Shalom,
Pada umumnya orang sepakat bahwa Mazmur adalah kitab yang paling banyak dibaca orang Kristen karena banyak menyatakankan emosi dan perasaan yang sama dengan yang dialami pada manusia zaman sekarang. Tidak bisa dipungkiri, bahwa ini juga termasuk dalam kaitan hubungan kita dengan Tuhan. Hal yang demikian membuktikan adanya keterlibatan Allah atas semua aspek kehidupan kita. Ketika manusia tidak mampu memahami fakta adanya campurtangan Allah itu, di sinilah orang menyebut ada perbuatan ajaib Allah.
Sebenarnya perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib telah ada sebelum manusia hadir di bumi ini. Di dalam kekekalan Ia telah merencanakan kehadiran manusia – Adam dan Hawa; menciptakan kelengkapan alam semesta yang diperlukan agar manusia dapat bertahan hidup. Perbuatan ajaib Allah dapat disaksikan di sepanjang hidup manusia dan karena perbuatan ajaib itu juga kita sampai pada hikmat-Nya yang tersembunyi yang sudah disediakan sebelum dunia dijadikan iyaitu kemuliaan hidup kekal ketika kita bertemu dengan Yesus, kekasih jiwa kita.
Masalahnya, apakah kita menyadari bahwa kita adalah bagian dari perbuatan-Nya yang ada dari kekal sampai kekal?
Mazmur 77 memberi petunjuk bagaimana kita dapat menjadi bagian dari perbuatan ajaib Allah sebagai berikut:
- Ingat dan pikirkan Dia.
Untuk dapat mengalami perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib, kita harus memiliki relasi dengan-Nya dan koneksi/keterhubungan ini harus dijaga supaya tidak terputus.
“Aku mau berseru-seru dengan nyaring kepada Allah supaya Ia mendengarkan aku. Pada hari kesusahanku aku mencari Tuhan; malam-malam tanganku terulur dan tidak menjadi lesu, jiwaku enggan dihiburkan. Apabila aku mengingat Allah maka aku mengerang, apabila aku merenung makin lemah lesulah semangatku. S e l a
….Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu dan merenungkan perbuatan-perbuatan- Mu.” (ay. 1-6, 12-13).
Asaf, kepala paduan suara dalam ibadah, ditunjuk Daud untuk memimpin orkestra dan penyanyi utama yang mahir memainkan ceracap.
Tulisannya melukiskan pengalamannya saat dalam kegelisahan kemudian memutuskan untuk mencari, mengingat dan merenung tentang Allah. Asaf yang awalnya diliputi kekalutan akhirnya mampu mengubah pikirannya untuk diarahkan kepada hal-hal Ilahi dengan cara mengingat perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan.
Ada perbedaan yang mencolok dari tindakan Asaf dalam menggunakan pikirannya. Awalnya ketika mengingat Allah, Asaf malah mengerang dan gelisah. Kekalutan pikiran yang dikuasai kegelisahan membawanya mudah tergelincir lalu memiliki anggapan yang tidak tepat terhadap Allah. Dia berpikir Allah telah meninggalkannya dan apa yang pernah dilakukan Allah terhadap Israel di masa lalu tidak lagi berlaku bagi generasi sekarang dan generasi berikutnya. Kedahsyatan perbuatan ajaib Allah dianggapnya tinggal kenangan karena tidak ada tanda-tanda Allah mau menolongnya saat itu. Asaf mulai meragukan sifat Allah dan kehebatan-Nya di masa lalu dan dari rasa bersyukur berbalik menjadi momok yang justru menyiksa jiwanya. Dia tidak lagi bersemangat, gelisah dan kesedihannya makin parah dengan pupusnya harapan akan kebahagiaan yang pernah ia nikmati. Dia menjadi skeptis dengan keadaan, sepakat ada hal yang membuatnya kecewa dan pesimis karena tenggelam dalam romantisme masa lalu (ay. 4-11).
Namun Asaf selanjutnya tersadar dan tidak mau tinggal dalam kondisi seperti itu. Dia mulai introspeksi dan segera berubah sikap (ay. 12-13). Terlihatlah situasi yang kontras dari sebelumnya, Asaf bertekad meninggalkan keraguannya untuk menyelesaikan masalah apa pun risikonya.
Asaf mengalami perubahan dalam sikap pikirannya. Memori kenangan yang tersimpan di pikirannya dimunculkan kembali namun kali ini dia mengagumi bagaimana Allah mendemonstrasikan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di masa lalu.
Terbukti pikiran dapat mengarahkan langkah dan sikap kita untuk menjauh atau mendekat kepada Allah. Asaf tertolong karena mengkaitkan pikirannya kepada Allah; kiranya kita juga mengarahkan pikiran kita kepada Allah. Pikiran menjadi bagian yang penting dalam kita mengiring Tuhan walau Ia memberi kebebasan untuk memanfaatkan pikiran dalam mengasihi-Nya. Kualitas kasih kita kepada-Nya ditentukan oleh totalitas keterlibatan hati, jiwa dan akal budi/pikiran kita. Paulus mengingatkan perlunya kita menaklukkan pikiran kita kepada Kristus supaya dapat mengalahkan siasat iblis yang menghendaki kita gagal dalam mengenal Allah (2 Kor. 10:5). Pembaruan hidup dimulai dari keubahan akal budi/pikiran sehingga hidup kita tidak serupa dengan dunia (Rm. 12:2). Ingat, Allah mengetahui setiap pikiran dan tidak ada sesuatu pun tersembunyi di hadapan-Nya (bnd. Mzm. 139:2). Oleh sebab itu kita harus menyelaraskan seluruh pikiran kita dengan kehendak Kristus (Flp. 2:5) dan ini dapat terjadi bila kita hidup rendah hati tidak mencari kepentingan sendiri (ay. 3). Jangan terkecoh dengan sikap rendah hati palsu dan pikiran duniawi untuk memperdaya anak-anak Tuhan (Kol. 2:18) yang ujung-ujungnya mengarah pada praktik ibadah tidak menghargai Kristus sebagai Kepala. Paulus menganjurkan agar kita memenuhi pikiran dengan perkara yang benar, mulia sampai yang patut dipuji ( Fil 4:8).
Perlu diketahui kata “ingat/mengingat” di Mazmur 77 memiliki gagasan sama seperti pada kalimat “Ingat akan istri Lot” (Luk. 17:32) yang mana Yesus menyinggung istri Lot untuk menjelaskan kedatangan-Nya. Bagi kita, Alkitab mengingatkan bahwa perjalanan hidup kita ini sedang mendekat pada hari kedatangan Tuhan. Untuk itu jangan hati kita lebih terpikat kepada dunia daripada kepada Yesus dan pengharapan akan kedatangan-Nya.
Kata “ingatlah” dengan makna sama juga dikatakan oleh penjahat di sebelah Yesus yang bertobat di detik-detik akhir hidupnya (Luk. 23:42) setelah mendengar perkataan Yesus tentang pengampunan kepada orang-orang yang mengolok-olok-Nya (ay. 34). Penjahat itu berpikir tentang kualitas pribadi Yesus dan sadar akan ketakutan tentang nasib jiwanya setelah mati ketimbang hukuman fisik yang sedang dijalaninya di atas salib. Kemudian dia memberanikan diri menggugah perhatian Yesus supaya ia luput dari hukuman kekal dan Yesus menegaskan pada hari itu juga dia akan bersama-sama dengan-Nya di dalam Firdaus.
Aplikasi: pikiran kita perlu dikuasai oleh Roh Kudus dan diterangi oleh Firman Allah supaya berpikir dengan benar serta dibungkus oleh kasih-Nya supaya keubahan terjadi, ditunjukkan melalui perilaku yang memancarkan martabat dan sifat Bapa Surgawi.
- Mengimani dan mengandalkan Dia.
Tidaklah wajar sebagai imam, Asaf menunjukkan kehidupan rohani yang tidak bersemangat, gelisah tidak dapat berkata-kata dan tidak dapat tidur ketika mengingat Allah. Bukankah seharusnya seorang imam mengeluarkan perkataan yang memberikan penghiburan, pengharapan dan kekuatan serta memiliki pemahaman baik tentang hukum/Firman Allah. Sayang, pemahaman Asaf hanya berhenti pada pengetahuan sejarah yang tidak digunakan untuk menumbuhkan iman.
Predikat imam yang disandang Asaf tidak dibarengi dengan ekspresi imannya. Ketimbang menyaksikan kebenaran Allah, dia malah meragukan perbuatan-perbuatan-Nya. Namun akhirnya Asaf tersadar akan kesalahannya lalu melakukan koreksi atas sikapnya.
Waspada, rutinitas pelayanan pekerjaan rohani dan ibadah dapat membuat kita kehilangan semangat untuk memuliakan Tuhan. Posisi Tuhan telah tergeser karena fokus kita lebih pada pekerjaan pelayanan bukan kepada pribadi-Nya. Akibatnya, pelayanan kita hanya karena status imam tetapi melayani tanpa iman. Itu sebabnya ketika kenyamanan kita terusik, prasangka buruk gampang kita arahkan kepada Allah seperti: mana kemurahan hati dan kasih setia-Nya dst. Sebenarnya pelayanan tanpa iman sama dengan pelayanan ritual agamawi. Perhatikan, segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman adalah dosa (Rm. 14:23).
Iman Asaf bangkit setelah melibatkan pikirannya terhubung dengan Allah sebagai Pelaku keajaiban yang nama- Nya masyhur di seluruh Israel. Asaf ingat hal-hal ajaib yang telah dikerjakan Tuhan dan merenungkannya. Hatinya terbuka menyambut cara Allah bekerja dan makin memahami Pribadi-Nya yang tidak tertandingi oleh allah mana pun. Dia terus menyebut-nyebut Allah melakukan keajaiban dan kuasa-Nya melalui keluarga, suku, bangsa dan alam semesta untuk menyatakan kemuliaan dan kebesaran-Nya. Fokus perhatiannya berubah menjadi terarah pada Allah dan berhasil keluar dari bayang-bayang keraguan dan kegelisahan menuju terang dalam persekutuan dengan- Nya.
Pembelajaran: ketika kita memiliki iman yang benar kepada Allah, kita tidak akan kesulitan mengakui kuasa-Nya. Juga ketika memandang dengan iman kepada Tuhan, keadaan kita mungkin tidak berubah tetapi pikiran kita berubah untuk mengandalkan Allah. Ketika mengandalkan Allah, kita menunjukkan keyakinan bahwa Allah adalah sumber kekuatan dan Penyelamat hidup kita. Pengandalan diri bukanlah sikap masa bodoh terhadap keadaan; sebaliknya, menuntun kita untuk aktif melibatkan Allah dalam mengambil keputusan dan tindakan sesuai dengan kehendak-Nya. Kita tidak menuruti kemauan diri sendiri tetapi mempercayakan hidup kepada Allah tanpa keraguan dan kecemasan.
Apa karakteristik iman yang benar seperti imannya Asaf?
- Iman yang benar bukanlah iman yang percaya tanpa tahu apa dan siapa yang kita percayai bagaikan iman yang melompat dalam
- Iman yang benar bukanlah iman berdasarkan akal sebatas tahu dan setuju pada fakta sejarah tentang perbuatan-perbuatan Allah terhadap bangsa Israel. Ini sama dengan kita hanya tahu sejarah tetapi tidak mengenal Yesus untuk mengandalkan kepastian hidup kekal kepada-Nya.
- Iman yang benar juga bukan iman bersifat sementara demi kepentingan-kepentingan sesaat selama hidup di dunia
Semua bentuk iman di atas ini tidak menyelamatkan kita. Iman yang menyelamatkan adalah percaya dan mengandalkan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat untuk memperoleh hidup kekal. Jika tidak, kita akan mati dalam dosa kita (Yoh. 8:24).
-
- Yakub dan Yusuf menjadi pengingat sejarah penyelamatan bangsa Israel (ay. 13).
Yakub dan Yusuf memberikan harapan kepada Asaf tentang penebusan. Asaf menyebut sejarah penyelamatan Israel sebagai peristiwa penebusan yang dilakukan oleh Allah dengan cara yang kudus dan ajaib (ay. 14-15). Asaf selalu ingin mengingat-ingat dan merenungkan (Mzm. 74:2).
Memang Asaf bukan pelaku maupun saksi dari peristiwa penyelamatan Israel di zaman Musa tetapi keyakinan tentang penebusan diterimanya dari kesaksian turun temurun sebagaimana Allah perintahkan untuk memperkatakan Firman Allah dan mengajarkannya berulang-ulang dari generasi ke generasi berikutnya (Ul. 6:5- 7).
Aplikasi: hendaknya kita juga selalu mengingat karya penebusan Yesus bagi kita, manusia berdosa. Juga orang tua menjadi sasaran Allah untuk terlibat dalam proyek pekerjaan-Nya dengan mendidik anak cucu agar mereka memiliki pertumbuhan iman yang baik dan nutrisi rohani yang sehat.
Marilah kita mengingat dan memikirkan Dia, mengimani dan mengandalkan-Nya sebagai Penebus dan Penyelamat kita maka kehidupan kita akan dipimpin oleh-Nya untuk mengalami perbuatan-perbuatan ajaib-Nya yang kekal. Amin.