Shalom,
Kita mengetahui bahwa sehat itu mahal harganya; kalau badan sehat, rohani juga sehat maka apa yang kita dengar dan rasakan dalam hidup sehari-hari akan menyenangkan dan mendatangkan sukacita.
Marilah kita menggunakan kesehatan rohani dan cara berpikir kita karena ini memberikan kekuatan dalam menghadapi hidup yang semakin sukar.
Jujur, bukankah kita cenderung mengandalkan harta, kepandaian dan kekuatan dalam mengarungi hidup yang makin tidak menentu ini? Demikian pula negara mengandalkan alat-alat perang mutakhir dalam mempertahankan keamanan. Bolehkah kita mengandalkan semua itu? Untuk apa kita sekolah? Supaya pandai. Mengapa bekerja? Supaya mempunyai uang cukup untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga. Bukankah ini berarti kita masih mengandalkan harta dan kepandaian? Tentu tidak ada larangan untuk mengandalkan kekayaan dan kepandaian tetapi semua itu ada batasnya. Misal: di masa muda kita bekerja keras mengumpulkan harta tidak untuk dihabiskan semua tetapi buat tabungan di masa tua ketika sudah tidak lagi dapat bekerja.
Siapa menjadi andalan Asaf, penulis Mazmur 74 yang digubah dalam bentuk nyanyian? “Mengapa, ya Allah, Kaubuang kami untuk seterusnya? Mengapa menyala murka-Mu terhadap kambing domba gembalaan-Mu? Ingatlah akan umat-Mu yang telah Kauperoleh pada zaman purbakala, yang Kautebus menjadi bangsa milik-Mu sendiri! Ingatlah akan gunung Sion yang Engkau diami. Ringankanlah langkah-Mu ke tempat yang rusak terus-menerus; segala-galanya telah dimusnahkan musuh di tempat kudus. Lawan-lawan-Mu mengaum di tempat pertemuan-Mu dan telah mendirikan panji-panji mereka sebagai tanda. Kelihatannya seperti orang mengayunkan tinggi-tinggi sebuah kapak kepada kayu-kayuan yang lebat dan sekarang ukir-ukirannya seluruhnya dipalu mereka dengan kapak dan beliung;” (ay. 1-6)
Asaf, keturunan Lewi, bertugas sebagai penyanyi diiringi musik ceracap atau simbal di Bait Allah. Dia menyanyi di hadapan Allah di dekat Tabut dan memiliki karunia penglihatan dengan menulis syair-syair masa lampau maupun masa yang akan datang.
Mengapa Asaf mempertanyakan Allah murka dan membuang umat-Nya? Siapa yang dimaksud umat Allah? Kita harus kembali pada masa Abraham. Allah menjanjikan berkat bagi Abraham juga keturunannya – Ishak dan Yakub. Karena menjadi berkat, Abraham harus menyebarkan berkat itu dan ini menjadi kehendak Tuhan. Lewi, anak Yakub, tidak mempunyai warisan seperti saudara-saudaranya (Ul. 18:1-2) tetapi dia mempunyai tempat penggembalaan di setiap suku. Kelebihannya ialah dia dipilih oleh TUHAN untuk senantiasa melayani-Nya dan menyelenggarakan kebaktian demi Nama- Nya (ay. 5). Lewi ini terbagi-bagi di keluarga Israel untuk beribadah kepada Allah di mana pun suku Israel berada.
Kemudian umat Israel mengalami diaspora ke seluruh penjuru dunia untuk menjadi berkat. Konsep ini diatur Tuhan walau tampaknya Tuhan “membuang” umat ini ke negeri-negeri lain. Kenyataannya, di mana ada Israel, negeri itu mengalami keubahan dalam pemerintahannya.
“Mengapa ya Allah, Kau buang kami untuk seterusnya?” Apakah ini berarti Allah tidak tahu akan rencana-Nya terhadap umat-Nya? Apakah Allah tidak mengerti umat yang dikasihi-Nya diserang, diangkut menjadi tawanan di Babel? Sebenarnya, ini juga bagian dari rencana Allah untuk menyebarkan berkat Abraham ke seluruh muka bumi. Dan sampai sekarang ada yang menolak ada pula yang menerima keturunan Yakub. Orang Semitik dari Timur Tengah mengakui Abraham sebagai bapa orang beriman tetapi yang sering tidak dipahami adalah keturunan Yakub menyebarkan berkat. Kita mempunyai iman kepada Abraham, Ishak dan Yakub yang menjadi berkat bagi seluruh dunia.
Dikatakan, “Ingatlah akan umat-Mu yang telah Kau peroleh pada zaman purba kala.” Kita kembali pada saaat Yusuf dibuang ke Mesir. Apakah Tuhan tidak tahu nasib Yusuf kelak? Apakah Tuhan meninggalkan orang beriman yang dijajah dan menjadi tawanan? Tuhan tetap menyertai-Nya.
Demikian pula ketika Israel mengalami pembuangan, Tuhan memakai kehidupan mereka menjadi berkat bagi kerajaan atau siapa pun yang menampungnya. Contoh:
- Ester (Est. 1:1-4).
Ahasyweros sangat bangga dengan pemerintahannya dari India (Asia) sampai Etiopia (Afrika) dan mau memamerkan kekayaan juga istrinya kepada seluruh pejabat daerahnya. Namun istrinya, Wasti, tidak mau tampil membuat Ahasyweros marah dan terhina kemudian mencari ratu lain pengganti Wasti. Raja Ahasyweros tertarik dengan Ester, sepupu Mordekhai, orang Yahudi yang ikut dibuang menjadi tawanan di negeri Babel. Tuhan tahu akhir kehidupan orang-orang yang ditawan itu. Akhirnya Mordekhai menjadi pejabat tinggi pengganti Haman dan Ester menjadi permaisuri raja. Ini membuktikan bahwa Allah tidak membuang mereka tetapi mempunyai rencana besar untuk menyelamatkan kerajaan besar melalui kehidupan Ester dan Mordekhai (Est. 9:20-23, 26,27). Kemenangan orang Yahudi diperingati sebagai hari raya Purim yang mana ada keubahan dari ratapan menjadi sukacita.
- Daniel (Dan. 1:1-4).
Daniel, orang Israel, seizin Tuhan menjadi tawanan di kerajaan Babel karena Tuhan berencana raja Babel dan rakyatnya mengenal Allah Israel – Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub – dan menghancurkan dewa-dewa yang disembah oleh raja Babel. Terbukti kebenaran Firman Tuhan bahwa Abraham, bapa orang percaya, menjadi berkat bagi dunia.
Jujur, kita harus menanggung konsekuensi dan risiko untuk menjadi berkat bagi orang banyak. Contoh: tangan Tuhan menyertai Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang bersedia dicampakkan ke perapian yang menyala-nyala karena tidak mau menyembah berhala (Dan. 3:16-18). Daniel juga tidak mau menyembah dewa meskipun dimasukkan ke gua singa (Dan. 6). Ini membuktikan bahwa Allah Israel itu hidup. Walau menjadi orang buangan, mereka tetap mengandalkan Allah.
Apa kata Asaf selanjutnya? “Kelihatannya seperti orang mengayunkan tinggi-tinggi sebuah kapak kepada kayu-kayuan yang lebat dan sekarang ukir-ukirannya seluruhnya dipalu mereka dengan kapak dan beliung; mereka menyulut tempat kudus-Mu dengan api, mereka menajiskan tempat kediaman nama-Mu sampai pada tanah; mereka berkata dalam hatinya: "Baiklah kita menindas mereka semuanya!" Mereka membakar segala tempat pertemuan Allah di negeri. Tanda-tanda kami tidak kami lihat, tidak ada lagi nabi, dan tidak ada di antara kami yang mengetahui berapa lama lagi. Berapa lama lagi, ya Allah, lawan itu mencela, dan musuh menista nama-Mu terus-menerus? Mengapa Engkau menarik kembali tangan-Mu, menaruh tangan kanan-Mu di dada?” (ay. 5-11)
Perhatikan, Tuhan tidak membiarkan umat-Nya kehilangan andalannya. Apakah Allah tidak berpihak pada domba/umat kesayangan-Nya ketika rumah Allah dibakar? Dan ketika tempat ibadah dirusak apakah kemudian Tuhan meninggalkan kita? Tidak! Semua terjadi seizin Tuhan dan Ia tidak pernah abai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Ia tidak pernah teledor memberikan perlindungan kepada umat-Nya tetapi memimpin mereka sepanjang jalan hidupnya dan ingin membuat mereka sukacita melalui pergumulan.
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di tahun 2024 ini tetapi yang pasti Alkitab memberitahukan bahwa kejahatan makin hari makin memuncak membuat makin banyak penderitaan tetapi percayalah kita dipilih dan ditebus untuk mengalami kemenangan sebab Tuhan tidak meninggalkan kita. Oleh sebab itu kita tidak boleh mengandalkan kekayaan dan kekuatan yang terbatas dan tidak pasti. Hanya penyertaan Tuhan yang pasti dan kesetiaan-Nya tidak perlu diragukan. Ia tidak pernah menyangkal diri-Nya sendiri ketika berjanji untuk setia dan membimbing kita dalam Roh Kudus.
Ketika Israel tersebar ke seluruh negeri, keturunan Yehuda yakni Yesus Kristus mempunyai pola sama yaitu menyelamatkan setiap kehidupan manusia di dunia ini. Masalahnya, banyak orang merendahkan, menghina, mengejek bahkan menolak-Nya. Di dalam Tuhan kita tampak seperti domba tidak berdaya, lemah, tidak dapat membela diri namun di sanalah kekuatan Tuhan dinyatakan dengan merelakan tubuh-Nya dihancurkan dan darah-Nya dicurahkan untuk menghapus segala pelanggaran dosa yang kita lakukan dan menerima pengampunan total dari-Nya.
Perhatikan, tanpa pengampunan dari Yesus yang menjadi Perantara, kita tidak memiliki pendamaian dengan Allah. Pilihan ada pada kita, mau menolak atau berdamai dengan Allah?
Asaf mengakui kehebatan dari Allah, tercetus dalam tulisannya, “Namun Engkau, ya Allah adalah Rajaku dari zaman purbakala, yang melakukan penyelamatan di atas bumi. Engkaulah yang membelah laut dengan kekuatan-Mu, yang memecahkan kepala ular-ular naga di atas muka air. Engkaulah yang meremukkan kepala- kepala Lewiatan, yang memberikannya menjadi makanan penghuni-penghuni padang belantara. Engkaulah yang membelah mata air dan sungai; Engkaulah yang mengeringkan sungai-sungai yang selalu mengalir. Punya-Mulah siang, punya-Mulah juga malam. Engkaulah yang menaruh benda penerang dan matahari. Engkaulah yang menetapkan segala batas bumi, musim kemarau dan musim hujan Engkaulah yang membuat-Nya.” (ay. 12-17)
Terbukti Allah adalah Pencipta alam semesta dan berkuasa atasnya. Apa yang kemudian Asaf mohonkan? “Ingatlah ini: musuh mencela, ya TUHAN, dan bangsa yang bebal itu menista nama-Mu. Janganlah berikan nyawa merpati-Mu kepada binatang liar! Janganlah lupakan terus-menerus nyawa orang-orang-Mu yang tertindas! Pandanglah kepada perjanjian, sebab tempat-tempat gelap di bumi penuh sarang-sarang kekerasan. Janganlah biarkan orang yang terinjak-injak kembali dengan kena noda. Biarlah orang sengsara dan orang miskin memuji-muji nama-Mu.
Bangunlah, ya Allah, lakukanlah perjuangan-Mu! Ingatlah akan cela kepada-Mu dari pihak orang bebal sepanjang hari. Janganlah lupa suara lawan-Mu, deru orang-orang yang bangkit melawan Engkau, yang terus-menerus makin keras.”
Asaf memulai dengan ratapan mengapa Allah “meninggalkan” umat-Nya kemudian mengakui kehebatan Allah, Sang Pencipta alam semesta, dan mengakhiri dengan permohonan untuk bangkit melawan musuh-musuh.
Jangan pernah meragukan kesetiaan dan penyertaan Tuhan walau kita menghadapi pergumulan hidup tetapi tetaplah mengandalkan Dia yang mampu memberikan kemenangan asal kita percaya dan mengakui Tuhan sebagai satu-satunya Juru Selamat kita. Amin.