Shalom,
Sebelum mempelajari lebih lanjut mengenai Mazmur 90, kita perlu mengetahui bahwa para peneliti Alkitab sepakat bahwa Mazmur 90 ini diucapkan dan ditulis pada saat hukuman Allah jatuh kepada bangsa Israel yang berada di padang gurun oleh sebab ketidakpercayaan, persungutan dan pemberontakan yang dilakukan oleh mereka.
Hukuman dari Allah waktu itu ialah: mayat-mayat bergelimpangan, mereka akan musnah oleh karena penderitaan selama kurun waktu 40 tahun sehingga tidak ada seorang pun (yang dewasa) masuk ke tanah Kanaan kecuali Yosua dan Kaleb (Bil. 14:32-34; Ul. 31:19,21).
Bait-bait puisi Mazmur 90 disusun setelah mereka kembali dari pembuangan dan terlibat dalam pembangunan Bait Suci. Mazmur ini berbicara tentang keagungan Allah yang kekal, kehadiran-Nya melingkupi seluruh langkah hidup manusia, kekuatan-Nya yang tidak terbatas dan kasih-Nya yang tidak pernah pudar. Hanya kepada-Nya kita beroleh perlindungan yang tidak tergoyahkan betapapun ganasnya badai kegelapan melanda, Ia menjadi benteng yang kukuh bagi jiwa kita. Di dalamnya kita menemukan kedamaian yang melampaui akal manusia dan keamanan yang tidak tergoyahkan dalam segala situasi.
Di sepanjang waktu kita diperhadapkan dengan kesia-siaan, kelemahan, kehancuran dan kerapuhan; oleh sebab itu marilah kita mengarahkan pandangan kita kepada Allah dan memercayakan diri serta menggantungkan harapan kita kepada-Nya sebab janji-Nya tidak pernah gagal.
Bagaimana kita dapat mengalami dan menikmati perlindungan Allah yang kekal itu?
- Tahu diri (ay. 1-11).
Pemazmur Musa mengakui dan mengenal Allah sebagai Pencipta yang sudah ada sebelum segala sesuatu ada dan akan tetap ada sesudahnya. Allah berasal dari kekal (ay. 2) bukan seperti makhluk-makhluk lain yang mempunyai permulaan.
Aplikasi: hendaknya kita tahu diri dan mengakui keterbatasan kita terhadap Pribadi Allah yang kekal untuk menjadi tempat perlindungan, pertahanan dan tempat tinggal kita.
Pemazmur kemudian menggambarkan kerapuhan dan singkatnya hidup manusia – kesengsaraan bahkan kematian (ay. 3-7). Terkadang Allah memakai penyakit dan penderitaan lain untuk memanggil manusia kembali kepada-Nya. Hendaknya kita peka terhadap suara panggilan atau bisikan Allah yang datang menghampiri kita lalu merespons dengan bertobat dari kesalahan dan dosa-dosa kita.
Pemazmur mengakui betapa kuatnya kekuasaan Allah atas manusia yang tidak dapat ditahan oleh siapa pun. Ia menggunakan kuasa-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Ketika kuasa-Nya untuk memanggil manusia dekat kepada-Nya tidak direspons, terjadilah malapetaka.
Faktanya manusia serba diliputi kerentanan dan keterbatasan, bukankah kekuatan kita terbatas bahkan umur pun terbatas dan sangat pendek di hadapan Tuhan (ay. 4)? Memang beberapa leluhur orang beriman hidup hampir 1.000 tahun (Kej. 5) tetapi apa artinya umur panjang dibandingkan dengan kehidupan kekal dari kaca mata Allah! Itu sebabnya ketika berbicara mengenai ukuran waktu datangnya pertolongan Allah, terkadang kita menanti sangat lama dan merasa Allah lambat menjawab doa permohonan kita. Kita ingin segera dibebaskan dari penderitaan padahal Allah bekerja bukan berdasarkan waktu kita. Allah tidak dapat dibatasi oleh waktu dan Musa mengingatkan bahwa seribu tahun sama seperti sehari bagi Tuhan. Hal ini membuat kita takut menghadapi dunia yang makin tidak baik kemudian bertanya-tanya apakah Allah sanggup bertindak untuk masa depan kita. Ingat, jangan beranggapan bahwa Allah memiliki keterbatasan seperti kita! Ia sepenuhnya tidak dibatasi oleh waktu sebab Ia kekal; oleh sebab itu kita harus bergantung kepada-Nya.
Ternyata “kelambanan dan kelalaian” Tuhan menepati janji-Nya bertujuan agar lebih banyak orang berdosa berbalik dan bertobat menjalani hidup seperti yang Ia inginkan (2 Ptr. 3:3,8,9). Hendaknya kita menyadari betapa singkatnya waktu yang ada dan kita memiliki pekerjaan penting untuk dilakukan. Hal ini justru memacu kita bersemangat untuk mengupayakan seluruh hidup kita beres di hadapan Allah.
Pemazmur menggambarkan kerapuhan manusia bagaikan sesuatu yang hanyut tersapu habis tidak dapat diambil kembali atau seperti mimpi yang mana kebahagiaannya hanya menjadi bayang-bayang dari hidup kita atau seperti rumput yang mana kemuliaannya cepat kering dan gugur (1 Ptr. 1:24). Seperti inilah rentang hidup singkat manusia, siapa dapat melawan umur walau memakai anti-aging yang mahal dan pengobatan canggih sekalipun?
Musa mengingatkan umat Israel supaya tahu diri akan kondisi kehidupan manusia sebab mereka sedang menanggung hukuman mematikan yang memang pantas dijatuhkan Allah karena kedurhakaan mereka. Mereka lagi di bawah murka Allah. Sebagai pemimpin, Musa menjadi perantara dengan mengambil posisi mengatasnamakan umat berdoa mohon pengampunan.
Perlu diketahui, dosa dan pelanggaran kepada Allah memiliki konsekuensi baik yang bersifat sementara ketika hidup di dunia ini ataupun konsekuensi kehidupan di kekekalan. Kemarahan Allah diarahkan kepada semua orang berdosa dan setiap pelanggaran kita dicatat termasuk dosa paling rahasia yang kita lakukan sendirian di tempat-tempat gelap yang dengan mudah dapat diketahui oleh-Nya. Ini terlihat dari kemuliaan wajah-Nya yang menerangi/menyinari dosa-dosa yang kita sembunyikan; kegelapan bukanlah penghalang bagi Allah untuk melihat. Ke mana pun Dia datang, di situ ada terang melimpah yang mampu mengungkapkan apa-apa yang gelap. Kemahatahuan dan kemahahadiran Allah membuat kita tidak dapat bersembunyi atau menjauh dari- Nya. Dosa menyebabkan segala kesusahan dan penderitaan bahkan kesempatan hidup pun terbatas (ay. 10).
Melihat rentang waktu umur yang diberikan Tuhan, jika seseorang diizinkan berumur panjang maka masa- masa kejayaan yang telah dilewati di usia produktif dengan kerja keras dan terkadang membuatnya sombong lewat begitu cepat dan berakhir pada kesulitan serta kelelahan yang tidak memberi manfaat pada nilai masa depan yang kekal. Betapa singkatnya waktu ini dibandingkan dengan kekekalan dari Allah. Maka dari itu sangatlah penting untuk memercayakan pengharapan kekekalan kepada Tuhan dengan senantiasa menyuarakan kebaikan-kebaikan-Nya. Kalau kita tidak memiliki pengharapan bersama Tuhan, umur panjang justru dirasa menyusahkan dan tidak ada gunanya karena hanya memperpanjang kesengsaraan dan kebosanan dalam mengarungi waktu-waktu hidup.
Aplikasi: hendaknya kita (di usia tua) tetap setia dan hidup bijaksana menjadi teladan bagi anak cucu bukan malah “kakehan polah” yang membuat lelah karena banyak ulah. Juga hendaknya kita tahu diri menanggung kelemahan, kerapuhan, penderitaan dll. tetapi ingatlah Allah menjadi tempat perlindungan kita. Oleh sebab itu jangan pernah menjauh dari-Nya.
- Berserah diri (ay. 12-17).
Berkenaan dengan keterbatasan manusia, pemazmur memohon belas kasihan Tuhan untuk beroleh hati bijaksana. Pemazmur memohon pemulihan dan perkenanan Tuhan sehingga ada sukacita karena hidup dipuaskan oleh kasih setia-Nya.
Musa berdoa memohon agar dikenyangkan dengan kasih setia Tuhan (ay. 14); ini menunjukkan bahwa kelaparan rohani tidak dapat dikenyangkan dengan hal-hal jasmani kecuali dengan doa. Dalam doa, kita diperhadapkan dengan kasih setia Allah, perbuatan Allah, kemurahan Allah dan peneguhan-Nya. Sekalipun kita hidup dalam kefanaan, kasih setia dan kemurahan Tuhan memampukan kita menjalani hidup dengan sukacita bersuasana Surga.
“Ajarlah kami menghitung hari-hari hingga kami beroleh hati bijaksana” (ay. 12) menjadi titik balik yang membedakan dari kehidupan suram akibat ketidaktaatan kepada pengharapan mendapat pendamaian dengan Tuhan.
Musa, pemimpin umat Israel mengerti pemberontakan mereka membawa penderitaan dan murka Allah. Itu sebabnya dia memohon agar dirinya juga orang Israel dilengkapi dengan hati yang bijaksana. Musa menyerahkan dirinya pada karya dan kehendak Allah.
Hati yang bijaksana merupakan buah yang dipetik dari kumpulan penghitungan hari-hari yang sudah, sedang dan akan kita lalui juga hasil perolehan dari terus-menerus mengingatkan diri sendiri akan akhir hidup kita. Oleh sebab itu jangan kita terbuai menikmati rasa nyaman dengan segala pencapaian kita tetapi bijaksanalah dalam menetapkan perkiraan/perhitungan yang tepat tentang kehidupan.
Untuk menjadi bijaksana/berhikmat, yang terutama ialah kita harus berusaha mendapatkan pengertian (Ams. 4:7). Dengan berhikmat, kita memiliki kemampuan rohani untuk melihat dan menilai perilaku kita dari sudut pandang Allah. Oleh sebab itu Rasul Yakobus menganjurkan agar kita meminta kepada Allah bila kita kekurangan hikmat (Yak. 1:5). Hikmat (bhs. Ibr.: chokmah, bhs. Yun.: sophia) berarti kemampuan menggunakan pengetahuan supaya dapat berlaku benar. Jadi bukan sekadar cerdas otaknya tetapi lebih kepada kesiapan untuk hidup berkenan kepada Allah melalui situasi-kondisi apa pun. Contoh: Raja Salomo meminta hikmat dan pengertian supaya dapat menghakimi rakyat Israel dengan adil (2 Taw. 1:7-12). Di awal- awal pemerintahannya, Raja Salomo ingin menjadi pemimpin yang baik dan berkenan kepada Allah.
Ada satu prinsip dasar yang arus diikuti untuk beroleh hikmat yakni takut akan Tuhan (Mzm. 111:10). Yang dimaksud takut di sini ialah menghormati/taqwa kepada Tuhan. Taqwa berarti terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Orang yang bijaksana bergerak dengan penuh perimbangan sebab takut menyakiti hati Allah karena dia mencintai dan menghormati-Nya.
Aplikasi: marilah kita mengisi hidup yang singkat ini dengan hikmat untuk hal-hal bermakna kekal. Untuk itu kita perlu mengenal Allah satu-satunya di dalam Yesus Kristus sebab makna hidup sejati harus terkait dengan Yesus.
Sadarilah bahwa hidup ini singkat; oleh sebab itu isilah hidup ini untuk perkara-perkara bersifat kekal. Juga menghadapi dunia yang makin dipenuhi kejahatan dan kenajisan ini, hanya Allah satu-satunya yang mampu memberikan perlindungan kekal. Untuk itu marilah kita tahu diri bagaimana kondisi kita dan berserah diri untuk memenuhi panggilan-Nya dan kembali kepada-Nya maka kita akan menerima dan menikmati perlindungan Allah yang kekal. Amin.