• DAMPAK PERSEKUTUAN YANG INDAH
  • Mazmur 65
  • Lemah Putro
  • 2023-10-22
  • Pdm. Setio Dharma Kusuma
  • https://gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/1456-dampak-persekutuan-yang-indah
  • Video Ibadah: KLIK DISINI

Shalom, 

Ketika kita mendengar (secara pribadi atau di depan publik) kesaksian seseorang yang sukses di bidang ekonomi, politik, seni, pelayanan dst. lalu mencermati apa yang diceritakannya, kebanyakan yang diceritakan adalah pribadi orang itu sendiri. Kesaksiannya dapat seperti ini, “Dulu saya anak singkong, jualan koran, tidak punya apa-apa, sekolah dan kuliah sambil kerja, ketika penghidupan mulai membaik malah ditipu orang hingga bangkrut tetapi sekarang Tuhan memberkati dengan luar biasa.” Mendengar kesaksian ini, kita akan termotivasi kemudian menunggu “quotes” dari orang yang sukses itu (orang percaya maupun orang di luar Tuhan) untuk nasihat- nasihatnya. 

Bagaimana dengan Mazmur 65 yang kita renungkan saat ini? Nasihat apa yang memotivasi kita seperti telah dialami oleh Daud? LAI memberi judul perikop “nyanyian syukur karena berkat Allah”. Nasihat apa yang kita dapatkan dari Mazmur ini untuk memperoleh berkat Allah?

  • Adanya persekutuan yang indah (ay. 1-5).

“…Bagi-Mulah puji-pujian di Sion, ya Allah; dan kepada-Mulah orang membayar nazar. Engkau yang mendengarkan doa. Kepada-Mulah datang semua yang hidup karena bersalah. Bilamana pelanggaran- pelanggaran kami melebihi kekuatan kami, Engkaulah yang menghapuskannya. Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu!...” 

Terbukti Daud memiliki persekutuan dengan Allah. Dia mengakui bahwa melalui doa semua orang datang menghadap kepada-Nya dan di Rumah Allah ada kebaikan sebab terjadi penghapusan dosa atas pelanggaran yang terjadi. Ini terjadi di era Perjanjian Lama. Kalau sekarang, kita dapat menghadap Tuhan kapan pun dan di mana pun asal kita mau merendahkan diri maka Ia pasti mengampuni kita. 

Berbicara mengenai pelanggaran/dosa, apa itu dosa? Dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah (1 Yoh. 3:4). Masalahnya, apakah kita saat ini masih berdosa? Daud sendiri mengakui bahwa sejak dalam kandungan dia (bayi) sudah berdosa (Mzm. 51:7). 

Pertanyaan: apakah dalam kondisi berdosa seseorang diizinkan bersekutu dengan Tuhan? Tidak. Itu sebabnya Tuhan harus menghapus dan menyingkirkan dosa/pelanggaran (bnd. Mzm. 65:4) dan dosa tidak boleh terus menerus dilakukan. 

Pertanyaan selanjutnya: apakah setelah pulang dari gereja kita masih dapat berdosa? Tentu sebagai orang yang sudah percaya kepada Tuhan, kita mengetahui bahwa perzinaan, perselingkuhan, korupsi, mencuri dll. adalah perbuatan dosa. Namun bagaimana dengan sifat suka marah, dendam, membenci, berbohong dan mudah memfitnah serta menggosip? Apakah ini tidak termasuk dosa? Dan tahukah bahwa dosa itu dapat melebihi kekuatan kita seperti kata Daud (ay. 4)? Bukankah kita sering merasa menyesal setelah marah meledak-ledak dan keluar kata-kata kasar tanpa dapat dikontrol? Atau baru selesai doa pagi kemudian keluar belanja sayur mlijo bertemu ibu-ibu lain yang juga belanja lalu memperbincangkan gosip yang lagi viral? 

Apa kata Rasul Yohanes dalam tulisannya yang tampak kontradiktif, yakni:

“Jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.” (1 Yoh. 1:8) dibandingkan dengan “Setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa tidak pernah melihat dan tidak pernah mengenal Dia….Setiap orang yang lahir dari Allah tidak terus menerus berbuat dosa sebab benih ilahi tetap ad di dalam dia dan ia tidak dapat terus menerus berbuat dosa karena ia lahir dari Allah.” (1 Yoh. 3;6,9 – TB2) 

Kalau kita membaca lebih cermat ternyata “berdosa” dan “berbuat dosa” merupakan hal yang berbeda. Perhatikan, semua manusia yang lahir dan keluar dari rahim wanita sudah dalam kondisi berdosa karena imbas dari Adam-Hawa yang jatuh di dalam dosa (bnd. Rm. 5:19a) kecuali Yesus yang lahir tanpa dosa. Jelasnya bayi sudah dalam kondisi berdosa tetapi masih belum ada inisiatif untuk berbuat dosa. Contoh: ketika masih kecil tidak dapat bicara, bayi menggunakan tangisan untuk memanipulasi orang tua menuruti kemauannya. Setelah besar mulailah muncul mudah berbohong tidak mau mengakui kesalahan, suka bertengkar karena mau menang sendiri dst. Semua ini dilakukan tanpa perlu diajari oleh orang tua dan perbuatan-perbuatan dosa semacam ini hanya dapat dihapus oleh darah Yesus. Singkatnya, sifat alamiah berdosa itu memang ada pada kita tetapi siapa ada di dalam Kristus tidak akan berbuat dosa yang sama terus menerus. Misal: sifat jelek suami yang mudah emosi serta cerewetnya istri tidak boleh dipelihara menjadi kebiasaan – sama halnya terus menerus berbuat dosa yang sama – tetapi kebiasaan buruk semacam itu harus dibuang/dihentikan. Waspada, terus menerus mengulang sikap-sikap yang tidak berkenan di hadapan Tuhan menunjukkan bahwa orang itu tidak di dalam Kristus karena benih Ilahi hanya tertanam pada setiap pribadi yang percaya kepada-Nya. Ketika kita melakukan pelanggaran dan kesalahan, datanglah kepada Tuhan mohon ampun kepada-Nya maka darah-Nya yang masih bergaung sampai sekarang berkuasa menghapus dosa kita. 

Ada salah satu “quote” dari almarhum penginjil terkenal, Pdt. Billy Graham. “Kita dilahirkan dan hidup di dalam dunia. Dunia ini banyak kejahatan tetapi kita tidak boleh ambil bagian dalam kejahatan itu. Setiap kali bertindak, pertimbangkan apakah ini melanggar prinsip Alkitab?”

Introspeksi: sebelum mengambil suatu tindakan apakah kita berpikir akan merusak hubungan kita dengan Tuhan? Atau menjadi batu sandungan bagi orang lain? Apakah kita diperkenan dan ikut bersama-Nya ketika kita melakukan ini dan Ia datang saat ini pula? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini harus terus menggaung dalam semua aspek kegiatan kita agar terjalin persekutuan yang indah dengan Tuhan. 

  • Dampak dari persekutuan yang indah (ay. 6-14).

Daud menjalin persekutuan dengan Allah walau dia pernah berbuat dosa fatal yaitu berzina dengan Betsyeba. Heran, dalam posisi keberkatan, tidak ada satu kata pun dia meninggikan diri dengan mengatakan ini semua karena usahanya sendiri tetapi dia selalu mengatakan, “Engkau yang menghapuskannya…Engkau yang menjadi kepercayaan….Engkaulah yang menegakkan…Engkau yang meredakan…Engkau mengindahkan..Engkau mengairi…Engkau memahkotai…” 

Daud mengakui bahwa berkat yang dia terima semata-mata dari Tuhan walau dia tentu tidak berdiam diri tetapi ada upaya yang dilakukan. Heran, Daud yang mempunyai persekutuan benar nan indah dengan Allah tidak menganggap berkat yang dimiliki sebagai hasil upayanya sendiri tetapi lebih mengedepankan pujian dan hormat kepada Khaliknya, Sang Pencipta yang memberinya. Buktinya, ketika perang melawan Goliat, Daud percaya Tuhan akan melepaskannya dari tangan orang Filistin (1 Sam. 17:37a) dan dia mendatangi raksasa ini dengan nama TUHAN semesta alam serta yakin Tuhan akan menyerahkan musuh itu ke dalam tangannya (ay. 45-46). 

Demikian pula saat menghadapi orang-orang Filistin di lembah Refaim, Daud bertanya terlebih dahulu kepada Tuhan apakah harus maju melawan mereka dan Tuhan menyuruhnya maju sebab musuh akan diserahkan ke dalam tangannya (2 Sam. 5:18-19). Memang Daud berperang tetapi Tuhan memiliki peran penting dalam kemenangannya. 

Ketika semua sudah mapan, Daud ingin mendirikan rumah bagi Tuhan karena Tabut Allah masih diam di bawah tenda (2 Sam. 7:2). Namun ternyata Tuhan tidak mau diatur oleh kekayaan dan kepandaian manusia sebab Ia adalah Sang Pencipta alam semesta termasuk manusia di dalamnya (ay. 3, 8-10). Terkadang kebaikan manusia tampak baik tetapi belum tentu benar. Untung Daud sadar bahwa dia bukan siapa-siapa lalu menghadap Tuhan sambil berkata, “Siapakah aku ini, ya Tuhan ALLAH, dan siapakah keluargaku sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini.” (ay. 18) 

Pembelajaran: hendaknya kita sadar bahwa kita hanyalah orang berdosa dan masih dapat berbuat dosa. Oleh sebab itu kita tidak boleh sombong dengan berkat pemakaian Tuhan dalam kecakapan dan kemampuan apa pun yang kita miliki. Dengan kata lain, jangan merasa kita dapat melayani karena kemampuan dan kepandaian kita sehingga menganggap tanpa keberadaan kita pelayanan akan menjadi kacau. 

Apa yang membuat Daud dapat bersikap mengutamakan Tuhan dan bersyukur atas berkat-Nya?

Perlu diketahui bangsa Israel memiliki pengakuan iman yang luar biasa tercantum dalam Ulangan 6:4-5, “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”

Perintah terhadap orang Israel ini dikumandangkan Musa (suku Lewi) di Kitab Ulangan dan masih didengar oleh Daud (suku Yehuda) di Kitab Samuel ±300 tahun kemudian walaupun berbeda suku tetapi masih dalam satu kesatuan yaitu bangsa Israel. 

Apa yang harus orang Israel (juga kita) lakukan agar tetap dapat mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan? Harus mengajarkan dan membicarakannya berulang-ulang kepada anak-anak mereka (juga kita) di mana pun dan kapan pun (ay. 6-7). 

Dalam tradisi Yahudi, ayah memegang peran penting dalam memperbincangkan Firman Tuhan kepada anak- anaknya. Oleh sebab itu sebelum meninggal, Daud tidak menitipkan harta melimpah kepada Salomo tetapi berpesan untuk tetap mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan (1 Raja. 2:3). 

Introspeksi: sudahkah kita mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati? Dan sebagai orang tua, terutama ayah, sudahkah kita memperkenalkan Tuhan serta perintah-Nya kepada anak-anak kita? Atau kita sibuk bekerja dan main HP sehingga tidak ada waktu bagi anak-anak kita? 

Hendaknya kita sadar bahwa persekutuan indah bersama Tuhan mendatangkan berkat dan dampak dari persekutuan indah bersama-Nya membuat kita makin mengasihi-Nya dan mengakui bahwa berkat melimpah yang kita nikmati bukanlah hasil upaya kita sendiri tetapi oleh sebab Dia yang mengasihi dan memberkati kita. Amin.