Shalom,
Seandainya Tuhan tidak ada, alam semesta tidak akan ada; seandainya Roh Kudus tidak berkarya, dunia juga tidak akan menjadi apa-apa. Justru karena adanya RK, kita dikuatkan dan dipimpin ke dalam seluruh kebenaran. Kita juga membutuhkan penyertaan Tuhan dalam menjalani hidup yang makin sulit ini.
Apakah Asaf, penulis Mazmur 74, juga mengalami penyertaan Allah? Apa cetusan hatinya yang tertuang di dalam tulisannya? “Mengapa, ya Allah, Kaubuang kami untuk seterusnya? Mengapa menyala murka-Mu terhadap kambing domba gembalaan-Mu?
Ingatlah akan umat-Mu yang telah Kauperoleh pada zaman purbakala, yang Kau tebus menjadi bangsa milik-Mu sendiri! ...Ringankanlah langkah-Mu ke tempat yang rusak terus menerus; segala-galanya telah dimusnahkan musuh di tempat kudus. Lawan-lawan-Mu mengaum di tempat pertemuan-Mu dan telah mendirikan panji-panji mereka sebagai tanda.” (ay. 1-4)
Apakah Asaf tidak disertai Allah sehingga dia menjadi bingung, kecewa, jengkel kemudian menanyakan ‘mengapa” Allah murka membiarkan kambing domba gembalaan-Nya bahkan mengingatkan Dia akan umat-Nya? Apakah Allah pelupa sehingga perlu diingatkan? Dan membiarkan tempat kudus-Nya (Bait Suci) dirusak?
Ternyata Asaf mempunyai alasan untuk bertanya kepada Allah sebab dia seorang imam-imam dan masalah yang terjadi berkaitan dengan hancurnya tempat kudus/Bait Suci. Dapat dibayangkan kepada siapa Asaf berteriak kalau Allah tidak mau mendengarkan lagi? Kepada siapa dia minta pertolongan? Dia tahu kalau Allah tidak mau menggembalakan umat-Nya, tidak lagi ada perlindungan dan ketertiban.
Benarkah Bait Suci hancur? 2 Raja 25:2-4, 8-11,13 menuliskan, “Pada tanggal sembilan bulan yang keempat ketika kelaparan sudah merajalela di kota itu dan tidak ada lagi makanan pada rakyat negeri itu. Maka dibelah oranglah tembok kota itu dan semua tentara melarikan diri malam-malam melalui pintu gerbang antara kedua tembok yang ada di dekat taman raja… Dalam bulan yang kelima pada tanggal tujuh bulan itu – itulah tahun kesembilan belas zaman raja Nebukadnezar, raja Babel – datanglah Nebuzaradan, kepala pasukan pengawal, pegawai raja Babel, ke Yerusalem. Ia membakar rumah TUHAN, rumah raja dan semua rumah di Yerusalem; semua rumah orang-orang besar dibakarnya dengan api. Tembok sekeliling kota Yerusalem dirobohkan oleh semua tentara Kasdim yang ada bersama-sama dengan kepala pasukan pengawal itu… juga tiang-tiang tembaga yang ada di rumah TUHAN dan kereta penopang dan “laut” tembaga yang ada di rumah TUHAN dipecahkan oleh orang Kasdim dan tembaganya diangkut mereka ke Babel.”
Terbukti keluhan Asaf memang nyata sebab rumah raja, rumah rakyat bahkan rumah Tuhan dibakar juga tembok kota dirubuhkan. Hendaknya kita tidak terpaku dengan usaha orang Israel yang masih ingin membangun Bait Allah ke-3 bahkan ada gereja yang bernubuat atau “mendapat” penglihatan bahwa Bait Allah yang ketiga pasti akan dibangun. Sebaliknya, kita memikirkan apa yang terjadi bila kita tidak digembalakan oleh Tuhan yang membaringkan kita di padang rumput hijau, membimbing kita ke air yang tenang juga melindungi kita dari marabahaya (serangan binatang buas) dengan gada dan tongkat-Nya (Mzm. 23).
Sayang, bangsa Israel tidak mengingat dan menghargai penggembalaan-Nya bahkan berulang-ulang menyakiti Gembala Agung yaitu Tuhan sendiri. Benarkah Tuhan lupa akan mereka sehingga Asaf perlu mengingatkan-Nya (Mzm. 74:2)?
Mengapa Tuhan begitu murka kemudian “melupakan” umat-Nya? Di zaman purbakala, Israel sudah dipilih Allah walau masih dalam tubuh bapa leluhurnya, Abraham (Ibr. 7:10), Lewi sudah mempersembahkan persepuluhan (ay. 9). Ini berarti Allah sudah memilih Abraham dan dari keturunannya yakni Ishak – Yakub/Israel digembalakan. Israel juga ditebus/dibebaskan dari perbudakan Mesir melalui darah domba Paskah (Kel. 12).
Aplikasi: kita telah ditebus oleh darah Anak Domba Allah, Yesus Kristus, dengan kematian-Nya disalib berlanjut dipelihara dan dilindungi oleh Firman penggembalaan.
Saat itu musuh bangsa Israel ialah Nebukadnezar, raja Babel, yang menyerang kota Yerusalem juga menghancurkan Bait Suci. Namun musuh yang kita hadapi sekarang adalah (1) Iblis (2) dunia dan (3) ego, keinginan diri sendiri. Kalau kita masih mencintai dan memeluk dunia ini, kita bukan milik-Nya Kristus (bnd. Yoh. 15:18-19); kita bukan Bait Allah di mana di dalamnya ada Tabut Perjanjian tempat Allah berhadirat di atas Tutup Pendamaian yang berbicara (lembut maupun keras) mau mengampuni dosa juga supaya relasi kita dekat dengan-Nya. Berbeda dengan pemimpin/pembesar dunia yang kedekatan dengan rakyatnya dibatasi karena takut terancam nyawanya. Ironis, Tuhan – Raja di atas segala raja juga Gembala Agung – ingin dekat menolong kita tetapi kita malah lari meminta pertolongan kepada manusia saat menghadapi masalah.
Asaf kemudian meminta Tuhan bangun/bangkit untuk melihat apa yang dikerjakan musuh di dalam Rumah Allah. Di era Paulus, roh tenung pernah merasuki hamba perempuan sehingga tampak berbicara perkara rohani tetapi Paulus tidak tahan lalu mengusir roh itu dalam Nama Yesus (Kis. 16:16-18).
Introspeksi: apa yang ada dalam hati kita? Adakah yang merusak hidup keluarga, nikah dan usaha kita? Masihkah kita setia masuk gereja untuk mendengarkan Firman Tuhan?
Mengapa Asaf “ngotot” minta Tuhan melihat apa yang terjadi di tempat kudus/Bait Suci? Sebagai imam-imam, dia tahu kepada siapa harus meminta pertolongan. Mazmur 121:1-8 menuliskan, “Nyanyian ziarah. Aku melayangkan mataku ke gunung- gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang atau bulan pada waktu malam. TUHAN akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. TUHAN akan menjaga keluar masukmu dari sekarang sampai selama-lamanya.”
Asaf sangat tahu hanya Tuhanlah yang mampu menjawab teriakannya meminta pertolongan. Dia melaporkan kondisi Bait Allah yang hancur – kayu-kayu dan ukirannya dipalu dengan kapak kemudian dibakar dan dinajiskan (ay. 5-8).
Terbukti mulut antikristus penuh dengan kesombongan dan hujatan untuk menghujat Allah, Nama-Nya, kemah kediaman-Nya dan semua orang yang diam di Surga (Why. 13:5-6). Oleh sebab itu kita harus hati-hati dalam bertutur kata sebab semua akan dipertanggungjawabkan kepada Dia yang duduk di atas takhta putih (Why. 20:11-12). Dengan pertolongan Roh Kudus dan Firman Allah, kita dimampukan berbicara benar di mana pun dan kapan pun.
Mengapa sepertinya Tuhan membiarkan rumah-Nya (gereja) dihancurkan dan berapa lama lagi persoalan ini selesai serta musuh dikalahkan? Bukankah Allah tidak pernah lelap tertidur? Ia pasti siap menolong tetapi mengapa Ia tetap diam hingga Asaf meminta Dia mengulurkan tangan kanan-Nya untuk menghancurkan musuh. Jawabannya ialah, “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu sehingga Ia tidak mendengar ialah segala dosamu.” (Yes. 59:1-2).
Kalau begitu apa yang harus kita lakukan ketika berbuat dosa kejahatan? Datang kepada-Nya dan minta ampun maka Ia akan membasuh kita dengan darah-Nya untuk mengalami keubahan hidup seperti dialami oleh Saulus kejam yang bertemu Tuhan kemudian bertobat dan dipakai menjadi alat untuk memberitakan Nama-Nya (Kis. 9). Pengampunan juga diberikan kepada perempuan berzina yang ketangkap basah, dia dibebaskan oleh Yesus dan diperingatkan untuk tidak berbuat dosa lagi (Yoh. 8:2-11). Di akhir pelayanan-Nya, Yesus mati disalib menanggung seluruh dosa manusia mulai zaman Adam sampai Maleakhi yang percaya kepada-Nya.
Asaf pasti telah membaca lima Kitab Musa dan mengakui bahwa Allah adalah Rajanya dari zaman purbakala yang melakukan penyelamatan di atas bumi. Ia membelah laut dengan kekuatan-Nya, memecahkan kepala ular-ular naga di atas muka air, meremukkan kepala-kepala Lewiatan, membelah mata air dan sungai, menaruh benda penerang, menetapkan segala batas bumi, musim kemarau dan musim hujan (ay. 12- 17).
Aplikasi: kesaksian dan pengakuan berdasarkan pengalaman Firman yang hidup sangatlah kuat tidak perlu diragukan ketimbang kesaksian bombastis yang dimanipulasi untuk menyenangkan telinga pendengarnya.
Asaf mengakhiri tulisannya, “Bangunlah, ya Allah, lakukanlah perjuangan-Mu! Ingatlah akan cela kepada-Mu dari pihak orang bebal sepanjang hari. Janganlah lupa suara lawan-Mu, deru orang-orang yang bangkit melawan Engkau yang terus-menerus makin keras.” (ay. 22-23)
Harus diakui Asaf yakin bahwa Tuhan adalah Raja segala raja tetapi sebagai manusia dia diperhadapkan dengan kejahatan yang makin meningkat sehingga dia memohon Tuhan untuk “bangun” mengalahkan musuh-musuh.
Asaf juga percaya bahwa Allah adalah Penolong namun kalau Ia belum turun tangan bukan berarti Ia pelupa tetapi pasti ada alasan-Nya. Bangsa Israel (juga kita) harus membereskan lebih dahulu berhala-berhala yang mengikat untuk dapat menyembah Allah yang hidup. Ingat, Allah dekat dan siap menolong siapa saja yang hidup mengandalkan Dia. Amin.