Iman Yang Bertumbuh Dan Kita Berakar Serta Berdasar Di Dalam Kasih

Pdm. Budy Avianto, Minggu, Lemah Putro, 10 Juni 2018

Shalom,

Lagu-lagu pujian bertemakan salib Kristus meneguhkan bahwa kita, orang kafir, yang dahulu tidak ada bagian dalam keselamatan, oleh darah Kristus kita diangkat dan disatukan dengan bangsa Yahudi menjadi satu Tubuh. Apa yang diinginkan Rasul Paulus terhadap jemaat Efesus (kafir) juga kita? Dalam suratnya di Efesus 3:14-19, Paulus menuliskan, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya. Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih. Aku berdoa supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus dan dapat mengenal kasih itu sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepe-nuhan Allah. Bagi Dialah yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya. Amin.”

Kita mengetahui bahwa iman timbul dari pendengaran oleh Firman Kristus (Rm. 10:17). Iman yang ada dalam hati (tak kelihatan) diperoleh melalui jalur pancaindra pendengaran itulah telinga. Masalahnya, pendengar Firman Tuhan terdiri dari kalangan beda usia (tua-muda), pen-didikan (bertitel-buta huruf), gender (laki-perempuan), status sosial (kaya-miskin) dst., apakah Firman Kristus yang sama-sama didengar menjadi iman bagi semua pendengarnya?

Perlu diketahui pula, iman/percaya kepada Kristus merupakan karunia pemberian dari Allah (Flp. 1:29). Sementara dari pihak kita, kita harus memerhatikan cara kita mendengar. Jika kita tanggap mendengarkan Firman Tuhan dengan sepenuh hati dan kerinduan serta kerendahan hati, apa yang ada pada kita (Firman yang kita miliki) malah ditambahkan (Luk. 8:18).

Dikatakan lebih lanjut bahwa kita diselamatkan oleh iman dan ini bukan hasil usaha kita tetapi pemberian/anugerah Allah (Ef. 2:8) atas dasar kasih-Nya kepada kita. Sudahkah kita beriman? Meskipun sudah beriman tetapi tanpa disertai perbuatan, iman tersebut pada hakikatnya mati (Yak. 2:17, 26). Contoh: Adam-Hawa tidak melakukan perbuatan iman dengan lebih memer-cayai perkataan si ular, akibatnya mereka mati (bnd. Gen. 2:17; 3:1-7).

Dunia hanya terbagi dalam dua bangsa: bangsa Yahudi, umat kepunyaan Allah dan bangsa non-Yahudi alias kafir. Kita, bangsa kafir, dahulu hidup tanpa Kristus, tidak ada bagian dalam perjanjian dengan Allah, tanpa pengharapan dan tanpa Allah (Ef. 2:12) dan hidup menurut daging (bnd. Gal. 5:19-21). Oleh kasih karunia Allah, tembok pemisah dirubuhkan oleh kema-tian Yesus tersalib sehingga bangsa Yahudi dan bangsa kafir disatukan (Ef. 2:14-17). Terlihat kasih Allah yang begitu besar, kita tidak hanya diselamatkan, dipersatukan dengan orang Yahudi menjadi satu tubuh tetapi lebih dari itu Ia mau tinggal di dalam kehidupan kita karena tubuh kita adalah milik-Nya (1 Kor. 6:19-20). Untuk itu kita tidak boleh hidup sekehendak hati kita tetapi hidup memuliakan Dia dengan taat dan berjalan/dipimpin oleh Roh Kudus (Gal. 5:18,25).

Allah ingin tinggal dalam setiap orang yang beriman kepada-Nya, hubungan orang beriman yang paling dekat ialah hubungan suami-istri. 1 Korintus 7 mengatur hubungan nikah yang ber-kenan kepada-Nya dan Ia tinggal di dalamnya untuk dapat memuliakan-Nya. Suami-istri men-jadi satu, istri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri tetapi suaminya; demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri tetapi istrinya. Mereka tidak boleh saling menjauhi kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu tetapi setelah itu harus kembali hidup bersama supaya tidak jatuh dalam godaan Iblis. Bagi yang terpanggil tidak menikah dan bagi janda juga ada peraturannya sendiri (ay. 25-40).

Apa yang menjadi doa Rasul Paulus bagi jemaat Efesus (bangsa kafir) juga kita?

  • Kristus berdiam tidak hanya pada pribadi perorangan tetapi hingga persekutuan besar itulah rumah Allah, dan Ia menjadi Kepala atas Tubuh-Nya (Kol. 1:18).
  • Kita berakar serta berdasar di dalam kasih.

Akar yang tumbuh di bawah tanah (tidak kelihatan) memiliki beberapa fungsi, antara lain: menyerap air, garam mineral, zat-zat makanan lainnya dari dalam tanah kemudian men-distribusikannya ke batang, cabang dan ranting-ranting pohon. Orang boleh terkagum-kagum melihat besar dan kukuhnya sebuah pohon tetapi amat mudah untuk mematikan pohon besar itu dengan menyiram sedikit racun ke akarnya. Ini menunjukkan bahwa akar memegang peran sangat penting bagi kelangsungan hidup sebuah pohon.

Dalam kehidupan rohani, hati (tidak kelihatan) merupakan pusat dan sumber kehidupan manusia. Hati tempat berkumpulnya perasaan dan pikiran manusia yang diekspresikan dalam tutur kata, sikap dan tingkah laku. Dari hati timbul segala pikiran jahat dan najis (Mat. 15:19). Hati juga tempatnya Roh Kudus berdiam (1 Kor. 6:19). Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, hati Adam-Hawa tercemar dan mereka diusir keluar dari Taman Eden. Kain menjadi pembunuh manusia pertama. Allah telah mengetahui apa yang ada dalam hati Kain dan terekspresikan ke luar. Itu sebabnya Ia menegur Kain, “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?” (Kej. 4:6) Sebenarnya, meskipun kita tidak tahu dengan pasti isi hati sang istri, suami seharusnya peka bila melihat raut muka istri kusam dan cemberut pertanda ada sesuatu yang tidak menyenangkan hatinya.

Firman Allah telah mengingatkan bagaimana cara kita mendengar, Kain mendengar teguran Allah tetapi dia tidak dapat menguasai hatinya yang telah tercemar dengan amarah dan iri hati berakhir dengan perbuatan membunuh adiknya, Habel (Kej. 4:7-8).

Apakah persoalan selesai dengan terlampiaskannya kebencian dalam hati Kain? Ternyata, hati yang tercemar dengan dosa tidak bersifat statis tetapi terus bertumbuh buktinya Allah melihat kecenderungan hati manusia selalu membuahkan kejahatan semata sehingga Ia ‘me-nyesal’ telah menciptakan mereka dan berniat menghapuskan manusia bersama binatang-binatang ciptaan-Nya tetapi Nuh mendapat kasih karunia-Nya (Kej. 6:5-8).

Hati yang tercemar dengan kejahatan dan kenajisan terus berlangsung hingga sekarang (Perjanjian Baru) tertulis dalam Markus 7:21-23, “sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."

Hati bagaikan akar yang mendistribusikan semua apa yang ada di dalamnya ke seluruh anggota tubuh kita. Hati tercemar dosa yang belum diselesaikan membuat manusia (Yahudi maupun Yunani) hidup di bawah kuasa dosa (Rm. 3:9) dan terancam dibuang ke neraka sebab upah dosa ialah maut/kematian kekal (Rm. 6;23).

Bagaimanapun juga, Allah yang penuh kasih tidak rela melihat manusia ciptaan-Nya binasa. Untuk itu Ia mengutus Anak-Nya yang tunggal mati disalib supaya kita hidup oleh-Nya. Jelas, kasih berasal dari Allah dan setiap orang yang mengasihi lahir dari Allah dan me-ngenal Allah. Siapa tidak mengasihi, dia tidak mengenal Allah sebab Allah adalah kasih (1 Yoh. 4:7-9). Hati Allah yang penuh kasih dicetuskan dalam tindakan pengurbanan Putra satu-satu-Nya demi penebusan manusia berdosa. Jika Ia begitu mengasihi kita, kita juga harus saling mengasihi (ay. 10-11).

Aplikasi: kasih terhadap suami/istri bukanlah sekadar ucapan manis-manis tetapi dibuktikan dengan perbuatan ditandai pengurbanan. Perkataan yang keluar dari hati penuh kasih sa-ngat menyejukkan bukan kata-kata tajam yang memanaskan telinga. Tubuh Kristus sebagai persekutuan besar dari orang-orang kudus harus saling mengasihi dengan kasih yang ber-asal dari Allah.

Tidak ada seorang pun pernah melihat Allah namun kita merasakan kehadiran-Nya dengan iman. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita (1 Yoh. 4:12).

Jangan salah paham jika Firman Tuhan menegur dengan keras karena di dalamnya me-ngandung kasih! Seorang ayah yang mengasihi anaknya akan menghajar anaknya demi kebaikan anak itu; terlebih Bapa Surgawi menghajar kita supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya (Ibr. 12:6-10).

Akar juga berfungsi sebagai fondasi dari pohon; tanpa akar, pohon tidak dapat berdiri tegak. Masih ingatkah perumpamaan tentang seorang penabur yang menabur benih? Seba-gian jatuh benih jatuh di pinggir jalan, sebagian jatuh di tanah berbatu-batu yang tidak banyak tanahnya, sebagian jatuh di tengah semak duri dan sebagian lagi jatuh di tanah yang baik (Mat. 13:1-30; Mrk. 4:1-20; Luk. 8:4-15). Susah bagi benih untuk tumbuh di tanah berbatu atau di semak berduri karena akarnya tidak dapat menembus hingga dalam di bawah tanah. Itu sebabnya Roma 11:18 menegaskan bukan batang yang menopang akar melainkan akar yang menopang batang.

Iman tidak boleh stagnan tetapi terus bertumbuh – bukan iman kanak-kanak tetapi ber-gerak mencapai kasih. Perhatikan, hampir semua alat dalam Tabernakel dipercik oleh darah artinya semua ditandai kasih. Kasih menjadi landasan/fondasi yang mewarnai kehidupan kita. Yang perlu diwaspadai, setelah berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, iman kita harus bertambah teguh dan hati-hati untuk tidak tertawan oleh filsafat kosong dan palsu menurut ajaran turun temurun dan roh-roh dunia (Kol. 2:6-14).

Dalam pengajaran Tabernakel, pertumbuhan iman dimulai dari: percaya → Pintu Gerbang; bertobat dan diselamatkan oleh kurban Kristus → Mazbah Kurban Bakaran; kelahiran baru → Bejana Pembasuhan; hidup dipenuhi Roh Kudus dan berjalan di dalam Roh → Pintu Kemah; hidup dalam pengharapan dan mengalami penyucian terus menerus → Tempat Kudus hingga mencapai puncaknya itulah kasih yang mana hidup sudah sempurna tanpa cacat cela → Tempat Mahakudus.

Sekalipun kita sudah mendengarkan Firman Tuhan bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, hati kita masih perlu disucikan hingga kita dapat mengasihi Dia dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan segenap kekuatan serta dapat mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri (Mrk. 12:30-31). Dengan demikian, iman kita kukuh berdiri dan tidak mudah digoyangkan oleh angin pengajaran dan permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Ef. 4:14). Walau tampak bagus, filsafat manusia tidak ada kaitannya dengan keselamatan.

Hendaknya kita menjadi bagian dari anggota Tubuh Kristus yang beriman teguh, senantiasa dikuduskan seperti Dia kudus (1 Ptr. 1:15) hingga sempurna seperti Bapa Surgawi yang sempurna (Mat. 5:48) untuk dipersatukan dengan Kristus sebagai Kepala dari Tubuh-Nya yang mengasihi kita selama-lamanya. Amin.