Shalom,
Tahukah kita bahwa tutur kata yang benar sangatlah penting, karena apa yang keluar dari mulut kita memiliki konsekuensi kekal? Perhatikan, sepatah dua kata yang keluar begitu saja dari mulut - entah janji atau umpatan yang segera kita lupakan - sebenarnya memiliki konsekuensi kekekalan. Yesus sendiri mengingatkan orang-orang Farisi bahwa setiap kata sia-sia yang diucapkan harus dipertanggungjawabkan pada hari penghakiman, karena dari ucapan yang keluar hati ke mulut, seseorang akan dibenarkan atau dihukum (Mat. 12:34-36).
Tutur kata juga sangat berdampak dalam kehidupan kita di dunia. Tutur kata yang baik dan inspiratif akan menguatkan dan menghibur; sebaliknya, tutur kata yang tidak baik akan mengacaukan keadaan, merusak harga diri, mencelakai, bahkan menghancurkan masa depan orang lain.
Apa yang dapat kita pelajari dari Mazmur 52 mengenai bertutur kata yang benar? Pertama-tama, kita perlu mengenal siapa “Doeg” yang namanya disebut dalam ayat 1 dan 2:
“Untuk pemimpin biduan. Nyanyian pengajaran Daud ketika Doëg, orang Edom itu datang memberitahukan kepada Saul bahwa Daud telah sampai di rumah Ahimelekh.” (ay. 1-2)
Doeg adalah pengawas atas gembala-gembala Saul (1 Sam. 21:7). Saat Daud melarikan diri dari kejaran Saul, ia tiba di kota Nob di mana Tabernakel Musa berada. Di sana ia bertemu dengan Imam Ahimelekh. Daud mengaku bahwa dia sedang dalam misi rahasia dari raja sehingga datang seorang diri. Ia lalu meminta makanan dan Ahimelekh memberi dia roti sajian, karena tidak ada roti lainnya. Daud juga meminta tombak atau pedang, dan Ahimelekh memberikan pedang Goliat kepadanya (ay. 1-6,8-9). Peristiwa ini dilihat oleh Doeg yang sedang ada di sana (tafsiran lain mengatakan Doeg sedang ada keperluan di Bait Allah di kota Nob).
Kemudian dikisahkan Saul sedang mengomeli anak buahnya karena tidak ada seorang pun dari mereka yang memberitahu kepadanya di mana Daud berada. Doeg, yang saat itu berdiri dekat mereka, memberitahukan kepada Saul bahwa dia melihat Daud ada di Nob bertemu Ahimelekh yang memberi Daud bekal serta pedang Goliat. Saul marah dan menyuruh memanggil Ahimelekh bersama seluruh keluarganya juga para imam di Nob. Saul menuduh Ahimelekh bersekongkol dengan Daud untuk melawannya. Ahimelekh berusaha membela diri, tetapi Saul yang sangat marah memerintahkan untuk membunuh Ahimelekh dan keluarganya.
Tidak seorang pun pengawal Saul berani bergerak menjalankan perintahnya. Tetapi Saul memerintahkan Doeg, seorang Edom, untuk membunuh para imam itu. Tanpa segan, Doeg segera turun tangan. Total 85 imam mati dibunuh. Tidak cukup di sini, semua makhluk hidup (perempuan, anak-anak, ternak) yang ada di kota Nob dimusnahkan oleh Doeg. Hanya Abyatar, anak Ahimelekh, berhasil melarikan diri menjadi pengikut Daud.
Dalam Mazmur 52:3, Daud merenungkan betapa mengerikan tutur kata Doeg mengakibatkan kehancuran kehidupan manusia, ternak, bahkan kehancuran seluruh kota. Dia tidak habis mengerti mengapa ada orang seperti Doeg ini. Doeg yang dikhususkan melayani Tuhan pasti akrab dengan Tabernakel dan imam-imam di sana, tetapi begitu tega bertutur kata yang berujung pada kematian dari orang-orang yang ia temui tiap hari.
Berapa banyak dari kita pernah menjadi korban dari tutur kata yang tidak benar dari orang lain? Misal: sahabat yang membutuhkan uang berjanji (bertutur kata) kepada kita akan membayar utangnya tetapi ditunggu-tunggu tidak pernah muncul baik uangnya maupun orangnya. Kita menjadi kesal dan merasa dikhianati oleh orang dekat kita. Kita juga sering difitnah (tutur kata yang tidak benar) berakibat harga diri, penghidupan dan masa depan kita terganggu.
Batin kita (bahkan mungkin fisik juga) teraniaya oleh tutur kata yang tidak benar dari orang lain. Namun Firman Tuhan memerintahkan kita mengasihi musuh, mendoakan mereka yang menganiaya kita (Mat. 5:44) bahkan berbuat baik tanpa mengharapkan balasan (Luk. 6:35). Maukah kita mendoakan mereka yang menipu kita?
Mendoakan mereka yang meleset janji dalam membayar utang kepada kita? Bukankah hidup kita tidak berkekurangan walau utangnya tidak dilunasi?
Namun lebih jauh lagi, Mazmur 52 juga menunjukkan TUTUR KATA yang BENAR itu seperti apa:
- Tutur Kata yang Benar itu TULUS (ay. 4-5).
Mazmur 52 mengontraskan antara orang benar dan orang fasik. Siapa orang fasik ini? Dia lebih dari sekadar jahat, sebab ia sudah mengenal Tuhan tetapi bersikap seakan-akan Tuhan tidak ada. Bukankah Doeg bertugas melayani Tuhan di Bait Allah dan bertemu dengan imam-imam yang bertugas di sana? Namun dia tega membunuh seluruh imam-imam, tanpa takut dan segan sama sekali kepada Tuhan.
Hati orang fasik (seperti Doeg) yang penuh dengan kejahatan sudah mempunyai rencana untuk menghancurkan, memecah belah, memanipulasi dan memanfaatkan keadaan. Tutur katanya bagaikan pisau cukur tajam yang mendatangkan kekacauan, kehancuran, memperkeruh suasana untuk mendapatkan keuntungan. Jelas, Doeg mempunyai motivasi yang tidak tulus. Demikian pula dengan tutur kata manipulatif Haman kepada Raja Ahasyweros karena dia berniat mau memusnahkan orang Yahudi (Est. 3:8-15). Juga Raja Darius yang diarahkan oleh seluruh pejabat tinggi melalui perkataan koruptif untuk membunuh Daniel (Dan. 6:7-10).
Jangan kita mudah terpancing emosi oleh tutur kata manipulatif dan koruptif yang mendatangkan kekacauan dan kehancuran. Namun jangan pula kita jadi pelaku tutur kata yang busuk dan manipulatif, yang diam-diam merencanakan penghancuran orang lain supaya kita naik pangkat, lebih diperhatikan orang tua, istri lebih menurut dst. Apakah tutur kata kita adalah tutur kata yang TULUS? Atau tutur kata yang MANIPULATIF untuk mendapat keuntungan?
- Tutur Kata yang Benar itu TEPAT sesuai fakta (ay. 6).
Tutur kata yang benar adalah perkataan yang TEPAT SESUAI dengan fakta, bukan perkataan dusta, fitnah atau cemoohan yang tidak berdasar.
Jangan kita bersikap bagai orang fasik yang gemar berkata dusta dan fitnah, seperti dilakukan Ratu Izebel terhadap Nabot. Raja Ahab mengingini kebun anggur Nabot tetapi Nabot tidak mau menjual atau menukarnya, sebab kebun itu milik pusaka nenek moyangnya. Ahab ngambek lalu masuk kamar menelungkupkan muka dan tidak mau makan. Melihat hal ini, Izebel, istrinya, bertanya mengapa hatinya kesal. Setelah paham masalahnya, Izebel menyuruh dua orang dursila memfitnah Nabot berakibat dia dilempari batu sampai mati (1 Raja 21:8- 10).
Jelas, fitnah dan dusta, yaitu tutur kata yang TIDAK TEPAT sesuai fakta dapat mencelakai orang lain! Tetapi cemooh dan penghinaan juga berbahaya! Terlebih lagi jika diarahkan kepada pembawa Firman Tuhan.
Cemoohan jelas dapat menjatuhkan mental Hamba Tuhan. Seorang Nabi besar Yeremia saja sampai mengeluh di hadapan Tuhan karena merasa teraniaya dicemooh rakyat tiap kali dia harus memberitakan Firman Tuhan (Yer. 20:7). Karena itu jangan sembarang menghakimi dan menyatakan seorang Hamba Tuhan sesat karena menyampaikan sesuatu yang tidak kita sukai. Siapa pun yang ditunjuk untuk memberitakan Firman ada urapan Tuhan atasnya; ini bukan berarti Pemberita Firman tidak mungkin salah, tetapi hati-hati jangan sampai kita menghujat Allah yang mengurapinya!
Celakanya, kita juga sering mencemooh orang-orang terdekat kita! Daud juga mengalami cemoohan yang tidak berdasar dari Eliab, kakaknya sendiri (1 Sam. 17:26-28). Cemooh itu menyakitkan dan menjatuhkan, apalagi jika muncul dari orang yang dekat. Bayangkan betapa besar dampak merusak dari cemoohan yang kita arahkan kepada anak-anak, suami, atau istri kita dari hari ke hari!
Ketika menghadapi olokan dan cemooh, kita harus koreksi diri apakah memang betul apa yang dikatakan tentang kita. Kalau memang ada benarnya, tentu kita harus memperbaiki diri. Namun yang lebih penting ialah: jangan kita sendiri menjadi pencemooh, dan ambil bagian dalam pergaulan yang gemar mencemooh! (bnd. Mzm. 1:1).
- Tutur Kata yang Benar itu TEGUH berakar pada kasih setia Allah.
Kita tahu bahwa tutur kata yang keluar dari mulut berasal dari hati. Hati orang fasik tidak percaya pada Allah sebagai tempat pengungsiannya. Ia lebih percaya pada kekayaannya yang melimpah dan berlindung pada tindakan penghancuran (ay. 7-9). Ia tidak mengandalkan Tuhan.
Sebaliknya, bagaimana isi hati orang benar? Ia PERCAYA AKAN KASIH SETIA Allah untuk seterusnya dan selamanya (ay. 10).
Apa arti dari “kasih setia?” Kasih yang disertai dengan komitmen. Contoh: Allah yang mahakuasa, Pencipta dan Pemilik alam semesta memilih Israel apa pun kondisinya. Walau Israel memberontak dan jatuh dalam dosa Ia tetap mengasihi mereka. Ia juga mengasihi kita betapapun bobroknya moral kita dan dalamnya kejatuhan dosa kita, Ia tetap memilih kita. Semua ini karena komitmen Allah dalam kasih setia-Nya. Tidak ada seorang atau apa pun dapat merebut kita dari tangan Allah karena kita sudah dipilih oleh-Nya.
Alhasil, jika kita menghargai Allah yang penuh kasih setia, tutur kata kita tidak akan sembarangan dan sia-sia. Sebaliknya, tutur kata orang yang TEGUH berakar pada kasih setia Allah, adalah tutur kata SYUKUR kepada- Nya (ay. 11).
Seorang teolog terkenal bernama John Fullerton MacArthur bercerita kalau dia mempunyai dosen orang Yahudi yang bertobat dan menerima Tuhan Yesus di masa mudanya. Dosen ini menjadi profesor teologi Kristen dan John MacArthur menjadi salah satu mahasiswanya. Di masa tuanya, dosen ini menderita Alzheimer dan lupa bahwa dia sudah menjadi Kristen. Di dalam pikirannya, dia masih Yahudi dan kembali pada kepercayaan Yahudinya. Bagaimana nasib dosen ini? Kalau kita paham akan kasih setia Tuhan, kita tahu bahwa dia tidak akan lepas dari kasih setia Allah.
Tutur kata apa yang dapat kita lontarkan kepada Tuhan saat memahami KASIH SETIANYA dalam situasi semacam ini? Cuma satu: BERSYUKUR kepada Tuhan karena kuat kasih setia-Nya. Oleh sebab itu apa pun kondisi kita jangan gampang mengeluh dan mengomel di masa sulit, jangan pula mudah sombong dan berbangga diri di kala berhasil, tetapi seperti nasihat Paulus: mengucaplah SYUKUR senantiasa kepada-Nya dalam segala perkara.
Banyak kekurangan kita dalam bertutur kata. Lidah yang kecil ini memang tidak bisa dijinakkan (Yak. 3:5-8). Namun Yakobus menegaskan, jika seseorang merasa diri beribadah tetapi tidak mengekang lidahnya, dia menipu diri sendiri dan ibadahnya sia-sia! (Yak. 1:26).
Karena itu, kita harus tetap sungguh berusaha mengekang tutur kata kita di dalam kebenaran! Walau banyak kesalahan, kiranya kita mau seperti Daud yang mau ditegur dan mengaku dosa supaya Tuhan bertindak menolong, memulihkan dan menyucikan kita karena Nama-nya baik dan kita memashyurkannya di depan orang-orang yang dikasihi-Nya (ay. 11).
Akhir kata, marilah kita membiasakan diri BERTUTUR KATA BENAR, yaitu tutur kata yang TULUS tanpa manipulasi. Tutur kata yang TEPAT sesuai fakta, tanpa dusta, fitnah, dan cemooh. Tutur kata yang TEGUH berakar pada kasih setia Allah, yang mewujud berupa SYUKUR senantiasa kepada-Nya. Amin.