Aneka Karunia Pemberian Tuhan Untuk Kesatuan Gereja

Pdt. Paulus Budiono, Minggu, Lemah Putro, 29 Juli 2018

Shalom,

Ingatkah bahwa kita berasal dari tanah liat tak berguna sama sekali tetapi di dalam tangan Tuhan kita dibentuk menjadi ‘perabot’ indah juga Roh-Nya membimbing kita agar perjalanan hidup kita berada di jalur yang benar? Kita telah ditebus oleh darah-Nya yang tak ternilai namun apa balasan kita kepada-Nya? Sudahkah kita berkurban waktu, tenaga, pikiran dan uang untuk melayani Dia? Atau kita masih memikirkan untung-ruginya masuk dalam pelayanan padahal dalam dunia bisnis kita pandai sekali mengelola uang dan waktu?

Bagaimana kondisi iman kita? Tuhan menginginkan kita memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera. Ada tujuh “SATU”: satu tubuh, satu Roh, satu peng-harapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah (Ef. 4:3-6). Ia juga memberikan pelbagai karunia kepada jemaat Efesus (juga kita). Apa tujuan Ia mem-berikan aneka ragam karunia tersebut? Efesus 4:11-16 menuliskan, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan bagi pembangunan tubuh Kristus sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh – yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota – menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.”

Tuhan tidak hanya memberikan kita pengertian tentang adanya tujuh “SATU” tersebut tetapi harus ditindaklanjuti dengan praktik (ay. 11-16) agar tercapai kesatuan iman. Kenyataannya, kita memiliki Alkitab sama tetapi tidak semua beriman sama karena ada orang mengimani ayat-ayat tertentu tetapi mengabaikan ayat-ayat lainnya. Tuhan menginginkan kita beriman satu karena setan juga percaya kepada Dia tetapi gemetar (Yak. 2:19). Perhatikan, iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati (Yak. 2:17, 26). Iman yang benar ialah iman kepada Kristus disertai praktik hidup beriman.

Surat Efesus ditulis oleh Rasul Paulus (abad pertama) dalam suasana tidak adanya perpecahan/konflik dan ditujukan kepada jemaat Efesus kemudian dibaca oleh jemaat-jemaat yang lain (Korintus, Filipi, Tesalonika, Laodikia, Smirna dll.). Mereka membaca Surat Efesus penuh sukacita dan rindu agar semua karunia itu dipergunakan untuk mencapai kesatuan dan kedewasaan penuh. Namun bagaimana kondisi gereja di abad 21 ini? Surat Efesus pasti telah dibaca ribuan kali oleh gereja-gereja di seluruh dunia, masihkah para Hamba Tuhan memiliki gairah sama untuk meraih kesatuan? Awalnya gereja berpusat pada Yerusalem kemudian berkembang dan berdirilah gereja Antiokia dan menyebar hingga ke Roma. Sayang, perkembangan gereja bukannya menyatu tetapi malah menimbulkan perpecahan, misal: Katolik Roma berpisah dengan Katolik Ortodoks. Mungkinkah terjadi perpisahan/perpecahan kalau kita mempunyai iman yang sama? Terjadinya perpisahan pasti ada unsur ketidakberesan di dalamnya.

Sekarang, berapa banyak denominasi gereja muncul dan terdaftar dalam kantor keagamaan? Apakah makin banyaknya denominasi gereja yang menganut doktrin-doktrin berbeda menunjukkan suatu perkembangan? Sama sekali tidak! Jelas ini bukan termasuk pertumbuhan tetapi perpecahan!

Tuhan memberikan 5 macam karunia (rasul, nabi, penginjil, gembala dan guru) dengan tujuan untuk mendewasakan jemaat. Mengapa gereja Tuhan tidak dapat bersatu? Oleh karena imannya terpecah-pecah. Ingat, iman timbul dari mendengar Firman Kristus (Rm. 10:17) bukan dari uraian pendeta yang fasih lidah.

Jangan lupa kita telah dipilih sebelum dunia dijadikan untuk dikuduskan dan disempurnakan oleh kurban Kristus supaya kita beroleh warisan luar biasa (Ef. 1). Kita, bangsa kafir, yang mati dalam dosa telah dibangkitkan dan didudukkan bersama Yesus di Surga (Ef. 2). Jadi, kalau kita beroleh karunia mengajar, menggembalakan, menginjil dst. ini bukan karena kepandaian dan ketrampilan kita tetapi semata-mata karena pemberian dari-Nya. Ingatlah siapa kita dahulu dan kembalikan kemuliaan hanya kepada-Nya! Juga ingatlah selalu betapa lebar, panjang, tinggi dan dalam kasih Kristus kepada kita sehingga kita, bangsa kafir, dihisab/dibilang menjadi satu keluarga, satu tubuh dan satu warisan bersama umat pilihan-Nya, bangsa Yahudi. Sangat jelas, kasih tidak mungkin menyebabkan perpecahan; sebaliknya, kasih justru mempersatukan kita. Dan karunia-karunia yang kita peroleh dari-Nya untuk progres kesatuan bukan perpecahan.

Kalau begitu, mengapa muncul banyak organisasi dan sinode gereja? Bukankah mereka juga membaca Efesus 4:11-16? Di mana letak kesalahannya?

  • Tidak mencapai kedewasaan penuh (Ef. 4:13)

“sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,”

Kesatuan iman tercapai oleh sebab ‘dewasa penuh’ sesuai dengan kedewasaan Kristus. Kalau Kristus adalah Firman Allah berarti tolok ukur kedewasaan kita ialah Alkitab bukan kedewasaan menurut ‘pendeta yang hebat’ atau ‘gereja yang ternama’. Google boleh menyebutkan gereja yang terbesar dan terkaya di Indo-nesia tetapi hanya Yesus yang berhak menentukan siapa yang beroleh mahkota kehidupan seperti dijanjikan kepada gereja Smirna yang miskin dan menderita tetapi kaya di pandangan-Nya (Why. 2:9-10).

  • Mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran (ay. 14)

“sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,”

Perhatikan, kalau kita belum dewasa alias masih kanak-kanak rohani, kita mudah terserang rupa-rupa angin pengajaran licik bukan pengajaran Firman Allah. Ilustrasi: kalau kita masuk angin, badan terasa sakit semua namun masih ada obat untuk menolak dan menyembuhkannya. Apa obat penangkisnya jika kita diserang oleh pelbagai angin pengajaran sesat? Jangan mengecilkan pengajaran sesat yang dapat membuat rohani kita kurus kering. Waspada, jangan bertindak seperti bangsa Israel yang malah mengomel menjadi kurus kering karena mengonsumsi Manna (Bil. 11:6) padahal mereka justru dapat bertahan hidup di padang gurun oleh sebab Manna yang menyehatkan dan menghidupkan.

Siapa yang gampang dipengaruhi oleh angin-angin pengajaran sesat? Kanak-kanak rohani yang hanya suka mengonsumsi susu bukan makanan keras sehingga belum/tidak terlatih pancaindranya untuk membedakan yang baik dan yang jahat (Ibr. 5:12-14). Anak-anak yang belum stabil emosinya mudah sekali terpancing amarah yang menimbulkan perselisihan/pertengkaran berakibat perpecahan. Juga menu mana yang lebih mudah disajikan bagi anak-anak? Susu atau makanan? Ibu-ibu pasti tidak repot memberikan susu yang siap saji ketimbang menyiapkan makanan yang memerlukan waktu dimulai dari memilih menu dan memasak bahan-bahan makanan yang bergizi supaya anaknya sehat.

Introspeksi: sukakah kita pergi ke gereja mendengarkan Firman Tuhan yang mengambil cukup banyak waktu atau kita lebih suka pergi ke gereja yang cepat dan singkat khotbahnya bahkan hanya mendengarkan khotbah dari YouTube dan live-streaming sambil ngemil dan menjawab telepon yang masuk? Sungguhkah kita menghargai Firman Tuhan yang diberitakan? Jangan kita terjebak dengan kemudahan-kemudahan yang malah merusak iman!

Rasul Paulus menegur jemaat Efesus yang sudah cukup lama mengonsumsi Firman Tuhan tetapi belum dapat dikategorikan dewasa rohani sebab masih ada kegeram-an, kepahitan, kemarahan, pertikaian dan fitnah (Ef. 4:31). Demikian pula dalam jemaat Korintus terjadi penggolongan-penggolongan: kelompok Kefas, Apolos, Paulus bahkan golongan Kristus (1 Kor. 3:1-4). Ada jemaat yang lebih memilih Petrus yang langsung dididik oleh Yesus, ada pula yang pro Paulus karena dia murid dari Gamaliel dst. Namun Paulus mengatakan bahwa Injil yang diberitakan bukan diterimanya dari manusia tetapi oleh penyataan (revelation = wahyu) Yesus Kristus (Gal. 1:11-12). Wahyu itu berkaitan dengan Roh Kudus. Petrus ‘bersekolah’ dengan Yesus, Putra Allah; Apolos menyelidiki Alkitab Perjanjian Lama kemudian Priskila dan Akwila menjelaskan Jalan Allah kepadanya sehingga dia lebih mengerti tentang Yesus (Kis. 18:24-26). Memang mereka berlatar belakang beda tetapi semua mempunyai satu tujuan itulah kesatuan iman di dalam Yesus yang adalah Tuhan dan Kristus (bnd. Kis. 2:36). Jelas, pemberita Injil yang bersekolah tinggi pun harus menunjukkan sikap rendah hati dan mau menyatu dengan yang lain karena mereka diangkat oleh Tuhan bukan oleh manusia, organisasi gereja atau sekolah teologi. Jika orang yang sekolah/berpendidikan tinggi masih mau belajar (seperti Apolos) terlebih kita yang tidak sekolah Alkitab namun semuanya harus ditandai dengan kerendahan hati.

Yesus mana yang kita beritakan? Apolos dan Paulus dengan jelas dan tegas mem-beritakan Yesus yang adalah Mesias (Kis. 18:27; 17:3) namun Paulus tidak bersifat otoriter dalam menggembalakan jemaat.

Kesaksian si Pembicara: beliau beroleh karunia memimpin Kaum Muda namun seizin Tuhan beliau bersama istri meninggalkan Surabaya (tahun 1969) untuk pela-yanan perintisan di Irian. Tuhan memberkati pelayanan mereka dengan berdirinya bangunan gereja dan 5 hektar tanah untuk bangunan sekolah. Setelah 21 tahun pelayanan di Irian, Tuhan menyuruh mereka meninggalkan pola keberhasilan di sana untuk pelayanan di Medan. Mulailah mereka melayani dari nol lagi. Mereka tidak mengadopsi pola di Irian untuk diterapkan di Medan. Mereka menyadari bah-wa Tuhan tidak ingin hamba-Nya bercokol di tempat yang dibangunnya untuk ke-mudian merasa berhak memiliki dan menguasainya sekalipun mereka telah ber-kurban banyak.

Bila Tuhan yang memerintahkan untuk melayani di suatu tempat, Ia pasti meme-lihara hamba-Nya. Benar, Tuhan memberkati pelayanan mereka dan mereka merasa nyaman untuk menikmati masa tua di Medan. Namun lagi-lagi Tuhan menyuruh mereka pindah untuk pelayanan di Surabaya (hingga sekarang). Pola keberhasilan di Irian maupun di Medan tidak diterapkan di Surabaya tetapi mereka kembali pada pola Tabernakel dan pola Kabar Mempelai sesuai dengan pola Alkitab. Melalui pengalaman ini, beliau menyadari panggilannya sebagai gembala agar taat akan perintah-Nya dan siap sedia diutus untuk ‘memberi makan’ Firman Allah kepada jemaat agar mereka bertumbuh dewasa (rohani).

Kita tahu sekarang bahwa macam-macam karunia diberikan Tuhan dengan tujuan mendewasakan jemaat dan terjalinnya kesatuan antargereja. Bila hamba Tuhan berhasil mengembangkan karunianya, janganlah sombong sebab dia tidak dapat melayani pekerjaan Tuhan sendirian tetapi membutuhkan hamba-hamba Tuhan lain yang memiliki karunia-karunia beda untuk saling menolong dan melengkapi. Penginjil yang berhasil memenangkan jiwa perlu seorang gembala untuk mendidik dan mendewasakan rohani jiwa yang masih baru tersebut. Bila masing-masing dari kita saling menghargai karunia orang lain dan kita mengembangkan karunia tersebut (bukan dipendam), gereja tidak akan terpecah belah tetapi saling menguatkan sehingga terciptalah kesatuan seperti yang Tuhan inginkan. Dengan demikian bukan nama seseorang ditonjolkan tetapi hanya Nama Tuhan yang layak dipermuliakan. Amin.