• KEADILAN-MU MENUMBUHKAN KEYAKINANKU (JOHOR)
  • Mazmur 119:137-144
  • Johor
  • 2025-04-06
  • Pdp. Arnold Sutandharu
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/ibadah-umum/1744-keadilan-mu-menumbuhkan-keyakinanku-johor
  • Video Ibadah: KLIK DISINI

Shalom, 

Firman Tuhan bertemakan “Keadilan-Mu Menumbuhkan Keyakinanku dibuka dengan satu proklamasi dan keyakinan dari pemazmur yakni, “Engkau adil, ya TUHAN, dan hukum-hukum-Mu benar (Your judgement is upright = penghakiman-Mu benar).” (ay. 137) Pemazmur mengatakan penghakiman Tuhan atas dasar hukum dan keputusan-Nya tegak lurus, tidak serong, tidak bengkok.

Di mana pun kita berada – dalam rumah tangga, masyarakat, pemerintahan dll. – kita membutuhkan standar dalam menengakkan keadilan. Standar itu selalu ditetapkan oleh otoritas tertinggi dalam suatu lingkungan. Misal: dalam rumah tangga, yang jadi sumber standar adalah orang tua. Di perusahaan, otoritas tertinggi ada di tangan direktur untuk mengeluarkan peraturan-peraturan. Di negara kita, DPR, dan Presiden jadi sumber standar keadilan berupa UU dan peraturan-peraturan.

Pemazmur sedang berbicara tentang Tuhan. Siapa yang punya otoritas lebih tinggi dari-Nya? Tidak ada! Jadi standar yang dipakai Tuhan tidak lain adalah diri-Nya sendiri dan Ia tidak mungkin bertindak mengkhianati karakter-Nya sendiri. Karena itulah saat Ia berjanji kepada Abraham dengan sumpah, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri (Kej. 22:16-18; Ibr. 6:13-14). 

Jadi, saat pemazmur mengatakan, “Engkau adil (bhs. Ibr. Tsaddiyg = righteous = benar), ya TUHAN,”, itu artinya: pemazmur yakin dan mengaminkan bahwa Tuhan dalam seluruh tindakan, keputusan, pemikiran dan rencana-Nya selalu sejalan dengan sifat dan karakter-Nya yang tidak akan pernah dilanggar oleh-Nya sendiri.  

Dari mana Pemazmur tahu hal ini? Bahwa Tuhan selalu berlaku benar berdasarkan sifat dan karakternya sendiri yang tidak pernah berubah. Dari mana Pemazmur menemukan bukti keadilan dan kebenaran Tuhan? 

  • Pemazmur Menjumpai Kebenaran Tuhan saat Ia Meneliti Peringatan-Peringatan (testimonies = kesaksian) Firman-Nya (ay. 138-140).

Apa yang dimaksud dengan “peringatan-peringatan”? Ternyata bukan sekadar peringatan (warning) untuk tidak melakukan sesuatu tetapi Lebih tepatnya seperti “monumen/tugu peringatan” yang diperintahkan dibangun oleh Allah sendiri untuk mengingatkan atau bersaksi tentang siapa Allah dan bagaimana karakter-Nya, dari generasi ke generasi berikutnya – kasih setia-Nya, karya-Nya yang ajaib dan kudus, tidak kompromi dengan dosa dst. Contoh: kita diingatkan akan tiang api dan tiap awan di era Musa, 10 tulah, Yesus berinkarnasi di bumi dll.

Apa maksudnya Tuhan memerintahkan peringatan-peringatan ini “dalam keadilan dan kesetiaan?” Maksudnya adalah Allah sendiri memastikan bahwa “tugu peringatan” ini asli sesuai dengan fakta, bukan karangan manusia. Kisah Adam-Hawa, banjir Nuh, Abraham, keluarnya Israel dari Mesir, semuanya adalah sesuai sejarah, bukan dongeng atau mitos.

Sering kali orang Kristen melihat Alkitab sebagai buku cerita, sementara teori-teori seperti Teori Evolusi diterima dan diajarkan sebagai sejarah. Jangan heran anak-anak kita sekarang menerima “monumen bersejarah” dalam Firman sebagai dongeng. Mungkin dongeng yang baik, menghibur, penuh makna moral tetapi sekadar kisah. Tapi ini bukan maksud Allah! Tuhan memberikan Firman-Nya sebagai monumen peringatan sejarah.

Di dalam monumen sejarah juga ada monumen mengenai penghakiman-penghakiman Tuhan yang adil dan benar sesuai dengan sifat-Nya. contoh: ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Allah menghakimi mereka dengan kepastian kematian. Kisah penghakiman tentang banjir besar di era Nuh, turunnya api pada Sodom dan Gomora dst. Penghakiman demi penghakiman menjadi tugu peringatan bagi pemazmur maupun kita untuk menunjukkan keadilan dan kebenaran Tuhan.

Orang yang sudah meneliti Firman menemukan betapa Firman yang menunjukkan keadilan dan kebenaran. Dalam hatinya pasti muncul semangat (the zeal = cemburu, hasrat membara) yang tidak terima saat Firman dilecehkan orang (ay. 139). Hatinya tidak terima bukan karena tersinggung, tetapi ada keinginan yang menggebu untuk menegakkan keadilan Firman itu.

Kenyataannya, di luar sana kita banyak bertemu dengan orang-orang yang melecehkan Firman Tuhan oleh karena ketidakmengertian mereka, bukan karena masalah permusuhan pribadi dengan kita. Karena itu, zeal “tidak terima” ini bukan untuk memarahi mereka, atau untuk bertengkar dengan mereka. Zeal kita untuk berbelas kasihan kepada mereka dan jadi semangat menjelaskan Firman Tuhan agar mereka pun bisa mengerti keadilan Tuhan dalam FirmanNya itu.

Berikutnya pemazmur menyatakan, “Janji-Mu (bhs. Ibr. Imrah = Your word, utterance = perkataan) sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya.” (ay. 140) Perkataan/Firman yang dapat dipercaya dan akan digenapi, maksudnya kalau kita menguji perkataan/janji Tuhan, perkataan-Nya akan muncul dan terbukti murni. Waktu kita membongkar, menelaah, mempelajari Firman Tuhan, bahkan saat kita kembalikan ke bahasa aslinya (bhs. Ibrani atau bhs. Yunani), ternyata, semakin diuji, semakin kita temukan murni kebenarannya. Kita temukan betapa Firman Tuhan itu lengkap, saling mendukung dan saling menjelaskan. Saling terhubung antara kitab yang satu dengan yang lain. Ini membuktikan Tuhan sendirilah yang menjadi Penulis Utama Alkitab kita.

Di dalam Firman, kita menjumpai peringatan-peringatan yang membuktikan keadlian Tuhan. Semakin kita mengenal dan mendalami Firman, semakin kita mencintainya. Namun Firman bukan hanya untuk dikenali dan dipahami, tetapi untuk dipraktikkan (Yak. 1:22-23; 2:17). Praktik Firman butuh totalitas, komitmen total segenap hidup kita, untuk sepenuhnya mengandalkan Firman.

Seperti perumpamaan Yesus mengenai orang yang menemukan harta di ladang. Dia kemudian pergi menjual semua miliknya lalu membeli ladang itu (Mat. 13:44). Kalau kita menemukan betapa berharganya Firman Tuhan dan terbukti kebenaran serta keadilan-Nya, tindakan selanjutnya ialah maukah kita menjual segala milik kita dan berani mengambil risiko hidup kita pertaruhkan di dalam ladang Firman Tuhan? 

Seperti juga saat Petrus bersama teman-temannya terperangkap di tengah badai. Setelah menemukan Yesus berjalan di atas air, bayangkan betapa besar komitmen Petrus mempercayakan diri pada Firman panggilan Yesus, untuk turun dari perahu di tengah badai besar dan kegelapan malam itu (Mat. 14:24-32). 

Inilah cara kedua di mana Pemazmur menemukan bukti kebenaran Tuhan:

  • Pemazmur Menjumpai Kebenaran Tuhan saat Ia Mengandalkan Firman (ay 141-144)

Ini adalah praktik hidup Pemazmur. Ia mengandalkan Firman Tuhan dalam berbagai segi kehidupannya. Dalam ayat 141-144 kita melihat beberapa contoh:

Ayat 141 bicara tentang bagaimana Pemazmur mengandalkan Firman dalam keadaan kecil dan dihina orang.

“Aku ini kecil dan hina tetapi titah-titahMu (bhs. Ibr: piqquwd = precepts = aturan-aturan moral dalam pergaulan hidup sehari-hari) tidak kulupakan”.

Pemazmur menganggap dirinya kecil dan hina, tidak mempunyai kuasa apa-apa tetapi ia tidak mau ikut arus, dan dikendalikan oleh orang lain kemudian hanyut. Apa pegangan orang yang kecil dan hina? Pemazmur berpegang (mengandalkan) titah-titah-Nya.

Ayat 142 bicara tentang bagaimana pemazmur mengatasi kesia-siaan hidup yang fana ini.

”Keadilan-Mu adil untuk selama-lamanya, dan Taurat-Mu benar. ”

Sungguh manusia merindukan keadilan/kebenaran (Pkh. 3:16) serta kekekalan yang tidak diperolehnya walau Allah memberikan kekekalan dalam hatinya (Pkh. 3:11). Karena manusia gagal mencapai dua hal ini, mereka menjadi frustasi dan merasa hidupnya sia-sia (ay. 19). Namun pemazmur melihat Taurat menjadi solusi dan Tuhan memberikan jalan menghadapi kesia-siaan hidup ini. Untuk mencapai kekekalan dan menikmati keadilan, Tuhan memberikan Taurat-Nya yang dapat diandalkan.

Hukum Taurat berlaku di zaman Israel, bagaimana dengan kita sekarang? Taurat digenapi di dalam Yesus Kristus untuk menghadapi kesia-siaan hidup dengan tidak adanya keadilan dan kekekalan – makin tua makin banyak koleksi penyakitnya karena termakan usia. Sama seperti pemazmur mengandalkan Taurat, kita juga harus mengandalkan Yesus Kristus untuk mendapatkan kekekalan bersama Tuhan juga kebenaran/keadilan-Nya dilimpahkan bagi kita.

Ayat 143 bicara tentang bagaimana Pemazmur bersikap di tengah kesesakan dan kesusahan.

”Aku ditimpa kesesakan dan kesusahan, tetapi perintah-perintah-Mu (Your commandments) menjadi kesukaanku. ”

Di era Musa, perintah-perintah ini merujuk pada 10 perintah Allah tetapi dalam Perjanjian Baru, Yesus menyimpulkan seluruh perintah Allah/Hukum Taurat menjadi hukum kasih (Mat. 22:37-39) – kasih terhadap Tuhan dan kasih terhadap sesama.

Jujur, ketika dalam kesesakan dan kesusahan, fokus perhatian manusia cenderung menyempit, hanya kepada masalahnya sendiri. Manusia jadi tidak peduli orang lain, bahkan orang-orang terdekat sekalipun. Namun pemazmur mengingatkan agar di tengah kesesakan dan kesusahan, kita justru berpegang pada perintah-perintah-Nya (yaitu perintah untuk mengasihi Tuhan dan sesama tadi), bukan hanya fokus pada penderitaan kita sendiri. Dengan cara inilah kesesakan kita akan berubah menjadi kesaksian kita.

Ayat 144 bicara tentang bagaimana Pemazmur mengandalkan Firman dalam menghadapi persimpangan-persimpangan jalan hidupnya.

“Peringatan-peringatan-Mu (Your testimonies) adil untuk selama-lamanya, buatlah aku mengerti supaya aku hidup.”

Di dalam perjalanan rohani kita bersama Firman Tuhan, kita melihat tugu-tugu peringatan supaya kita tidak tersesat. Ketika mengerti peringatan-peringatan ini, Firman menjadi penunjuk arah yang tepat saat kita menghadapi persimpangan-persimpangan jalan.

Daud dua kali berada di persimpangan jalan hidupnya, saat ia berkesempatan membunuh Saul. Teman-temannya juga mengatakan bahwa ini waktunya Tuhan bagi Daud. Tuhan menyerahkan Saul ke dalam tangannya (1 Sam. 24:5; 26:8). Namun Daud yang akrab dengan Firman, ia melihat “tugu peringatan” Tuhan di Bilangan 16, yaitu sejarah pemberontakan Korah, Datan, dan Abiram kepada Musa dan Harun. Ia mengerti bahwa dia tidak boleh menyentuh orang yang diurapi-Nya (1 Sam. 24:10). Daud memilih jalan yang benar dan dia hidup dalam perkenan Tuhan.

Sudahkah kita mempraktikkan peringatan-peringatan Tuhan (bukan sekadar dibaca) saat berada dalam persimpangan-persimpangan hidup kita? Apakah kita berada dalam persimpangan karier, persimpangan hendak jatuh dalam dosa atau sudah di dalam dosa? Maukah kita bertobat atau malah meneruskan hidup dalam dosa? Kembalilah ke jalan Tuhan dan andalkan peringatan-peringatan-Nya maka kita akan hidup di dalam kekekalan.

Kini kita tahu keadilan Tuhan menumbuhkan keyakinan kita, saat kita meneliti Firman untuk menemukan peringatan-peringatan-Nya. Selain itu juga saat kita mengandalkan Firman-Nya di setiap aspek kehidupan. Dengan dua hal ini, semakin lama kita semakin banyak menemukan bukti-bukti nyata betapa Tuhan itu benar dan adil, sehingga kita makin diteguhkan bahwa keyakinan kita di dalam Dia tidak pernah sia-sia. Amin.

  • Video Youtube Ibadah: