan segala pelita. Mereka tidak membakar korban ukupan dan tidak mempersembahkan korban bakaran bagi Allah orang Israel di tempat kudus sehingga murka TUHAN menimpa Yehuda dan Yerusalem. Ia membuat mereka menjadi kengerian, kedahsyatan dan sasaran suitan seperti yang kamu lihat dengan matamu sendiri. Karena hal itulah nenek moyang kita tewas oleh pedang dan anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan kita beserta isteri-isteri kita menjadi tawanan. Sekarang aku bermaksud mengikat perjanji-an dengan TUHAN, Allah Israel supaya murka-Nya yang menyala-nyala itu undur dari pada kita. Anak-anakku, sekarang janganlah kamu lengah karena kamu telah dipilih TUHAN untuk berdiri di hadapan-Nya untuk melayani Dia, untuk menyelenggarakan kebaktian dan membakar korban bagi-Nya."

Raja Hizkia melihat kondisi politik, keamanan dan kesejahteraan kerajaan Yehuda selama dipimpin oleh ayahnya yang jahat di mata Tuhan karena berubah setia dengan menyembah allah-allah dari kerajaan-kerajaan di sekitar mereka. Kondisi kerajaan Yehuda di masa pemerintahan Hizkia ditulis di 2 Raja-raja 18, 2 Tawarikh 29 dan Yesaya 36-40 dengan penekanan berbeda-beda. Kitab Raja-Raja menitikberatkan kondisi perang/politik yang dialami Hizkia; kitab Yesaya menekankan Firman Allah dan kesetiaan kepada Tuhan harus ditegakkan sementara 2 Tawarikh menitikberatkan tentang evaluasi kegagalan umat Yehuda dalam peperangan. Seharusnya sebagai umat pilihan Allah, mereka terhindar dari kekalahan yang menyebabkan mereka menjadi suitan, olok-olokan dan miskin. Raja Hizkia muda (25 tahun) mengevaluasi lalu mengambil komitmen untuk menghidupkan kembali ibadah kepada Tuhan Allah Israel. Langkah pertama yang dilakukannya ialah mengum-pulkan orang-orang Lewi dan para imam untuk menguduskan diri dan menguduskan rumah Tuhan yang telah cemar.

Implikasi: anak muda harus berani berkomitmen untuk menguduskan diri tanpa perlu mencontoh sikap orang tua yang jahat dan jauh dari Tuhan.

Sudah menjadi kebiasaan bagi presiden yang baru dilantik, 100 hari setelah menjabat sebagai presiden diadakan evaluasi hasil kerja yang telah diraihnya. Dalam hal ini Raja Hizkia mengevaluasi perjalanan rohani bangsa Yehuda.

Introspeksi: bersediakah rohani kita dievaluasi oleh Firman Tuhan? Maukah berubah bila ditemukan hidup kita tidak layak di hadapan-Nya? Jangan menjadi jemaat manekin (= boneka setinggi manusia untuk memamerkan pakaian jadi di toko-toko) yang tampak cantik tetapi telanjang, memiliki mulut tetapi tidak dapat menyaksikan kasihnya Tuhan, ibadah hanya seperti show dan maunya hanya dilayani saja. Apakah kehadiran dalam gereja bukti dari kesetiaan bila tidak ada tanda pengurbanan ‘darah’ yang tercurah dan dipercikkan di atas mazbah? Masih ingatkah Yesus menilai persembahan dua peser milik janda miskin lebih banyak ketimbang persembahan dari orang-orang kaya (Mrk. 12:43)? Jangan mencari pujian dari manusia yang terbatas tetapi carilah pujian dari Mempelai Pria Surga, Kepala gereja, Gembala Agung jiwa kita!

Kita harus mengevaluasi total langkah hidup rohani kita, jangan bermalas-malasan sehingga ibadah berlangsung tanpa beroleh keuntungan apa-apa. Waspada, kesalahan yang tidak dibetulkan lambat laun akan menjadi kebenaran diri sendiri. Marilah kita melayani dengan semangat tinggi disertai tanda pencurahan ‘darah’, tanyakan pada diri sendiri apa yang menjadi kekurangan/kelemahan untuk diperbaiki. Ilustrasi: ketika Perang Dunia II hampir pecah, satu pangkalan laut Amerika diserbu habis oleh tentara Jepang. Tentu negara adikuasa ini tidak dapat menerima dan berusaha melakukan pembalasan. Pemimpin komando bertanggung jawab mengembalikan mental pasukan yang runtuh. Apa yang dikatakan panglima perang ini kepada barisan tentara yang akan melakukan pembalasan? “Jangan tanyakan apa yang negara berikan tetapi tanyakan apa yang aku lakukan kepada negara.” Perkataan ini otomatis membangkitkan mental yang sudah ambruk untuk bangkit dan menyerang tentara musuh yang berakhir dengan kemenangan.

Ibadah yang benar tidak hanya dilihat dari kerajinan, kesetiaan atau datang tepat waktu tetapi harus ada kurban yang kita persembahkan dan Tuhan menilai ketulusan hati – bukan besar kecilnya. Ingat, masa depan kita ada di dalam tangan Tuhan. Jangan berpura-pura miskin nanti bisa benar-benar miskin! Dari tahun ke tahun biaya KKR makin besar maka persembahan-persembahan yang kita bawa juga makin besar namun jangan lupa berkat Tuhan juga akan makin mengalir.

Perlu diperhatikan, orang-orang yang dikuduskan hendaknya tetap fokus di dalam kesucian pelayanan; jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri yang berakibat pada kegagalan. Raja Hizkia tidak mau gagal, dia memperbaiki hubungan dan persekutuan dengan Tuhan yang telah putus.

Apa dampaknya jika hubungan dengan Tuhan terputus? Ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa dan kehilangan seluruh kemuliaan Tuhan, mereka hidup ‘liar’. Mereka yang sebelumnya hidup enak di Taman Eden yang dipenuhi kemuliaan Tuhan diusir keluar untuk hidup liar di belantara luas yang banyak onak duri dst. Awalnya Adam dan Hawa didesain untuk menikmati segala ciptaan Tuhan yang melimpah namun dosa merusak segalanya sehingga dia harus bekerja di atas tanah yang tadinya lembut menjadi berbatu-batu; tanah yang sebelumnya mudah ditaburi benih sekarang menjadi penuh onak duri sehingga perlu dibersihkan lebih dahulu.

Setelah mendapat laporan dari orang Lewi, raja Hizkia memerintahkan ibadah siap dilakukan pada sabat pertama dan harus ada binatang yang dikurbankan. Waspada, takut berkurban akan menjadi energi negatif yang menguasai pikiran membuat kita tidak mengalami kemajuan. Sebaliknya, sikap tulus seperti yang dilakukan oleh janda miskin ketika memasukkan dua peser akan menumbuhkan energi positif. Raja Hizkia dikuasai ‘energi positif’ sehingga ibadah berlangsung dengan meriah bahkan dikatakan sejak Raja Salomo mati tidak ada ibadah seperti itu lagi. Bila ibadah dilakukan dengan benar, hadirat Tuhan akan turun.

Aplikasi: ibadah adalah perintah Tuhan. Bila kita serius mengikuti ibadah, ada energi positif yang dikerjakan oleh Roh Tuhan (bukan dari hati manusia yang penuh kelicikan) sehingga kita menjadi orang yang berbahagia dalam hidup ini.

Raja Hizkia sukses melaksanakan ibadah sabat pertama lalu dia memerintahkan ‘KKR’ dengan mengundang seluruh Israel. Tuhan berkenan pada orang-orang yang melakukan ibadah dengan benar sebab Ia ingin ibadah mendatangkan keuntungan besar.

Bagaimanapun juga kesetiaan Raja Hizkia diuji. Kerajaannya hendak diserbu dan kota-kota berkubu dikepung dengan niat untuk direbut (2 Taw. 32:1-3). Namun komitmen yang tumbuh dalam diri Hizkia membuatnya dapat mengatasi persoalan. Dia masuk ke rumah Tuhan yang sudah dikuduskan dan mencurahkan persoalannya kepada-Nya. Doanya didengar dan malaikat Tuhan dikirim untuk membunuh 185.000 tentara pilihan yang mengepung Yehuda tanpa Hizkia perlu mengeluarkan senjata.

Keuntungan besar yang kita peroleh melalui ibadah perlu diuji. Masihkah kita setia saat banyak persoalan mengepung kita? Ketika kita berkomitmen, tahankah kita menghadapi ujian yang mana ‘musuh’ ingin menguasai tubuh, jiwa dan roh kita? Kita akan mampu mengatasi serangan ‘musuh’ bila kita masuk ke dalam rumah Tuhan yang kudus dan mencurahkan masalah kita kepada-Nya. Tuhan sanggup mengangkat beban hidup kita asal kita hidup bergaul dan bersekutu erat dengan-Nya.

Marilah kita mengevaluasi tanpa harus menunggu tahun baru, bila hari ini kita menemukan adanya kesalahan dalam tutur kata, sikap dan tindakan, akui di hadapan Tuhan dan ambil komitmen untuk tidak mengulanginya maka Tuhan berperan mutlak memberikan kita kemenangan dalam mengatasi kepungan musuh. Jangan pernah meremehkan ibadah yang memberikan kita keuntungan jasmani maupun rohani karena menyangkut kekekalan. Amin.