Shalom,
Ketika Allah selesai dengan karya ciptaan-Nya, Ia memandang semuanya itu amat baik. Sayang, ketika dosa masuk ke dalam kehidupan manusia, terjadilah perubahan yang dramatis – perpisahan dengan Allah, keterpurukan dan ketidakberesan juga ketidakadilan terjadi di mana-mana sehingga ada istilah “hukum tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas”.
Pembelajaran apa yang kita peroleh melalui tulisan Asaf di Mazmur 75 berkaitan dengan “Hakim yang adil dan perkasa”?
- Allah, Hakim yang adil dan perkasa, menyadarkan kita untuk hidup rendah hati (ay. 2).
“Kami bersyukur kepada-Mu, ya Allah, kami bersyukur, dan orang-orang yang menyerukan nama-Mu menceritakan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib (for Your wondrous works declare that Your name is near = karena perbuatan-perbuatan Ajaib-Mu menyatakan bahwa Nama-Mu dekat).”
Asaf mengakui bahwa Allah yang dekat itu mengerjakan perbuatan-perbuatan ajaib dalam kehidupan dia dan kaumnya. Allah telah memelihara bangsa Israel dan membebaskannya dari perbudakan orang Mesir saat mereka meraung-raung memohon pertolongan-Nya. Ia mendengar doa mereka dan mengutus Musa memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir.
Kita juga patut bersyukur kepada Tuhan yang dekat dengan kita dan sudah menyatakan perbuatan-perbuatan- Nya yang ajaib dalam kehidupan kita yang jumlahnya tidak terhitung dan tidak ada seorang pun dapat disejajarkan dengan-Nya (Mzm. 40:6).
Apa perbuatan tangan Allah yang ajaib seperti dikatakan oleh Asaf? “Apabila Aku menetapkan waktunya, Aku sendiri akan menghakimi dengan kebenaran. Bumi hancur dan semua penduduknya; tetapi Akulah yang mengokohkan tiang-tiangnya." (ay. 3-4)
Dengan kata lain, jika bukan Allah sendiri yang mengokohkan tiang/pilar, bumi dan penduduknya akan hancur. Tanpa Allah yang menopang, bumi dan penduduknya akan hancur. Buktinya? Bumi sampai sekarang berputar pada porosnya dengan tertib karena Ia menopangnya. Dan hanya Tuhan yang mampu menopang kehidupan kita.
Asaf dan kaumnya bersyukur karena mereka sadar mempunyai Allah yang menghakimi kefasikan manusia dengan adil. Namun di tengah-tengah ucapan syukur itu, Allah memberikan peringatan kepada pembual dan orang fasik, “Aku berkata kepada pembual-pembual: "Jangan membual." Dan kepada orang-orang fasik: "Jangan meninggikan tanduk! Jangan mengangkat tandukmu tinggi-tinggi, jangan berbicara dengan bertegang leher (stiff-neck = tegar tengkuk)!” (ay. 5-6)
Apa yang dilakukan oleh orang fasik dalam berbicara dan berperilaku di hadapan Allah? Mereka dengan sombongnya menantang bahwa Allah tidak ada dan tidak akan menuntut karena tindakan mereka selalu berhasil tidak ditimpa malapetaka (Mzm. 10:4,6).
“Tanduk” berbicara mengenai lambang kekuatan, kekuasaan dan pengaruh maupun gengsi yang dipertahankan. Contoh: Hana bersukaria karena tanduk kekuatannya ditinggikan oleh TUHAN oleh sebab doanya dikabulkan (1 Sam. 2:1).
Orang fasik mencoba unjuk kekuasaan dan berpikir mereka dapat mengendalikan kekuatan. Kenyataannya, hari-hari ini kita menyaksikan atau mendengar perilaku-perilaku dari oknum hakim yang memutuskan kasus dengan tidak adil karena “masuk angin” sehingga yang kuat menang sementara yang lemah divonis bersalah. Mereka lupa kalau ada Allah sebagai Hakim yang adil dan perkasa yang akan menghakimi sesuai dengan waktu- Nya. Walau waktunya tidak diketahui dengan pasti, Daud yang terlepas dari cengkeraman musuh mengaku bahwa Allah adalah tanduk keselamatannya (2 Sam. 22:1-3). Jelas, Allah menentang orang fasik yang sombong juga para pembual dengan bualan mereka yang bodoh dan kosong.
Aplikasi: hendaknya kita tidak sombong dan meninggikan diri tetapi hiduplah di dalam kerendahan hati serta selalu bersyukur kepada Allah, Hakim yang adil dan perkasa atas segala perbuatan-Nya yang ajaib.
- Allah, Hakim yang adil dan perkasa, menyadarkan kita untuk tidak meragukan keadilan-Nya (ay. 7-9). “Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain. Sebab sebuah piala (cup = cawan) ada di tangan TUHAN berisi anggur berbuih penuh campuran bumbu; Ia menuang dari situ; sungguh, ampasnya akan dihirup dan diminum oleh semua orang fasik di bumi.”
Selain meninggikan atau merendahkan seseorang, Allah juga mematikan dan menghidupkan, membuat miskin atau kaya, mengangkat orang yang hina (1 Sam. 2:6-10) sebab Ia pemilik alas bumi dan di atasnya Ia menaruh daratan. Ia melindungi langkah kaki orang-orang yang dikasihi-Nya tetapi orang-orang fasik akan mati binasa di dalam kegelapan serta orang yang berbantah dengan-Nya akan dihancurkan.
Kalau Allah bertindak, tidak ada kuasa manusia sehebat apa pun mampu menahan kuasa Allah. Ketika Allah menunjukkan keadilan-Nya, semua tidak berkutik dan tidak dapat membantah-Nya.
Manusia boleh saja mengangkat diri lebih dari yang lain, mempromosikan diri lebih unggul dan kuat tetapi Allah berkuasa menurunkannya. Keadilan dan keperkasaan Allah tidak dapat dipermainkan dengan suap sebab Ia menentang praktik suap dan kecurangan di pengadilan.
Ketika Yosafat mengangkat hakim-hakim, dia berpesan kepada mereka agar memutuskan hukum untuk Tuhan bukan untuk manusia; oleh sebab itu mereka harus diliputi rasa takut kepada-Nya (2 Taw. 19:4-7). Perhatikan, keputusan dari Allah tidak ditandai dengan favoritisme atau berat sebelah, tidak ada unsur kecurangan karena Ia benar, kudus dan mahatahu atas segala perilaku manusia.
Waspada, cawan murka Allah akan dicurahkan kepada orang-orang yang tetap berperilaku fasik di hadapan- Nya (Why. 16:19). Ini penghukuman atas Babel, kota besar yang menyombongkan diri dan melawan Tuhan hingga mereka menerima penghakiman terakhir.
Kita tidak perlu takut ketika kita melakukan apa yang benar walau tidak ditanggapi bahkan disalahpahami; percayalah bahwa kebenaran akan diungkapkan pada waktunya Tuhan. Kita tidak perlu ngotot membenarkan diri karena pengakuan dan peninggian datangnya dari Tuhan. Yang penting kita harus tetap menjalankan pola hidup benar dan kudus.
Tahukah seharusnya yang meminum cawan murka Allah ialah kita akibat dosa tetapi Yesus menggantikan kita meminumnya sehingga kita terbebas dari hukuman Allah dan menerima hidup kekal? Yesus menanggung segala penghukuman dan mati disalib demi keselamatan kita.
- Allah, Hakim yang adil dan perkasa, menyadarkan kita untuk senantiasa memuliakan Dia (ay. 10-11). “Tetapi aku hendak bersorak-sorak untuk selama-lamanya, aku hendak bermazmur bagi Allah Yakub yang berfirman segala tanduk orang fasik akan Kupatahkan tetapi tanduk-tanduk kekuatan orang benar akan ” (TB2)
Kali ini Asaf secara pribadi memuji dan bersyukur kepada Tuhan. Bagaimana dengan kita? Sudahkah masing- masing dari kita memuliakan Tuhan dan memiliki pengalaman bersama-Nya sebagai Hakim yang adil dan perkasa? Ingat, kalau kita sungguh-sungguh merendahkan diri di hadapan Tuhan, Ia akan meninggikan kita pada waktunya. Kita dapat direndahkan oleh manusia tetapi Allah, Hakim yang adil dan perkasa, akan menolong kita yang berseru kepada-Nya. Tuhan mau kita mempunyai pengalaman pribadi dengan-Nya seperti dialami oleh Ayub yang mengaku dia memandang Allah dengan matanya sendiri bukan lagi mendengar dari kata orang (Ayb. 42:5). Jadi kekristenan bukanlah soal peraturan atau agama tetapi soal hubungan kita dengan Tuhan Yesus yang hidup.
Apa nasihat Mikha kepada kita dalam tulisannya? “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu selain berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (Mi. 6:8)
Hendaknya kita memuliakan Tuhan bukan sekadar lip service tetapi harus disertai tindakan: berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup rendah hati di hadapan Allah. Contoh: kita berlaku adil terhadap anak-anak kita yang mempunyai karakter beda-beda, setia dengan pasangan hidup kita, pada institusi dan pekerjaan juga hidup rendah hati tidak mudah tersinggung dan marah ketika ditegur kesalahannya.
Kita boleh dikecewakan oleh ketidakadilan dalam dunia ini tetapi jangan pernah meragukan Tuhan, Hakim yang adil dan perkasa, dalam menjatuhkan keputusan yang tepat dan adil. Ia telah memberikan teladan agar kita dapat berlaku setia, adil dan rendah hati (bnd. Mat. 11:28-29). Oleh sebab itu hendaknya kita senantiasa memuliakan Tuhan baik dalam perkataan maupun perbuatan. Amin.