Shalom,
Kita dapat menyanyikan lagu pujian dengan lepas bebas saat beribadah namun sungguhkah kita menghayati dan tersentuh dengan kata-kata dari lirik lagu tersebut? Atau kita menyanyi dengan baik karena terpengaruh oleh melodi dan iramanya yang enak?
Apa yang dinyanyikan oleh pemimpin biduan dari bani Korah? Mazmur 42:2-4 menuliskan, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah? Air mataku menjadi makananku siang dan malam karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: "Di mana Allahmu?"
Kerinduan pemimpin biduan ini kepada Tuhan bagaikan rusa yang merindukan sungai berair. Tahukah rusa tidak hanya perlu makanan tetapi hidupnya juga bergantung pada air? Setelah ketemu air, dia akan minum sepuasnya. Rusa termasuk binatang yang peka terhadap predator yang siap memangsanya (ay. 10). Itu sebabnya saat minum air dia juga waspada akan bahaya yang mengancam.
Namun kemudian lirik nyanyian pemimpin biduan ini mengungkapkan bahwa air matanya (pribadi bukan berkelompok) menjadi makanan siang malam, mengapa? Karena ditantang oleh orang-orang yang bertanya di mana Allahnya. Pertanyaan “Di mana Allahmu” ditanyakan kepada pemimpin biduan ini hingga dua kali (ay. 4, 11).
Bila pertanyaan yang sama ditujukan kepada kita pribadi, di mana kita dapat bertemu dengan Tuhan, apa jawaban kita? Perhatikan, Tuhan tidak hadir hanya di dalam gereja tetapi Ia hadir di mana pun dan kapan pun. Jangan terjadi seperti Yusuf dan Maria yang pulang sementara Yesus ketinggalan di Yerusalem (Luk. 2:42-46)!
Siapa yang ditekan dengan pertanyaan serupa? Bani Korah, keturunan Lewi, imam-imam. Bukan hanya Bani Korah tetapi Asaf, penyanyi di rumah Tuhan, (1 Taw. 6:39) juga ditanyai “di mana Allahmu” (Mzm. 79:10).
Introspeksi: apa reaksi Song Leader, Backing Vocal, paduan suara ketika orang-orang bertanya di mana Tuhan Anda? Apakah Anda memimpin pujian atau menyanyi karena menunaikan tugas pelayanan sesuai dengan passion Anda sehingga Anda bersemangat bila lagunya enak didengar?
Ternyata dari zaman ke zaman, Daud, Yoel, Mikha, orang-orang percaya di era Pentakosta dst. selalu mendapat tekanan pertanyaan “di mana Tuhanmu?” Apa jawab kita bila pertanyaan yang sama ditujukan kepada kita oleh orang-orang di sekitar kita yang belum/tidak mengenal Tuhan? Apakah keluarga kita sudah percaya Yesus?
Apa respons pemimpin biduan terhadap pertanyaan “di mana Allahmu”? “Inilah yang hendak kuingat sementara jiwaku gundah gulana; bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan.” (ay. 5)Jelas, pemimpin biduan menggubah lagu bukan karena mendapat inspirasi atau lagi in the mood seperti lazimnya pengarang lagu tetapi dia ingat berjalan melangkah ke rumah Allah sementara jiwanya sedang gundah gulana.
Introspeksi: masih ingatkah kita akan kondisi tidak dapat beribadah ke gereja selama ± 2½ tahun karena pandemi? Apakah kita sedih tidak dapat masuk gereja selama itu? Dan sekarang kita telah boleh beribadah kembali, apakah kita bersemangat untuk pergi ke gereja atau malah malas karena sudah terbiasa beribadah on line tanpa perlu susah-susah ke gereja? Bahkan kita pindah channel bila kita tidak suka dengan Pembicara Firman Tuhan saat itu? Bersikaplah seperti pemimpin biduan yang bergegas melangkah ke rumah Allah mendahului kepadatan manusia! Juga tetaplah setia dalam melayani Tuhan di bidang apa pun serta tak kalah pentingnya ialah kita mengenal Tuhan yang kita layani sehingga dapat menjawab ketika seseorang bertanya “siapa dan di mana Tuhanmu”. Bila kita mengenal Tuhan yang kita sembah, kita akan rindu bertemu dengan-Nya dan suka membaca Alkitab secara utuh.
Selain teringat untuk bergegas masuk ke rumah Tuhan, pemimpin biduan juga berharap kepada Allah, Sang Penolong, ketika jiwanya tertekan dan gelisah (ay. 6). Dia teringat kepada-Nya dari tanah Sungai Yordan dan pegunungan Hermon dari gunung Mizar (ay. 7).
Pemimpin biduan teringat peristiwa Sungai Yordan di mana bangsa Israel menyeberangi sungai ini untuk masuk ke tanah perjanjian, Kanaan, setelah tinggal di padang belantara selama 40 tahun.
Pemimpin biduan juga merindukan pegunungan Hermon dari Gunung Mizar. Ada apa dengan gunung Hermon ini? “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun. Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab kesanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.” (Mzm. 133:1-3)
Hendaknya kita juga mempunyai kerinduan yang sama seperti dirasakan oleh pemimpin biduan yaitu rindu bertemu Tuhan dan bertobat untuk beroleh berkat kehidupan kekal. Jangan pertobatan kita ditandai dengan kepura-puraan atau ada motivasi tersembunyi di dalamnya, misal: “bertobat” karena menyukai cewek/cowok di gereja dll.! Demikian pula ketika menghadapi masalah, marilah kita berharap hanya kepada Tuhan yang mampu menyelesaikan problema kita. Ingat, Ia mahahadir, mahatahu dan mendengar semua doa permohonan kita.
Lebih lanjut apa nyanyian dari pemimpin biduan ini? “Samudera raya berpanggil-panggilan dengan deru air terjun- Mu; segala gelora dan gelombang-Mu bergulung melingkupi aku. TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku.” (ay. 8-9) Dia berdoa kepada Allah kehidupannya. Dengan kata lain, pemimpin biduan meninggikan Allah atas kehidupannya – kehidupan menjadi hal yang terpenting bagi pemimpin biduan sebab Tuhan berkuasa atas hidup manusia – apabila Ia mengambil roh manusia, mereka akan mati kembali menjadi debu (Mzm. 104:29).
Apa jawaban “di mana Allahmu” jika pertanyaan itu ditujukan kepada kita?
- Ia ada di Surga (Mzm. 115:2-3).
- Ia ada di tengah-tengah kita (1 14:23-25).
Tuhan – Sang Firman – hadir di mana saja dan Firman-Nya berkuasa menyelesaikan masalah apa pun termasuk masalah nikah yang pelik. Gereja boleh menyajikan acara yang menarik tetapi Firman Tuhan tetap harus diprioritaskan. Bila kita memulai ibadah dalam naungan Tuhan, kita akan ada persekutuan dengan anggota tubuh Kristus lainnya. Dan kita adalah rumah Allah di mana Roh Kudus berdiam di dalam hidup kita (1 Kor. 3:16). Roh Kudus menuntun kita untuk hidup tertib. Dengan demikian, sekalipun berat masalah dan tekanan hidup menimpa kita, kita tidak menjadi putus asa tetapi mempunyai pengharapan Tuhan menolong kita karena Ia berkuasa atas hidup kita. Amin.