Kasih Tuhan Yang Tak Terselami

Pdm. Jusuf Wibisono, Lemah Putro, Minggu, 24 Juni 2018

Shalom,

Waktu berlalu begitu cepat dan tak terasa kita sudah memasuki pertengahan tahun 2018. Apakah kita selalu mengucap syukur atas pemeliharaan dan perlindungan-Nya? Dan jangan lupa, oleh karena kasih-Nya, kita beroleh berkat keselamatan di dalam Yesus Kristus.

Apa kata Rasul Paulus kepada jemaat Efesus (juga kita) berkaitan dengan kasih Allah? Efesus 3:14-21 menuliskan, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya. Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih. Aku berdoa supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah. Bagi Dialah yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita, bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya. Amin.”

Bagaimana kita merespons kasih Allah yang tak terselami itu?

  • Kita menyerukan Nama TUHAN dan memberi hormat kepada Allah

Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan menjadi selamat sementara orang kaya mengandalkan harta yang dianggapnya sebagai kota kuat bertembok tinggi (Ams. 18:10).

  • Kita menghargai Firman-Nya dalam kondisi dan situasi apa pun. Ada kalanya Firman Tuhan datang ‘menghajar’ saat kita dalam kondisi lemah. Bagaimana kita meresponsnya? Dapatkah kita menerimanya dan tetap mengucap syukur atau kita menghujat Dia? Contoh: Raja Hizkia jatuh sakit dan hampir mati kemudian Nabi Yesaya datang kepadanya memberitahu, “Beginilah Firman TUHAN: Sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu sebab engkau akan mati tidak akan sembuh lagi.”

Apa yang dilakukan Raja Hizkia mendengar berita Firman TUHAN yang ‘me-ngerikan’ itu? Dia memalingkan mukanya ke arah dinding dan berdoa kepada-Nya serta menangis dengan sangat (Yes. 38:2). Hizkia tidak bersungut-sungut atau menghujat tetapi merespons positif dengan doa. Hati Tuhan tersentuh melihat doa dan air matanya lalu memperpanjang hidupnya 15 tahun lagi (ay. 3-5).

Bagaimana reaksi kita jika tiba-tiba kita divonis menderita penyakit mematikan dan hanya dapat bertahan hidup beberapa bulan? Masihkah kita menghormati Nama-Nya atau gelap mata kemudian memberontak dan menghujat Nama-Nya? Atau kita merendahkan diri dan mengakui segala kekurangan kita saat kita diuji oleh-Nya? Perhatikan, problems never come alone – masalah sering tidak datang sendirian tetapi muncul silih berganti seakan tak pernah berakhir.

Raja Ahazia, anak Ahab, juga jatuh sakit. Bagaimana dia merespons masalah yang dihadapinya? Masih dalam suasana berkabung karena ayahnya baru mati, timbullah pemberontakan dan suatu hari dia jatuh dari kisi-kisi kamar atas lalu menjadi sakit. Dia kemudian mengirim utusan-utusan kepada Baal-Zebub minta petunjuk apakah dia akan sembuh dari penyakit yang dideritanya. Aneh, dia mengenal Elia yang diurapi Tuhan tetapi malah mencari petunjuk kepada berhala Baal-Zebub. Malaikat TUHAN kemudian berfirman kepada Elia untuk menegur utusan-utusan itu mengapa raja mereka meminta petunjuk kepada allah di Ekron padahal ada Allah di Israel. Elia juga menegaskan Ahazia akan mati. Mereka pulang dan melapor ke Raja Ahazia dan dia tahu orang yang ditemui mereka pasti Elia berdasarkan ciri khas yang ditanyakannya. Ahazia mengirimkan perwira dan 50 anak buahnya menjumpai Elia yang sedang duduk di puncak bukit untuk turun bersama mereka menghadap Ahazia. Namun mereka terbakar mati oleh api yang turun dari langit untuk membuktikan bahwa Elia adalah abdi Allah. Raja Ahazia mengirim lagi perwira lain dengan 50 anak buahnya menemui Elia tetapi mereka mengalami hal tragis yang sama. Raja Ahazia bersikeras hati tidak mau menyerah, dia mengirim kembali perwira ketiga dengan 50 anak buahnya untuk menemui Elia. Namun kali ini perwira tersebut bertindak beda dari dua perwira sebelumnya. Dia berlutut dan mohon belas kasihan kepada Elia agar menyelamatkan nyawanya dari api yang menghanguskan. Akhirnya Elia pergi menemui Raja Ahazia dan menjelaskan bahwa Ahazia akan mati karena lebih percaya kepada Baal-Zebub ketimbang Allah Israel yang hidup. Dan benar Ahazia tidak pernah bangun dari tempat tidur hingga ajal menjemputnya (2 Raja. 1:1-17).

Ingat, Tuhan melalui Firman-Nya menentukan hidup atau matinya seseorang. Akankah kita bertindak seperti Raja Ahazia yang tidak berbalik kepada Tuhan untuk meminta pertolongan dari-Nya? Apakah kita dalam keadaan sakit parah malah lari kepada dukun dan pengobatan alternatif? Tahukah kita bahwa suasana ‘dukacita’ karena masalah kesehatan, keuangan, pekerjaan dll. untuk membuat kita bertobat dan beroleh keselamatan (2 Kor. 7:9-10)? Jangan mengeraskan hati dan ngotot melawan Tuhan karena akan berakibat fatal! Sebaliknya, bila Firman Tuhan mengoreksi kesalahan kita, terimalah dengan penuh kerendahan hati karena akan menghasilkan keselamatan. Dokter boleh memvonis kita tidak ada harap-an untuk hidup, uang dan harta sudah habis untuk pengobatan, tubuh juga habis tinggal kulit pembalut tulang tetapi Tuhan berkuasa atas nyawa kita. Ada orang sakit sebab kelakuan dan dosa mereka; mereka sudah berada di pintu gerbang maut tetapi ketika mereka berseru-seru kepada Tuhan dan Firman Tuhan disampaikan, mereka diluputkan dari liang kubur (Mzm. 107:17-20).

Perempuan yang menderita pendarahan selama 12 tahun sudah kehabisan dana dan daya. Namun ketika mendengar berita-berita tentang Yesus, dia beriman Yesus berkuasa menyembuhkannya. Dia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah (jumbai) jubah-Nya dan benar dia sembuh dari penyakit yang menyiksanya bertahun-tahun (Mrk. 5:25-34). Yesus mengetahui ada tenaga/kuasa keluar dari diri-Nya lalu Ia bertanya siapa yang menjamah-Nya. Perempuan merespons dengan tersungkur di depan-Nya dan tulus memberitahukan segala sesuatu kepada-Nya. Melihat pengakuan dan sikap perempuan itu, Yesus mengatakan kepada-nya, “Hai anak-Ku (sebutan perempuan diganti menjadi anak-Ku; Red.), imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!"

Perempuan itu memegang jumbai jubah Yesus. Jumbai menggambarkan segala perintah Firman Tuhan yang harus diingat dan dilakukan (Bil. 15:37-39).

Jika kita menghargai pengajaran Firman Tuhan dan bersedia dikoreksi, kita dijadikan (di-upgrade menjadi) anak-Nya. Persoalan boleh sebesar Goliat tetapi kalau kita ‘mendatangi’ persoalan tersebut dengan Nama TUHAN semesta alam kita pasti mengalami kemenangan karena tangan-Nya bertempur bagi kita (bnd. 1 Sam. 17: 45-47).

Juga saat menghadapi masalah besar (bangsa Enak yang sangat besar dan kuat di negeri Kanaan), jangan bertindak seperti 10 pengintai yang merespons dengan perkataan negatif. Sebaliknya, bersikaplah seperti Kaleb dan Yosua yang percaya Tuhan menyertai mereka sehingga mereka mampu mengalahkan musuh (Bil. 13:25-33). Nama Kaleb berarti a dog/anjing yang memiliki sifat bergantung dan menyenangkan tuannya (= depend, delight on God). Kaleb berharap dan mengandalkan Tuhan, Tuannya, dalam menghadapi persoalan.

Bukankah manusia tidak luput dari persoalan? Bagaimana kita merespons persoal-an itu? Pandang dan andalkan Yesus yang menyandang Nama di atas segala nama dan di dalam Nama-Nya segala yang ada di langit, di bumi dan di bawah bumi bertekuk lutut (Flp. 2:9-11).

Bagaimana menghargai Nama Tuhan? Dengan menjaga mulut sebab apa yang keluar dari mulut itu menajiskan dan dapat melemahkan iman (Mat. 15:18-20). Ucapkan kata-kata positif yang membangun iman dan pegang Nama Tuhan Yesus Kristus yang berkuasa mengalahkan musuh.

Demikian pula dengan perempuan Kanaan yang pantang menyerah untuk kesembuhan anak perempuannya yang kerasukan setan dan sangat menderita. Sekalipun dihina dan dianggap seperti anjing, perempuan ini tidak mundur dan mengaku ‘anjing makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya’. Imannya yang teguh menyentuh hati Yesus dan sembuhlah anaknya (Mat. 15:21-28).

Jujur, tidaklah mudah untuk bertahan saat dihina/direndahkan. Marilah kita merespons positif dengan belajar ‘tahan bantingan’ menghadapi hinaan demi kebaikan kita sendiri.

Jangan mudah mundur menghadapi masalah! Kenyataannya, kita berdoa dan berpuasa saat menghadapi masalah serius tetapi mengentengkan masalah kecil yang justru menjatuhkan kita. Ingat, kita kesandung bukan oleh batu besar tetapi oleh kerikil-kerikil di depan kita.

  • Kita berakar serta berdasar pada kasih Kristus dan dikuatkan oleh Roh Kudus yang ada dalam batin kita. Bila kasih-Nya, Firman-Nya dan Roh Kudus ada pada kita, perlindungan lengkap melingkupi kita bagaikan Tabernakel yang memiliki empat lapis atap – tenda Tabernakel, tenda dari bulu kambing, tudung kulit domba jantan diwarnai merah dan tudung kulit lumba-lumba (Kel. 26:1,7,14). Apa yang kita takutkan bila Tuhan menjadi Gembala kita? Sekalipun kita berjalan dalam lembah kekelaman dan bahaya, Ia memelihara dan menyertai kita. Bahkan kita masih bisa tenang saat musuh di hadapan kita sebab kebajikan dan kemurahan-Nya mengikuti kita seumur hidup dan kita akan diam dalam rumah-Nya sepanjang masa (Mzm. 23:1-6).

Perlu diketahui, jika Roh Allah diam di dalam kita, Ia akan menghidupkan tubuh kita dari kematian (Rm. 8:11).

Apalagi yang kita butuhkan dan takutkan bila Allah mencurahkan pemeliharaan dan perlindungan-Nya oleh karena kasih-Nya yang tak terselami lebar, panjang, tinggi dan dalamnya? Terimalah pengajaran Firman Tuhan meskipun keras mengoreksi kita, taati Roh Kudus yang mengingatkan akan Firman-firman yang sudah kita terima agar kita tidak menyimpang dari jalan kebenaran! Juga tinggikan Nama-Nya yang berkuasa mengalahkan musuh-musuh besar serta jaga mulut untuk mengeluarkan perkataan positif dengan mengakui kebesaran Tuhan serta memuji Nama-Nya sebab hanya bagi Dia segala hormat dan kemuliaan yang kekal sampai selama-lamanya. Amin.