Shalom,
Setiap orang pasti ingin melakukan sesuatu yang terbaik tetapi ada kalanya justru berbuat kesalahan yang menimbulkan penyesalan. Refleksi diri adalah proses introspeksi diri dengan merenungkan apa yang telah terjadi termasuk dalam hal mengambil keputusan.
Refleksi diri bagaikan kita bercermin melihat diri sendiri di muka kaca tetapi sayang setelah pergi kita lupa muka kita sebenarnya. Ini diibaratkan seperti kita mendengar Firman Tuhan tetapi tidak melakukannya maka sama halnya kita menipu diri sendiri. Sebaliknya, bila kita mendengarkan Firman dan melakukannya, kita akan berbahagia (Yak. 1:22-25).
Melalui perenungan Firman Tuhan dari Mazmur 39, kita dapat refleksi diri untuk perbaikan diri ke depannya, yaitu:
- Tetap beriman/percaya kepada Tuhan (ay. 1-7, 10)
“Untuk pemimpin biduan. Untuk Yedutun. Mazmur Daud. Pikirku: "Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku." Aku kelu, aku diam, aku membisu, aku jauh dari hal yang baik; tetapi penderitaanku makin berat. Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala seperti api, ketika aku berkeluh kesah; aku berbicara dengan lidahku: "Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku dan apa batas umurku supaya aku mengetahui betapa fananya aku! Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagi-Mu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! S e l a Ia hanyalah bayangan yang berlalu! Ia hanya mempeributkan yang sia-sia dan menimbun tetapi tidak tahu siapa yang meraupnya nanti….Aku kelu, tidak kubuka mulutku sebab Engkau sendirilah yang bertindak.”
Daud berusaha menahan diri dengan menutup mulut agar tidak berdosa dengan lidahnya; akibatnya, penderitaannya makin berat. Dia juga mengaku bahwa hidupnya hampa dan sia-sia belaka bagaikan bayangan yang berlalu.
Kita tahu Daud pernah menganggap Tuhan “tidak ada” saat dia menghamili Batsyeba dan mengambil dia menjadi istrinya dengan cara membunuh Uria, suaminya (2 Sam. 11). Perbuatan keji ini menunjukkan bahwa Daud menganggap seolah-olah Tuhan tidak ada. Ketika Nabi Natan menegurnya, Daud minta ampun tetapi akibat dosa tetap berjalan dan hukuman Tuhan tetap berlaku.
Hidup Daud terancam dan dia melarikan diri ketika anaknya, Absalom, memberontak. Dia merasa hidupnya bagaikan di ujung tanduk dan ingin tahu kapan akan meninggal. Dia memohon kepada Tuhan untuk diberitahu berapa lama lagi waktu hidupnya di dunia ini agar dia beroleh kesempatan pengampunan dari-Nya dengan bertobat.
Jujur kita pandai menghitung berkat kekayaan dan dapat menghitung jumlah umur kita tetapi tidak seorang pun tahu kapan dipanggil Tuhan seperti doa Musa yang memohon untuk diajar menghitung hari-hari agar beroleh hati bijaksana (Mzm. 90:12).
Dalam penderitaan, Daud tidak mau protes tetapi tetap percaya bahwa Tuhan akan campur tangan dalam hidupnya. Dia tahu Tuhan menghajarnya namun dia percaya Tuhan akan menolong dan bertindak untuknya.
Bagaimana dengan Ayub, orang saleh dan benar, yang seizin Tuhan mengalami musibah demi musibah mulai dari kehilangan harta benda, anak-anaknya bahkan menderita sakit barah dari kepala hingga kaki? Mulailah Ayub berkeluh kesah tentang hari kelahirannya – mengapa dia tidak mati waktu dilahirkan (Ay. 3:11). Ayub tidak dapat menahan mulutnya dan mulai mengomel berakibat tidak menjadi berkat. Sahabat-sahabatnya menuduh dia telah berbuat dosa namun dia kemudian menyesal. Akhirnya Ayub merendahkan diri dan mengaku memandang Allah dengan matanya sendiri bukan mendengar dari kata orang (Ay. 42:5).
Aplikasi: ketika penderitaan menimpa, hendaknya kita datang kepada Tuhan bukan mengeluh apalagi kalau penderitaan itu terjadi karena dosa.
Kesaksian Pembicara: beliau dihajar Tuhan dan bisnisnya terpuruk tetapi sempat mengandalkan diri sendiri untuk mengatasi masalah ini. Beliau begitu putus asa dan fokus dengan beban yang berat sehingga lupa melihat Tuhan. Pikiran beliau diserang supaya tidak memercayai Tuhan yang sanggup memperbaiki kesalahan yang besar sekalipun. Puji Tuhan, beliau disadarkan melalui sang istri bahwa Yesus yang rela mati disalib demi beliau pasti sanggup menolongnya. Terbukti walau dalam penderitaan dan proses Tuhan menghajar, Ia masih mengasihi dan setia menolong kita. Musa juga pernah berbuat kesalahan tidak menghormati kekudusan Tuhan berkaitan dengan air di Meriba; akibatnya dia dihukum tidak diperbolehkan masuk Kanàan (Bil. 20:8-13). Musa menyadari kesalahannya dan memohon untuk diajar menghitung hari-hari sebab dia ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan sukacita di dalam Tuhan.
- Tetap berharap kepada Tuhan (ay. 8-9, 11, 12)
“Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? Kepada-Mulah aku berharap. Lepaskanlah aku dari segala pelanggaranku, jangan jadikan aku celaan orang bebal! Hindarkanlah aku dari pada pukulan-Mu, aku remuk karena serangan tangan-Mu. Engkau menghajar seseorang dengan hukuman karena kesalahannya dan menghancurkan keelokannya sama seperti gegat; sesungguhnya, setiap manusia adalah kesia-siaan belaka. S e l a”
Daud mengalami kehancuran dan berharap Tuhan melepaskan dia dari segala pelanggarannya. Menghadapi kejaran Absalom, anaknya, juga musuh-musuh yang mengincar nyawanya, Daud tetap berharap Tuhan menyertainya. Berbeda dengan Raja Saul yang sangat ketakutan menghadapi bangsa Filistin. Dia berdoa memohon pertolongan Tuhan tetapi Tuhan tidak menjawab. Saul kemudian mengambil jalan sendiri dengan meminta petunjuk kepada perempuan yang dapat memanggil arwah (1 Sam. 28:5-20). Waspada, orang yang mencari jalan sendiri tanpa Tuhan akan berakibat fatal.
Aplikasi: kita tetap berharap kepada Tuhan apa pun kondisi kita – kesehatan terganggu, ekonomi masih terpuruk dll. – dan percaya Ia sanggup memulihkan keadaan kita.
- Tetap berdoa kepada Tuhan (ay. 13-14)
“Dengarkanlah doaku, ya TUHAN, dan berilah telinga kepada teriakku minta tolong, janganlah berdiam diri melihat air mataku! Sebab aku menumpang pada-Mu, aku pendatang seperti semua nenek moyangku. Alihkanlah pandangan-Mu dari padaku supaya aku bersukacita sebelum aku pergi dan tidak ada lagi!"
Daud percaya Tuhan mendengar doa dan teriakannya minta tolong. Dia tidak mau terus hidup dalam kesalahan tetapi mau berubah. Dia juga mengaku sebagai pendatang yang hidup hanya sementara di dunia ini. Dia tahu kejayaannya tidak abadi.
Ada baiknya kita refleksi diri di hadapan Tuhan untuk mengetahui apakah ibadah dan pelayanan kita berkenan pada-Nya. Dan ingat dalam penderitaan berat pun kita harus tetap berdoa, berharap dan percaya Tuhan sanggup menolong kita. Amin.