Shalom,
Mazmur 113 – 118 disebut pula Mazmur “Haleluya Mesir (Hallel Mesir)” karena dinyanyikan oleh orang Yahudi di malam Paskah sepanjang satu minggu untuk mengenang karya Allah yang telah membebaskan bangsa Israel dari Mesir. Mazmur 113 – 114 dinyanyikan sebelum makan malam sementara 115-118 dinyanyikan sesudah makan malam. Ingat setelah Yesus mengadakan perjamuan malam terakhir dengan murid-murid-Nya, mereka menyanyikan pujian (Mazmur 118) kemudian pergi ke Bukit Zaitun (Mat. 26:30)?
Apa makna Mazmur 113 bagi kita sekarang?
“Haleluya” Pujilah hai hamba-hamba TUHAN, pujilah nama TUHAN!” (ay. 1)
Warna Mazmur 113 sudah terlihat sejak dari awal yakni kata “haleluya" yang merupakan suatu ajakan, dorongan dan perintah “Hai kalian pujilah TUHAN/YHWH”.
Siapa yang harus memuji Tuhan? Hamba-hamba-Nya – bukan hanya pendeta tetapi kita semua yang sudah ditebus/dibeli oleh darah Kristus. Bukankah status hamba baru bebas kalau dia dibeli?
Kapan Tuhan harus dipuji? “Kiranya nama TUHAN dimasyhurkan sekarang ini sampai selama-lamanya. Dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN.” (ay. 2-3)
Kita memuji Tuhan tanpa henti-hentinya karena Ia kekal sehingga sudah selayaknya kita memuji Dia selamanya dari terbit sampai terbenamnya matahari – ini bukan bicara mengenai waktu tetapi tempat terbitnya di Timur hingga terbenam di Barat, dari ujung satu ke ujung lain di seluruh bumi harus memuji Tuhan.
Mengapa kita harus memuji Tuhan? “TUHAN tinggi mengatasi segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi langit.” (ay. 4)
“Tuhan yang tinggi” menunjukkan bahwa Ia transenden – tinggi, berbeda, kudus – yang tidak dapat dijangkau oleh ciptaan-Nya. Ia tinggi melampaui langit dan segala bangsa bahkan mengatasi mereka.
“Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi,” (ay. 5)
Jelas ini berbicara mengenai Tuhan yang jauh sekali (transenden) tetapi pernyataan ini belum selesai dilanjutkan dengan, “yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?” (ay. 6)
Heran, justru saat Tuhan dalam posisi mahatinggi, mahamulia, mahajauh dari kita, Ia malah merendahkan diri melihat ke langit dan ke bumi. Bagi kita, langit sangatlah tinggi dan sulit terjangkau tetapi bagi Tuhan, melirik ke langit sama dengan merendah apalagi melihat ke bumi. Inilah hebatnya Tuhan Allah kita, Ia tidak hanya mahatinggi tetapi juga mau merendahkan diri.
Introspeksi: seberapa jauh kita yang mengaku hamba Tuhan dan aktif dalam banyak pelayanan bersedia merendahkan diri seperti diteladankan oleh Tuhan? Atau kita terpancing dengan keberhasilan dan kekayaan yang dimiliki kemudian meningkatkan harga diri sehingga sulit merendahkan diri? Tahukah Tuhan merendahkan diri tidak hanya sekali tetapi berkali-kali? Misal: dalam penciptaan, Roh Allah yang tinggi merendah melayang-layang di atas permukaan air (Kej. 1:2); saat menciptakan manusia dari debu tanah, Allah Sang Penjunan membentuk manusia dari debu tanah (di bumi) di tangan-Nya (Kej. 2:7); Allah melihat penderitaan bangsa Israel bahkan turun untuk melepaskan mereka dari perbudakan orang Mesir (Kel. 3:7-8); Allah memerintahkan bangsa Israel mendirikan Tabernakel karena Ia mau berdiam di tengah-tengah mereka dan menjadi Allah mereka (Kel. 29:45); janji “Aku akan diam di tengah-tengah mereka dan Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” diulang-ulang terus sepanjang Kitab Perjanjian Lama bahkan diulang kembali di Kitab Perjanjian Baru yang mana janji tersebut tidak lagi kepada bangsa Israel tetapi kepada kita, orang kafir, di dalam Kristus (2 Kor. 6:16); Rasul Yohanes melihat Yerusalem Baru turun dari Surga dari Allah dan kemah Allah/Tabernakel ada di tengah-tengah manusia, Ia akan diam bersama-sama mereka, mereka menjadi umat-Nya dan Ia menjadi Allah mereka (Why. 21:1-3). Sampai saat ini pun Tuhan masih merendahkan diri-Nya mau berbicara dan membentuk kehidupan kita.
Sesungguhnya Tuhan yang tinggi tidak ada hubungan sama sekali dengan kemanusiawian kita namun kalau Ia turun (ke bumi) merendahkan diri, Ia pasti memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai.
Kalau begitu apa tujuan Tuhan merendahkan diri? Terjadi:
- Perubahan identitas manusia: orang lemah menjadi kuat, orang hina menjadi mulia, perempuan mandul menjadi ibu anak-anak (ay. 7-9).
Contoh: Gideon yang penakut menjadi pahlawan gagah berani oleh karena kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Ketika Simon Petrus dapat menjawab pertanyaan Yesus dengan tepat, dia disebut Petrus dan di atas batu karang (Petrus) didirikan jemaat-Nya dan alam maut tidak akan menguasainya (Mat. 16:16-18).
Yesus sendiri mengalami perubahan identitas, walau dalam rupa Allah Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan melainkan mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia taat sampai mati di kayu salib (Flp. 2:6-8). Ini puncak perubahan identitas bagaimana Allah membiarkan putra Tunggal-Nya mati seperti orang tidak ada harganya.
Apa dampaknya ketika Yesus yang tinggi turun ke dunia menjangkau kehidupan manusia? Terjadi perubahan identitas: orang sakit menjadi sembuh, orang mati dibangkitkan, orang berdosa menjadi orang benar, orang bodoh menjadi bijak, orang lemah menjadi kuat, orang hina dipilih Allah untuk meniadakan apa yang tidak berarti supaya tidak ada seorang pun memegahkan diri di hadapan-Nya (1 Kor. 1:26-29).
Perhatikan, perubahan identitas di dalam Yesus Kristus bukan sekadar ganti baju yang tampak di luar saja tetapi perubahan radikal yang mendasar. Yesus menggambarkan perubahan identitas ini dengan istilah lahir kembali (Yoh. 3:3).
Kita mengalami kelahiran dua kali: (1). kelahiran jasmani dari rahim ibu dan (2) dilahirkan kembali menjadi manusia rohani dari air dan Roh untuk dapat masuk Kerajaan Allah (Yoh. 3:5) sebab apa yang dilahirkan dari daging adalah daging dan yang dilahirkan dari Roh adalah roh (ay. 6). Ingat, selama dalam daging, kita tidak ada bagian di dalam Kerajaan Allah. Sebagaimana kita tidak dapat memilih di mana, kapan, jenis kelamin, oleh siapa kita dilahirkan; demikian pula kelahiran rohani kita sepenuhnya adalah karya Allah. Ia membangkitkan rohani kita yang mati, memberikan hidup baru dan mengubah identitas kita menjadi manusia rohani. Itu sebabnya tidak ada yang patut kita banggakan bila terjadi perubahan identitas menjadi manusia baru karena semuanya karya Allah semata.
Apa manfaatnya memiliki identitas baru? Dengan identitas baru ini, kita dapat memilih Tuhan sebab kenyataannya tidak ada seorang pun mencari Tuhan (Rm. 3:11) dan tidak ada seorang pun berbuat baik (ay. 12). Kebaikan/kesalehan manusia duniawi hanyalah seperti kain kotor (Yes. 64:6). Dengan pengalaman lahir baru oleh air Firman dan Roh Kudus memungkinkan kita percaya dan beriman kepada Tuhan Yesus sehingga kita berubah identitas menjadi anak-anak Allah dan apa yang kita lakukan akan berkenan kepada-Nya.
- Perubahan karakter manusia.
Perubahan identitas harus dilanjutkan dengan perubahan karakter seperti kata pemazmur bahwa orang hina tidak hanya ditegakkan dan diangkat (perubahan identitas) tetapi didudukkan bersama dengan para bangsawan juga perempuan mandul didudukkan sebagai ibu anak-anak yang penuh sukacita (Mzm. 113:8-9).
Ujian dari perubahan identitas adalah saat kita didudukkan, apakah muncul karakter baru? Atau masih mempertahankan karakter lama? Ilustrasi: seorang miskin, hina, lemah, pengangguran beroleh belas kasihan dari seorang direktur yang sedang lewat kemudian dirawat sampai menjadi kuat lalu diberi jabatan general manager di perusahaannya. Identitas orang miskin ini berubah yang tadinya pengangguran sekarang menjadi general manager. Namun saat didudukkan sebagai general manager, apakah dia tetap bertindak dan berkarakter seperti orang hina, tidak dapat bekerja dan tidak mempunyai kemampuan sosial karena lemah secara mental? Jika dia tetap berkarakter seperti itu, apa kata dunia? Bumi gemetar dan tidak tahan karena seorang hamba menjadi raja (Ams. 30:21-23) sebab tidak pantas berada di posisi itu bagaikan “kere munggah bale” → suatu ketidakpantasan jika orang jelata duduk di kursi ningrat.
Tuhan mengangkat orang hina, lemah, miskin dan tidak mampu berdiri sendiri menjadi anak-anak Allah dan memiliki identitas baru. Namun semua ini harus diikuti dengan perubahan karakter bebas dari kebiasaan dan
pemikiran orang hina dan miskin. Kenyataannya, kita masih sering terikat dengan karakter lama walau sudah memiliki identitas baru dengan alasan kita sudah dari sononya berkarakter pemarah, suka selingkuh, berpikiran miskin dll. Perubahan identitas menuntut perubahan karakter, kalau kita gagal berubah karakter maka sesungguhnya kita menghina Tuhan karena kita tidak menghargai kesempatan ditempatkan pada kedudukan yang baik.
Introspeksi: apakah identitas baru yang kita peroleh diikuti dengan karakter baru untuk memuji dan memuliakan Nama Tuhan? Jangan mempertahankan karakter lama yang tidak baik karena sama dengan kita merendahkan Tuhan yang sudah merendahkan diri-Nya.
Kurban-Nya yang begitu besar telah menyucikan dan melahirbarukan kita sehingga kita menjadi ciptaan baru di dalam Kristus dan yang lama sudah berlalu (2 Kor. 5:17). Jadi kalau kita tetap berkarater lama yang tidak baik, kita membuat Tuhan menjadi penipu.
Kita beroleh penebusan oleh kurban Kristus sehingga kita berubah identitas dan ini disebut pembenaran yang sepenuhnya hasil karya Allah. Dengan identitas baru ini kita dimungkinkan untuk memilih Tuhan, membuat kita memilih karakter serupa dengan Kristus dan ini disebut pengudusan yang mana Roh Kudus mengingatkan, memberi motivasi dan kekuatan serta memampukan kita untuk hidup dalam kekudusan. Kalau dalam pembenaran, sepenuhnya merupakan karya Allah; di dalam pengudusan, kita ikut bertanggung jawab menjaga hati dan pikiran untuk tetap hidup kudus. Jangan sekali-kali menyalahkan Tuhan jika kita jatuh berulang-ulang di dalam dosa karena kita ikut bertanggung jawab di dalamnya.
Kita layak memuji Tuhan bukan karena Dia tinggi tetapi karena Dia yang tinggi mau merendahkan diri. Puncak kerendahan diri Yesus ditunjukkan di atas kayu salib. Pada saat Ia merendahkan diri terjadi perubahan identitas, kita dibenarkan menjadi anak-anak Allah. Perubahan identitas ini harus disertai dengan perubahan karakter sehingga kita tidak lagi berperilaku seperti anak-anak Iblis yang suka berbohong, menyakiti orang lain. Sebaliknya, perilaku kita makin serupa dengan Kristus. Waspada jika kita tidak mengerjakan pengudusan ini, kita sejatinya menghina Tuhan dan mendorong orang lain tidak memuji Tuhan tetapi menghina-Nya. Marilah kita menghargai Tuhan yang telah merendahkan diri berdampak perubahan identitas dan karakter yang perlu kita pertahankan untuk tetap menjadi anak-anak Allah. Amin.