Shalom,
Hari ini kita merenungkan Mazmur 55 dengan tema “Serahkankah Kekhawatiranmu Kepada Tuhan”. Mazmur ini masih termasuk dalam kumpulan nyanyian pengajaran Daud.
Berbicara tentang khawatir, ini merupakan respons atau reaksi yang wajar ketika kita menghadapi rasa ketakutan, ancaman dsb. Kata khawatir (Bhs. Ibr. ye-hawb = burden = beban); jadi kita serahkan beban kita kepada Tuhan. Sedangkan dalam bahasa Yunani (merimnao = peduli, memperhatikan). Contoh: ketika anak kita pertama kali masuk sekolah, kita sebagai orang tua pasti diliputi kekhawatiran ketika mengantarnya ke kelas. Kita khawatir bagaimana kalau ditinggal kemudian menangis mencari papa mamanya dst. Kekhawatiran ini terjadi sebagai bentuk kepedulian dan perhatian kepada anak kita.
Perasaan khawatir dapat pula bermakna positif karena membuat kita termotivasi untuk waspada dan berjaga-jaga. Misal: kita menjadi khawatir ketika pekerjaan kita mengalami kemunduran. Kita kemudian bersikap waspada dan berhati-hati untuk mengambil langkah-langkah yang tepat supaya masalah tidak berkepanjangan.
Jadi, rasa khawatir bukanlah dosa karena merupakan bentuk kepedulian atau perhatian kita terhadap sesuatu. Namun perlu digarisbawahi, kalau kekhawatiran tidak diserahkan kepada Tuhan, ini dapat menimbulkan masalah. Oleh sebab itu apa kata Yesus tentang kekhawatiran ini? Matius 6:30 menuliskan, “Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?” juga “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (ay. 27) Jelas Yesus menegaskan agar kita tidak khawatir berlebihan sebab khawatir yang terus-menerus berpotensi menjadi dosa tidak percaya sehingga kita merasa tidak lagi ada pertolongan. Waspada, kalau kita tidak percaya Tuhan berkuasa menolong kita, Tuhan pun tidak bertindak bagi kita.
Kita tahu kisah Raja Daud yang mengalami penderitaan demi penderitaan karena dikejar-kejar musuh mau dibunuh belum lagi masalah keluarga. Sebagai manusia normal, Daud juga mengalami kekhawatiran dan dia tuangkan semua perasaan takut, khawatir dll. dalam tulisannya di Kitab Mazmur.
Sangatlah wajar ketika dalam ketakutan, pikiran kita tidak dapat menghindar maupun mencegah untuk tidak kepikiran dengan masalah yang dihadapi tetapi kita mau belajar dari Daud yang telah mengalaminya.
Proses apa yang dilalui Daud untuk dapat kita contoh dalam menghadapi kekhawatiran?
- Daud meluapkan perasaan cemas, gelisah, takut, gentar dan seram kepada Tuhan (ay. 2-9)
“Berilah telinga, ya Allah, kepada doaku, janganlah bersembunyi terhadap permohonanku! Perhatikanlah aku dan jawablah aku! Aku mengembara dan menangis karena cemas, karena teriakan musuh, karena aniaya orang fasik; sebab mereka menimpakan kemalangan kepadaku, dan dengan geramnya mereka memusuhi aku. Hatiku gelisah, kengerian maut telah menimpa aku. Aku dirundung takut dan gentar, perasaan seram meliputi aku. Pikirku: "Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang, bahkan aku akan lari jauh-jauh dan bermalam di padang gurun. S e l a Aku akan segera mencari tempat perlindungan terhadap angin ribut dan badai."
Daud “curhat” menceritakan semua masalah yang dihadapinya kepada Tuhan dan tindakan ini sangat tepat sebab Tuhan berhak menerima curhatan umat yang dikasih-Nya. Ia tidak memandang hina orang-orang yang datang kepada-Nya dengan hati yang remuk (Yes. 57:15) dan menghargai setiap tetes air mata kita (bnd. Yes. 38:5).
Aplikasi: saat menghadapi pelbagai masalah, sikap yang benar dan tepat ialah curhat kepada Tuhan. Ini bukan berarti kita tidak boleh curhat kepada suami/istri atau orang tua kita.
Dalam doanya, Daud bersikap seakan-akan tidak sopan dengan mengatakan “pasanglah telinga, ya Allah” (TB2). Apakah Allah tidak mempunyai telinga sehingga tidak mendengar seruannya? Bukankah saat menghadapi persoalan, kita berdoa berkali-kali tetapi Tuhan diam tidak segera menolong kita seolah-olah Ia tidak mendengarkan keluh kesah kita? Kita berdoa hingga berbulan-bulan bahkan tahunan tetapi jawaban doa tidak kunjung datang kemudian kita menganggap Tuhan bersembunyi dari segala permohonan kita.
Daud menceritakan kondisi sesungguhnya yang membuat dia gelisah, terguncang, sengsara, jantungnya berdebar-debar (TB2). Sering kali penderitaan mental membuat fisik kita terganggu seperti dialami oleh Pembicara saat menghadapi pergumulan berat membuat fisiknya terganggu dan tubuh makin kurus.
Penderitaan Daud begitu berat bahkan mungkin sudah lelah dalam pergumulan sehingga dia ingin lari dari masalah atau lari dari kenyataan hidup (ay. 7-9).
- Daud menceritakan masalahnya dengan detail kepada Tuhan (ay. 10-12).
“Bingungkanlah mereka, kacaukanlah percakapan mereka, ya Tuhan, sebab aku melihat kekerasan dan perbantahan dalam kota! Siang malam mereka mengelilingi kota itu di atas tembok-temboknya dan di dalamnya ada kemalangan dan bencana; penghancuran ada di tengah-tengahnya, di tanah lapangnya tidak habis-habisnya ada penindasan dan tipu.”
Daud menceritakan masalah demi masalah yang dihadapinya kepada Tuhan.
Ingat, telinga dan tangan Tuhan selalu terbuka, mendengarkan setiap masalah kita dan siap menolongnya. Ia tidak bosan maupun capai mendengar keluhan kita. Daud menceritakan satu per satu masalahnya kepada Tuhan. Dia meminta kepada Tuhan supaya mengacaukan percakapan mereka yang berbuat jahat seperti pernah dilakukan Tuhan ketika manusia berambisi ingin mencari nama dengan mendirikan menara Babel (Kej. 11:7-9).
Ternyata Daud menghadapi masalah pengkhianatan yang dilakukan oleh sahabat yang menjadi orang kepercayaannya, senasib sepenanggungan di dalam pelarian dan dulunya sama-sama beribadah (ay. 13-15).
Aplikasi: hendaknya kita tidak mengkhianati relasi nikah, kerja, pertemanan, pelayanan. Kalaupun kita dikhianati, datanglah kepada Tuhan seperti yang dilakukan oleh Daud dan ceritakan semua dengan jelas dan jujur kepada- Nya.
Memang pengkhianat patut mendapat hukuman (ay. 16) tetapi Daud tidak mau main hakim sendiri. Dia menyerahkan penghakiman kepada Tuhan karena Tuhanlah yang berhak atas penghakiman (bnd. Ibr. 10:30). Siapa orang kepercayaan yang telah mengkhianati Daud? Ahitofel yang membelot berpihak pada Absalom (2 Sam. 15:12) juga Absalom, anaknya sendiri yang mengkhianati Daud. Ini merupakan penderitaan yang begitu berat bagi Daud. Bukankah Yudas Iskariot yang mengkhianati Yesus, Gurunya, berakhir tragis dengan bunuh diri?
- Doa Daud penuh iman dan ketekunan serta fokus pada Pribadi Allah (ay. 17-24).
“Tetapi aku berseru kepada Allah, dan TUHAN akan menyelamatkan aku. Di waktu petang, pagi dan tengah hari aku cemas dan menangis; dan Ia mendengar suaraku. Ia membebaskan aku dengan aman dari serangan terhadap aku, sebab berduyun-duyun mereka melawan aku. Allah akan mendengar dan merendahkan mereka,– Dia yang bersemayam sejak purbakala. S e l a …….Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah. Tetapi Engkau, ya Allah, akan menjerumuskan mereka ke lubang sumur yang dalam; orang penumpah darah dan penipu tidak akan mencapai setengah umurnya. Tetapi aku ini percaya kepada-Mu.”
Kata penghubung “tetapi” menunjukkan perbedaan antara bagian sebelum dan bagian sesudahnya. Doa Daud berbeda di bagian ini, doanya mengalami peningkatan.
Tuhan ingin doa kita tidak melulu luapan dari keluh kesah tetapi ada peningkatan seperti doanya Daud. Peningkatan apa yang terkandung dalam doa Daud?
• Berdoa dengan iman. Daud percaya Tuhan akan menyelamatkan, mendengar, dan membebaskannya (ay.17-20).
Yesus juga mengajarkan kita bagaimana doa dengan iman, “Karena itu Aku berkata kepadamu; apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” (Mrk. 11:24)
• Berdoa dengan tekun. Daud berseru “di waktu petang, pagi, dan tengah hari” (ay. 18)
Yesus memberikan perumpamaan bagaimana macam doa yang tekun itu – ketekunan yang dilakukan oleh janda terhadap hakim lalim untuk membela haknya terhadap lawannya; akhirnya hakim tersebut mengabulkan permintaannya (Luk. 18:1-8).
Aplikasi: jangan mudah berputus asa ketika seruan doa kita belum dijawab oleh Tuhan, tetaplah tekun berdoa dan yakinlah Ia akan mengabulkan permintaan kita menurut waktu-Nya.
• Fokus doa Daud ditujukan pada Pribadi Allah Bila awalnya doa Daud berfokus pada dirinya dan meluapkan perasaan serta masalahnya (ay. 2-16) kini doanya fokus pada Allah yang akan menyelamatkannya dan membalas musuh-musuhnya. Mengapa doa kita harus fokus kepada pribadi Tuhan? Agar setelah masalah kita sudah dijawab oleh-Nya, kita tetap akan terus berdoa pada Tuhan. Doa yang hanya fokus pada masalah akan berhenti saat masalah kita terselesaikan, karena tujuannya sudah tercapai.
• Doa Daud untuk membangun relasi dengan Allah, bukan sekadar doa saat butuh. Dalam doa kita makin mengenal siapa Allah sesungguhnya dan relasi kita makin dekat dengan-Nya. Doa juga bukanlah sekadar menyodorkan daftar permintaan kepada Daud sadar Tuhan mengizinkannya mengalami banyak penderitaan untuk membentuk kepribadiannya dan membawanya makin dekat kepada Tuhan. Bagaimana dengan kita kalau seizin Tuhan mengalami masalah, apakah kita bersyukur atau malah mengomel/bersungut- sungut? Tahukah bahwa persoalan demi persoalan justru menjadi alarm yang membangunkan kita untuk berdoa dan makin dekat dengan Tuhan. Namun setelah persoalan diselesaikan oleh Tuhan, masihkah kita tekun berdoa? Bagaimana kehangatan dan keintiman doa kita kepada Tuhan?
Perhatikan, selama fokus doa kita hanya pada diri sendiri, pada perasaan dan masalah, kita akan sulit menyerahkan kekhawatiran kita kepada Tuhan sebab kita tidak menyadari bahwa kita menghadapi Allah yang hidup dan yang mengasihi kita. Sebaliknya, semakin kita mengenal dan dekat kepada Tuhan, semakin kita dapat mempercayakan diri kita kepada-Nya bukan lagi sekadar percaya kepada-Nya. Mempercayakan diri kepada Tuhan artinya tetap percaya pada-Nya meskipun menghadapi berbagai persoalan hidup (ay. 24 TB2).
Terbukti kesaksian pengalaman Daud yang ditulis 3.000 tahun lalu menjadi berkat bagi pembaca termasuk kita. Kita mengerti bagaimana berdoa kepada Allah di saat menderita dan dalam kesesakan. Tuhan mempersilakan kita mencurahkan isi hati kita tetapi jangan berhenti di sini, kita tingkatkan doa kita untuk fokus pada Pribadi-Nya. Dengan demikian kita makin mengenal Dia, menjalin hubungan lebih lebih dekat dengan-Nya dan memercayakan diri sepenuh kepada Dia. Setelah mengalami pengalaman pribadi bersama Tuhan, kita pun dapat menyaksikan kepada sesama bagaimana menyerahkan kekhawatiran kita kepada Tuhan sebagaimana Daud sudah menulisnya dan sudah memberkati kita. Amin.