Shalom,
Hendaknya kita senantiasa bermazmur bagi Tuhan bukan hanya menyanyi dan memuji Tuhan di hari Minggu saja.
Apa kata pemazmur 104 diakhir tulisannya? “Biarlah habis orang-orang berdosa dari bumi dan biarlah orang-orang fasik tidak ada lagi! Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Haleluya!” (ay. 35)
Pemazmur mengakhiri tulisannya dengan menyebut “haleluya” yang sama artinya dengan “pujilah Tuhan”. Jujur, ketika kita menerima berkat dari seseorang, mulut kita memang mengatakan “Puji Tuhan telah mendapat berkat” tetapi sesungguhnya kita lebih memuji orang yang memberikan berkat ketimbang memuji Tuhan, Sumber berkat itu sendiri.
Perhatikan, kata “haleluya” harus digunakan dengan serius bukan sekadar “latah” atau dipakai sebagai “kata penghubung” terutama dalam doa sebab tidak tahu melanjutkan kalimat berikutnya saat ada jeda. “Haleluya” dan “puji Tuhan” termasuk ayat yang ditujukan kepada Tuhan.
Bagaimana pemazmur mengekspresikan pujiannya kepada Tuhan? Jiwanya memuji Tuhan, Pencipta alam semesta yang berkuasa atas semua ciptaan-Nya (ay. 1-9).
Tampak pemazmur sangat mengerti peristiwa penciptaan langit dan bumi beserta isinya (Kej. 1). Dia mengulangi peristiwa tersebut dalam tulisannya dan memuji Allah yang besar dan agung. Sesungguhnya Allah menciptakan bumi untuk dihuni manusia, bukan di planet lain walau sekarang para ilmuwan berusaha menyelidiki apakah planet Mars layak huni.
Pemazmur menulis lebih terperinci bahwa Allah berselimutkan terang, mendirikan kamar-kamar loteng di air, menjadikan awan sebagai kendaraan yang bergerak di atas sayap angin, air naik melampaui gunung-gunung (ay. 2-8), bukankah ini penciptaan di hari satu dan dua? Betapa dahsyatnya Allah menciptakan terang dan gelap padahal Allah itu sendiri terang. Penulis ingat akan tulisan di Kitab Kejadian pasal 1; bahkan dia ingat peristiwa Allah menyelubungi samudera raya yakni peristiwa air bah menutupi seluruh bumi (Kej. 7). Ini membuktikan bahwa Alkitab/Firman Allah tanpa salah (ineransi) bukan ilmu pengetahuan dan pemikiran manusia yang ada cacatnya seperti Adam-Hawa sudah memilih yang salah.
Bagaimanapun juga Allah tetap mencintai manusia. Setelah lewat 150 hari, surutlah air bah tersebut dari muka bumi (Kej. 8:3). Bagi Allah tidak ada sesuatu pun mustahil, Ia bisa saja memindahkan Nuh sekeluarga ke planet lain tanpa repot-repot membuat bahtera dengan susah payah selama 100 tahun (Kej. 5:32; 6:11). Namun Ia memilih cara-Nya sendiri dalam menghukum manusia karena bagi-Nya ada waktu ditenggelamkan, ada waktunya pula untuk diangkat. Setelah air surut dan Nuh sekeluarga keluar dari bahtera, Tuhan berjanji tidak akan menghukum manusia dan keturunannya juga bumi dengan air bah, diteguhkan dengan pelangi sebagai tanda perjanjian (Kej. 9:8-12).
Selanjutnya pemazmur menyinggung segala binatang di padang diberi minum dari mata air yang mengalir ke lembah dan gunung juga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan menjadi makanan (ay. 10-15). Bukankah tumbuh-tumbuhan diciptakan pada hari ketiga (Kej. 1:11-13) sementara binatang diciptakan pada hari kelima (ay. 21-23)?
Waktu Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, Ia memberkati nikah mereka dan menyediakan anggur sukacita untuk menyenangkan hati manusia (Mzm. 104:15). Namun sayang, Nuh yang bercocok tanam pohon anggur mengonsumsi anggur hingga mabuk (Kej. 9:20-21).
Yesus mengaku Ia adalah pokok anggur yang benar dan kita adalah carangnya (Yoh. 15:5). Anggur berfungsi untuk menyegarkan bukan untuk menimbulkan hawa nafsu. Itu sebabnya Rasul Paulus mengingatkan agar kita tidak mabuk oleh anggur yang menimbulkan hawa nafsu tetapi penuh dengan Roh Kudus untuk memuji dan
bernyanyi bagi Tuhan dengan segenap hati (Ef. 5:18-19) menyerukan, “Puji Tuhan! Haleluya!” Dapatkah kita
berseru “haleluya” sementara bermabuk-mabukan? Sama sekali tidak mungkin!
Tuhan juga menanam pohon-pohon aras di Libanon di mana burung-burung bersarang dan burung ranggung membuat rumah di pohon-pohon sanobar (Mzm. 104:16-17). Ternyata Raja Salomo mendirikan Bait Suci dari kayu pohon aras, sanobar dan cendana dari gunung Libanon (2 Taw.2:8).
Selain pokok anggur, Yesus juga pohon zaitun sejati dan kita ranting-ranting liar yang dicangkokkan pada-Nya (Rm. 1:24). Masihkah hati kita liar tidak mau dikendalikan oleh Firman Tuhan?
Berikutnya, pemazmur menulis tentang bulan menjadi penentu waktu dan matahari tahu saatnya terbenam sehingga pagi hari saatnya binatang-binatang masuk liang untuk tidur. Demikian pula manusia keluar untuk bekerja di pagi hari hingga petang (Mzm. 104:18-23). Malam hari waktunya manusia istirahat tidur karena binatang liar nan buas berkeliaran di malam hari. Waspada, kuasa kegelapan di malam hari bermunculan orang-orang fasik.
Bukankah Allah menciptakan Adam-Hawa untuk menguasai seluruh binatang yang ada di darat, di laut dan di udara (Kej. 1:28)? Namun sayang kita malah sering dikuasai oleh emosi dan kedagingan kita sehingga kita tidak mau mengakui kesalahan kita untuk berdamai padahal Allah telah menciptakan bumi dengan kebijaksanaan (Mzm. 104:24) bukan untuk dirusak tetapi dijaga dan dirawat. Faktanya, manusia menyalahgunakan bahkan merusak alam mengunakan teknologi canggih hanya untuk memenuhi keserakahannya. Buktinya masing-masing negara mempertontonkan kehebatan teknologi mereka untuk rebutan wilayah dengan kekayaan alam di dalamnya. Mereka hebat dalam pengetahuan tetapi jauh dari Tuhan bahkan menganggap Tuhan tidak ada. Yang mengerikan ialah ada seorang yang menganggap dirinya teolog lalu mengatakan bahwa Yesus telah mencapai evolusi bukan Firman yang berinkarnasi.
Tahukah Tuhan mengendalikan laut beserta isinya juga manusia akan mati menjadi debu jika rohnya diambil oleh- Nya (Mzm. 104:25-29). Kejatuhan manusia pertama membuktikan mereka mati kembali menjadi debu (Kej. 3:19). Kutuk kematian berlangsung hingga sekarang karena upah dosa adalah maut (Rm. 6:23). Jujur, kita sulit menghindar dari berbuat dosa sebab godaan dan cobaan ada di depan mata antara lain melalui tontonan di HP. Bahkan saat mendengarkan Firman Tuhan, pikiran jahat dapat merasuki kita, membuyarkan konsentrasi kita akan pesan Firman.
Puji syukur Tuhan berjanji mengirim Roh-Nya dan membarui muka bumi (Mzm. 104:30). Apa maknanya bagi kita sekarang? Kita pasti mati tetapi Yesus menjanjikan, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.” (Yoh. 6:54)
Mazmur 104:31 menceritakan tentang kemuliaan Tuhan dan perbuatan-perbuatan-Nya. Di awal penciptaaan, TUHAN melihat segala yang diciptakan-Nya sungguh amat baik (Kej. 1:31) tetapi manusia mengeksploitasi dan merusak jagat raya ini. Namun ada saatnya Ia akan memusnahkan langit dan bumi lama diganti dengan langit dan bumi yang baru di dalam kota Yerusalem baru (Why. 21).
Apa kata pemazmur mengakhiri tulisannya? “Dia yang memandang bumi sehingga bergetar, yang menyentuh gunung-gununng sehingga berasap. Aku hendak menyanyi bagi TUHAN selama aku hidup, aku hendak bermazmur bagi Allahku selagi aku ada. Biarlah renunganku manis kedengaran kepada-Nya! Aku hendak bersukacita karena TUHAN. Biarlah habis orang-orang berdosa dari bumi dan biarlah orang-orang fasik tidak ada lagi! Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Haleluya!”. (ay. 32-35)
Mengapa yang jahat dan fasik harus hilang? Kita yang dahulu jahat dari lahir diperbarui oleh Tuhan sebab di dalam Kristus kita menjadi ciptaan baru (2 Kor. 5:17).
Hendaknya kita senantiasa memuji Tuhan selama hidup masih dikandung badan. Juga tidak sekadar berseru “haleluya”, “puji Tuhan” tanpa makna sebab saat memuji Dia, kita sadar kita tidak layak dan seharusnya mati dalam dosa tetapi oleh karena kasih karunia kita beroleh keselamatan (Ef. 2:8) bahkan dibangkitkan saat Ia datang kembali untuk tinggal bersama-Nya selamanya di langit bumi baru di dalam Yerusalem baru. Amin.