Shalom,
Beberapa waktu lalu kita mengikuti pengadilan seorang berpangkat tinggi berhadapan dengan bawahannya. Hakim memutuskan bawahannya mendapatkan keringanan hukuman. Kita ikut senang ketika keadilan ditegakkan. Kita pasti berbahagia ketika apa yang kita perjuangkan dalam hidup ini berhasil walau sering kita lihat keadilan lebih berpihak pada orang-orang yang memiliki pengaruh, yang kaya dan mampu menyewa pengacara sementara orang-orang kecil tidak dapat menikmati keadilan. Namun kita percaya Tuhan itu mahaadil dan segala perbuatan baik maupun jahat suatu saat pasti mendapatkan balasan.
Sesuai dengan tema “keadilan Tuhan atas orang yang tulus”, kita mempelajari lebih jauh bahwa keadilan Tuhan dinyatakan terhadap mereka yang berbuat kebaikan maupun terhadap mereka yang berbuat kejahatan/kefasikan. Terbukti keadilan Tuhan tidak berlaku hanya kepada orang baik tetapi Ia juga tidak mengabaikan kejahatan yang merajalela tak terkontrol.
Jadi, kalau kejahatan tidak segera ditindak ini bukan berarti pelaku kejahatan dapat berbuat seenaknya lalu berpikir menikmati hidup semaunya, kalau mati habis perkara. Ini merupakan pemikiran yang dangkal sebab setiap perbuatan (baik atau jahat) pasti ada konsekuensinya.
Apa kata Daud dalam tulisannya di Mazmur 41 berkaitan dengan kebaikan dan kejahatan?
- Kita berbahagia bila melakukan perbuatan baik.
“Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah! TUHAN akan meluputkan dia pada waktu celaka.”
Introspeksi: sudahkah kita saling memerhatikan mereka yang lemah (ekonomi, kesehatan, intelektual dll.)? Atau mengajukan banyak alasan – tidak ada waktu karena sibuk kuliah, kerja, urusan keluarga? Atau malah melemahkan mental mereka yang lemah dengan perkataan, sikap dan tindak tanduk kita? Memang memerhatikan dan peduli pada mereka yang lemah membutuhkan pengurbanan waktu, tenaga, uang juga ego kita namun upah yang diterima ialah kebahagiaan.
Kita tidak perlu mengejar harta atau kepandaian atau kedudukan tinggi untuk beroleh kebahagiaan. Jangan berpikir kita tidak berbahagia karena miskin dan tidak berpendidikan tinggi, tetapi kebahagiaan diperoleh bila kita melakukan Firman Tuhan antara lain rajin berbuat baik.
Selain berbahagia bila kita berbuat baik, Tuhan juga memberikan bonus: meluputkan kita pada hari celaka dan melindungi serta memelihara nyawa kita (ay. 3-4).
Kebahagiaan tidak dapat ditutup-tutupi tetapi akan terpancar pada raut wajah. Demikian pula kalau kita berbuat baik, kebahagiaan terpancar dari wajah kita yang ceria; sebaliknya, kalau kita berpikiran negatif/jahat, wajahnya akan muram. Tuhan pernah menegur Kain, “"Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (Kej. 4:6,7)
Waspada, bila kita tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip. Jadi, kalau kita tidak menang atas kejahatan, kita akan hidup dalam kefasikan. Jangan menyepelekan hal ini sebab setiap perbuatan jahat pasti ada konsekuensinya! Perbuatan jahat Kain terhadap adiknya, Habel, menyebabkan dia kehilangan damai sejahtera. Orang yang hidup dalam kejahatan tidak ada damai (Yes. 48:22) sebab hati dan ingatannya dihantui dengan tuduhan akan perbuatan jahat yang pernah dilakukannya.
Tetapi ketika kita telah berbuat baik dengan memerhatikan orang lemah, ini bukan jaminan bahwa orang lain akan berbuat baik kepada kita. Contoh: orang tua merawat anak dengan penuh kasih namun sering terjadi anak yang sudah besar malah melupakan orang tua setelah hidup mandiri padahal keluarga adalah harta yang paling berharga.
- Siap menghadapi ujian ketulusan (ay. 5-10)
“Kalau aku, kataku: "TUHAN, kasihanilah aku, sembuhkanlah aku, sebab terhadap Engkaulah aku berdosa!" Musuhku mengatakan yang jahat tentang aku: "Bilakah ia mati, dan namanya hilang lenyap?" Orang yang datang menjenguk, berkata dusta; hatinya penuh kejahatan lalu ia keluar menceritakannya di jalan. Semua orang yang benci kepadaku berbisik-bisik bersama-sama tentang aku, mereka merancangkan yang jahat terhadap aku: "Penyakit jahanam telah menimpa dia, sekali ia berbaring, takkan bangun-bangun lagi." Bahkan sahabat karibku yang kupercayai, yang makan rotiku, telah mengangkat tumitnya terhadap aku.” Diperlukan ketulusan untuk berbuat baik dan hendaknya semua perbuatan baik kita ditujukan kepada Tuhan sebab kenyataannya walau kita sudah banyak berbuat baik, ketika kita sakit atau ada masalah, orang-orang malah menjauhkan diri bahkan tak jarang mereka pura-pura mendekat tetapi kemudian menggosipkan kita. Siapa mereka? Teman dekat, sahabat bahkan orang kepercayaan kita.
Ketika mengalami perlakuan seperti ini, apakah kita kecewa lalu berhenti berbuat baik bahkan menyalahkan Tuhan dan meninggalkan gereja? Tuhan menguji ketulusan hati kita. Apakah semua yang kita perbuat untuk Tuhan atau untuk diri sendiri? Apakah kita meminta balasan atas perbuatan baik kita?
Apa yang dilakukan Raja Daud ketika dia mengalami perbuatan jahat dari musuh-musuhnya? Dia berdoa minta belas kasihan Tuhan untuk kesembuhan (ay.5). Di dalam kesakitannya, Daud tidak menyalahkan orang lain tetapi belajar mengoreksi diri sendiri dan mengakui bahwa dia berdosa.
Kesaksian Pembicara: waktu masih di Medan, saya berusaha melayani Tuhan sepenuh hati, ikut membangun gereja, membawa jiwa-jiwa, bezoek dll. siang malam ke gereja hingga akhirnya jatuh sakit. Saat mendekor gereja waktu natal, saya muntah darah. Tetapi selama sakit itu, tidak seorang pun yang datang menjenguk. Saya sangat kecewa karena dulu saya menjenguk mereka yang sakit tetapi saat saya sendiri sakit tak seorang pun memerhatikan. Akibatnya saya mengalami kemerosotan iman; Tuhan benar-benar menguji ketulusan hati saya – apakah ketika berbuat baik, saya mengharapkan balasan dari sesama? Bersyukur dalam keterpurukan rohani itu, saya ingat akan kasih Tuhan yang telah menyelamatkan saya. Tuhan membawa saya kembali kepada-Nya saat saya hampir kembali pada kehidupan lama. Saya diingatkan kepada siapa yang harus dilayani, manusia atau Tuhan.
Daud dikhianati oleh penasihat, Ahitofel, yang dipercayainya. Saat Daud meninggalkan istana untuk menghindari Absalom demi kesejahteraan rakyatnya, Ahitofel malah memberikan nasihat kepada Absalom untuk menghancurkan hidup Daud (2 Sam. 16:20-23). Dapat dibayangkan bagaimana perasaan Daud ketika dikhianati oleh orang kepercayaannya! Ternyata Yesus juga dikhianati oleh orang dekat-Nya yang dipercaya memegang kas itulah Yudas Iskariot.
Introspeksi: bagaimana perasaan istri/suami ketika pasangan hidupnya berkhianat kepadanya? Juga sahabat dan orang kepercayaan mengkianati kita? Pasti hancur, serasa dunia runtuh menimpa kita. Namun jangan kita cepat menyalahkan mereka yang berkhianat tetapi datanglah kepada Tuhan mohon belas kasihan-Nya seperti dilakukan oleh Daud yang berseru kepada Tuhan hingga dua kali (ay.5, 11).
Daud mengoreksi diri dan mengakui sudah berbuat salah di hadapan Tuhan seperti perumpamaan yang Yesus tujukan kepada orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang. Orang Farisi begitu bangga dengan perbuatan baiknya sementara pemungut cukai mengakui dosanya dan Yesus membenarkan perbuatan pemungut cukai tersebut (Luk.18:11-14). Marilah kita belajar bergantung kepada Tuhan sebab Ia setia dan adil.
- Menegakkan hukum dan suka berdamai (ay. 11)
“Tetapi Engkau, ya TUHAN, kasihanilah aku dan tegakkanlah aku maka aku hendak mengadakan pembalasan (shawlam = be at peace = berdamai) terhadap mereka.”
Zaman dahulu, raja juga bertindak sebagai hakim untuk mengadili kejahatan dan melakukan pembalasan. Dalam kedudukannya sebagai raja, Daud harus menegakkan hukum bukan karena dendam. Daud memosisikan diri sebagai hamba Tuhan dan menyerahkan kepada Tuhan yang berhak atas pembalasan.
Firman Tuhan juga mengajarkan kita, “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan tetapi berilah tempat kepada murka Allah sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Rm. 12:17-22).
Perhatikan, pemerintah ditetapkan Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat (Rm. 13:1-5). Jika tidak, rakyat akan menderita terus. Namun bagi kita, hendaknya kita belajar membalas kejahatan dengan kebaikan untuk menunjukkan kualitas kita sebagai anak Tuhan.
Sebagaimana Mazmur Daud bagian pertama ini (Bab 1-41) yang di dalamnya digambarkan kisah yang penuh dengan pengalaman kesenangan dan kesukaran Daud tetapi diakhiri dengan pujian penyembahan kepada Tuhan (ay. 14), hendaknya kita juga tetap memuji Dia sepenuh hati dalam keadaan senang maupun susah. Sebagai anak-anak Tuhan, kita membawa shalom/damai ke mana pun dan dengan hidup penuh integritas di hadapan Tuhan, kita dapat memuji Dia.
Kita akan berbahagia bila kita suka berbuat baik dengan tulus. Kita juga tidak cepat-cepat membalas (dendam) kepada mereka yang berbuat jahat kepada kita tetapi suka berdamai dan membalas kebaikan kepada mereka. Dengan demikian kita dapat memuji Tuhan sepenuh hati dan Nama Tuhan dipermuliakan. Amin.