Shalom,
Perlu diketahui Mazmur 112 merupakan bagian dari Mazmur Haleluya yang ditulis secara berurutan dari Mazmur 111 – 113. Pada bagian akhir dari Mazmur 111, pemazmur menetapkan prinsip yang tidak terbantahkan, yakni, “Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik,. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya.” dan Mazmur 112 menguraikan kebahagiaan orang yang takut akan Tuhan.
Tuhan itu layak dipuji. Penghormatan dan ketaatan kita kepada-Nya bukan sebagai kewajiban tetapi demi kebaikan kita sendiri. Perintah-perintah Allah dirancang-Nya sendiri dengan sangat baik dan sangat memerhatikan kebahagiaan manusia.
Apa manfaat dan keuntungan kita bersikap takut akan Tuhan?
- Menuntun kita berbicara dan bertindak dengan benar sehingga memberi keseimbangan serta menghasilkan kebaikan.
Mulut dan tindakan atau perilaku kita menjadi tidak asal-asalan karena ada kontrol yang ketat supaya apa yang kita lakukan dan ucapkan selalu terjaga tidak menimbulkan dosa.
- Membuat kita menjadi bijaksana.
Tahukah hikmat sejati berakar dari iman yang benar dan penghormatan kepada Allah? Orang benar hidup oleh karena rasa takut yang tulus kepada Allah dan hidup dengan ketaatan kepada-Nya. Mereka yang melakukannya berakal budi dan memiliki pengertian yang baik/sempurna.
Ketika takut akan Tuhan menguasai hati seseorang, orang itu memiliki komitmen tulus untuk menaati dan melakukan perintah Tuhan. Orang semacam ini dianggap bijaksana sehingga ia dihormati dan dihargai oleh manusia juga Allah. Ketaatannya kepada Tuhan mencerminkan pemahamannya yang dalam karena ia menjadikan perintah/Firman Tuhan sebagai panduan hidupnya. Bahkan ketaatannya membuka jalan kepada pemahaman-pemahaman selanjutnya tentang Allah sebab barangsiapa melakukan kehendak-Nya memahami ajaran Yesus Kristus (Yoh. 7:17) dan ini adalah jalan benar menuju kebahagiaan.
Selanjutnya pemazmur membahas tentang janji kebahagiaan bagi orang yang takut kepada Tuhan di Mazmur 112, yakni:
- Pernyataan umum untuk orang yang takut akan Tuhan.
“Haleluya – pujilah Tuhan” (ay. 1) ditekankan lagi dengan tujuan utama agar Tuhan dimuliakan,
dipuji atas berkat yang diberikan kepada mereka yang takut kepada-Nya.
“Berbahagialah (blessed = diberkatilah)” dalam konteks ini tidak hanya berbahagia bersifat emosional tetapi lebih ke arah kebahagian dan kesejahteraan oleh sebab hidup benar seturut kehendak Tuhan.
Kebahagiaan ini diberikan kepada mereka yang takut pada Tuhan – suatu ketakutan tidak bersifat negatif seperti takut kepada hantu dll. tetapi takut lebih karena hormat dan kagum yang mendalam kepada Tuhan oleh sebab ketaatan dan penghargaan penuh terhadap Firman-Nya. Ada dorongan/hasrat besar dari hati dan secara aktif menyukai serta menaati perintah Tuhan untuk hidup sesuai kehendak-Nya.
Jadi, takut akan Tuhan menunjukkan relasi penuh kasih dan hormat kepada Tuhan yang diwujudkan melalui ketaatan dan sukacita terhadap Firman-Nya dan mendorong kita untuk hidup saleh. Ilustrasi:
orang yang takut akan Tuhan bagaikan pohon berakar kuat di dalam iman dan ketaatan kepada Tuhan. Badai kencang boleh menerpa dan mencoba merobohkannya tetapi pohon itu tetap tegak berdiri karena akar (hatinya) tertanam kuat di dalam hukum/Firman Tuhan. Sebaliknya, pohon yang akarnya dangkal akan mudah tumbang saat badai datang; demikianlah orang yang tidak takut kepada Tuhan dan hidupnya tanpa panduan Firman Tuhan akan mudah goyah saat menghadapi tantangan hidup.
- Letak kebahagiaan orang benar yang takut akan Tuhan (ay. 2-10).
- Keturunan (anak-cucu) mereka diberkati dan menikmati harta kekayaan disertai dengan kebenaran atau kebajikan (ay. 2-3).
- Ada penghiburan dan mereka diperlengkapi dengan hikmat untuk mengelola berkat-berkat yang dipercayakan kepadanya (ay. 4-5).
- Mereka ada ketenangan dan keyakinan dalam menghadapi kesulitan serta tidak takut terhadap berita buruk. Mereka tidak takut menghadapi masalah karena hati mereka teguh dan percaya kepada Tuhan (ay. 6-8). Hal ini memberikan kedamaian batin, ketenangan, kemantapan hidup atau kestabilan.
- Mereka menjadi berkat bagi orang lain dan dihormati (ay. 9-10). Mereka dikenal murah hati, diberkati dengan kehormatan dan menjadi teladan bagi orang lain sementara musuh-musuhnya tidak dapat meruntuhkan mereka yang hidup dalam kebenaran.
Keadaan tersebut berbeda dengan dunia yang berpandangan bahwa kebahagiaan diperoleh dengan mengutamakan kepentingan diri sendiri serta merencanakan kebahagiaan bersifat perorangan. Ironis, kebahagiaan semacam ini jarang membawa kita kepada kebahagiaan yang dijanjikan oleh Tuhan. Bila Kristus ada di dalam kita, kebahagiaan bukan lagi untuk diri sendiri melainkan kita memberikan diri kita (dengan kasih yang suka berkurban) agar umat Allah tumbuh dengan Roh Agapenya Kristus. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh orang-orang di luar Kristus.
Kebahagiaan orang benar terkait dengan berkat disebabkan karena Tuhan memberkatinya secara jasmani maupun rohani. Umat Tuhan harus mengakuinya sebagai pemberian dari Tuhan. Ketika mereka mengalami pencobaan, Tuhan tetap menjaga dan memberkati sesuai dengan kebutuhannya. Secara keseluruhan, kebahagiaan orang benar tidak hanya diukur dari berkat duniawi tetapi dari kedalaman hubungannya dengan Tuhan, tercermin dari kehidupan yang penuh bijaksana, kasih dan keteguhan iman. Oleh sebab itu ketika menghadapi cobaan, mereka tetap teguh dan percaya Tuhan menyertai mereka dalam segala keadaan. Orang seperti ini akan tetap berbahagia serta dihormati karena kehidupan yang benar dipandang mulia oleh Tuhan.
Bagaimana kita dapat memiliki kebahagiaan dan keteguhan semacam itu?
- Dengan takut akan Tuhan.
Takut akan TUHAN adalah fondasi kuat bagi kehidupan yang diberkati.
Orang yang takut akan Tuhan dan senang melakukan perintah-perintah-Nya akan diberkati (Mzm. 111:10; 112:1). Kebahagiaan sejati tidak terletak pada hal-hal duniawi seperti: mendapatkan kendaraan baru, pemasukan uang lebih banyak dari biasanya dst. melainkan taat pada kehendak Tuhan. Ketika seseorang menempatkan Tuhan sebagai pusat dari hidupnya, kebahagiaan datang dari hubungan yang dekat dengan-Nya.
Memang rasa takut (akan kabar buruk, musuh mau menyerang dll.) sering mengganggu kita tetapi di atas semua rasa takut itu yang paling penting ialah rasa takut akan Tuhan seperti ditegaskan oleh Salomo tertulis di Pengkhotbah 12:13, “Sesudah mempertimbangkan segala sesuatu, inilah inti dari hidup manusia: takut akan Tuhan dan menaati perintah-perintah-Nya.”
Sebenarnya ketakutan itu sendiri bukanlah sesuatu yang buruk, misal: kita mengajari anak-anak kita untuk takut (rasional) akan bahaya ketika menyeberang jalan, dll. agar mereka lebih hati-hati. Namun ada ketakutan lain (irasional) yang melumpuhkan dan membuat kita tidak dapat hidup; ketakutan semacam ini hanya dapat dikalahkan dengan membangun hubungan dengan Tuhan
secara benar. Takut akan Tuhan dan hidup dalam ketaatan kepada Firman-Nya mampu mengalahkan ketakutan yang tidak rasional bahkan kita bergembira di dalamnya (Mzm. 119:16).
Orang yang takut akan Tuhan tidak hanya menjadi berkat bagi diri sendiri tetapi juga bagi generasi berikutnya. Bayangkan kalau anak cucu kita juga takut kepada Tuhan, mereka perkasa di bumi dan tidak meminta-minta roti (Mzm. 37:25).
Perlu diketahui hidup takut akan Tuhan dan taat kepada perintah-Nya bukan berarti kita hidup tanpa atau bebas dari masalah. Nenek moyang kita, Ayub, termasuk orang yang takut akan Tuhan tetapi dia tetap mengalami penderitaan yang luar biasa. Karakter takut akan Tuhan tidak melindungi kita dari penderitaan tetapi memampukan kita menghadapi pencobaan dengan hati teguh untuk memuliakan Tuhan dalam segala keadaan. Rasul Petrus menegaskan dalam suratnya, “Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar.” (1 Ptr. 3:14)
Aplikasi: orang tua wajib menerapkan prinsip takut akan Tuhan kepada anak cucunya dan menjadi teladan hidup dalam ketaatan kepada-Nya untuk memastikan berkat Tuhan turun kepada mereka. Ada banyak cara praktis yang dapat kita gunakan, misal: meluangkan waktu bersama keluarga, berdoa dan membaca Alkitab bersama serta melatih anak-anak sejak dini untuk memimpin doa agar mereka terbiasa berdoa di depan umum tanpa malu-malu.
- Percaya penuh kepada Tuhan sebagai kunci keteguhan iman.
Hati yang percaya kepada Tuhan adalah hati yang teguh, tidak mudah terguncang baik oleh berita buruk atau keadaan sulit yang datang silih berganti. Hatinya kuat karena ditopang oleh kekuatan Allah yang menciptakan. Orang ini memiliki keyakinan penuh bahwa Tuhan sanggup menangani segala masalah yang menerpanya. Dia tahu Tuhan memegang kendali seluruh alam semesta juga mengatur setiap hal di dalam hidupnya. Dia percaya masa depannya ada di dalam tangan Tuhan sehingga dia tidak khawatir dengan apa yang akan terjadi dengannya. Dia tidak goyah ketika difitnah, direbut kenyamanannya dan bertekad untuk terus melangkah di jalan yang Tuhan kehendaki walau terasa sakit. Contoh: Yusuf dibenci, dibuang ke sumur kering, dijual ke Mesir, difitnah hingga dijebloskan ke penjara (bawah tanah) namun dia tetap menantikan Tuhan dengan iman yang teguh (bnd. Mzm. 27:14). Sebaliknya, hati yang mendua – hati yang terpecah tidak memiliki kemantapan, hati yang bimbang (bnd. Mzm. 119:112-113; Yak. 1:8) – tidak mampu berdiri teguh dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup. Tanpa kepercayaan teguh, hati akan mudah goyah dan selanjutnya akan dikuasai oleh ketakutan.
Aplikasi: menghadapi berita buruk di semua lini kehidupan – krisis kebutuhan ekonomi, bencana perang bahkan masalah dalam rumah tangga, keluarga, pribadi – dan tidak ada seorang pun kebal terhadap masalah maka kita harus menghadapinya dengan iman yang teguh. Jangan malah tenggelam dalam ketakutan tetapi iman kita kepada Tuhan membuat kita mampu menjalani hidup dalam ketenangan saat badai melanda. Kita melatih diri untuk datang kepada Tuhan dan menyerahkan ketakutan kita kepada-Nya.
Hidup takut akan Tuhan bukanlah beban melainkan sumber sukacita dan kebahagiaan yang mengalir dari hati yang setia dan senang melakukan kehendak Tuhan. Ini juga membawa berkat bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi anak cucu kita. Selain itu kepercayaan yang teguh memberikan kekuatan untuk bertahan menghadapi ketakutan, tantangan dan kegelapan dunia. Di dalam takut akan Tuhan dan percaya kepada-Nya kita menemukan kebahagiaan sejati dan keteguhan yang tidak tergoyahkan. Amin.