Shalom,
Sungguh Tuhan dan Raja kita berdaulat atas kehidupan kita. Marilah kita membuka hati untuk menerima hadirat Tuhan melalui Firman-Nya hari ini yang bertemakan “Refleksi Diri di Hadapan Tuhan”.
Apa arti kata refleksi? Proses introspeksi dan koreksi diri dengan cara melihat dan merenungkan kembali apa yang telah terjadi dalam hidup kita seperti pengalaman, kebiasaan dan keputusan-keputusan yang diambil. Refleksi diri menolong kita menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Apa yang dilakukan oleh Daud dalam usaha refleksi diri dalam tulisannya di Mazmur 39?
- Menerima pendisiplinan Tuhan melalui penderitaan dan kesusahan yang dialami (ay. 1-4)
“Untuk pemimpin biduan. Untuk Yedutun. Mazmur Daud. Pikirku: Aku hendak menjaga diri supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku.” Aku kelu, aku diam, aku membisu, aku jauh dari hal yang baik tetapi penderitaanku makin berat. Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala seperti api ketika aku berkeluh kesah; aku berbicara dengan lidahku:”
Daud dalam penderitaan dan kesusahan lalu menjerit minta tolong kepada Tuhan (ay. 13a) tetapi semua ini seturut kehendak Tuhan untuk mendisiplinkan dia terkait dengan perbuatan dosa yang dilakukannya.
Pendisiplinan Tuhan tidak seharusnya dihindari tetapi justru berharap dialami sebagai bukti kita diakui sebagai anak-Nya (Ibr. 12:5-11). Untuk itu diperlukan kesabaran saat kita mengalami penderitaan dalam hajaran-Nya karena Tuhan sedang berurusan dengan kita sebagai anak-Nya. Namun tidak semua penderitaan yang kita alami merupakan hajaran Tuhan dalam mendisiplinkan kita; ada kalanya berasal dari kesalahan dan kebodohan kita sendiri (bnd. Mzm. 38:5-6). Saat kita menerima hajaran-Nya, ini menyadarkan kita tentang apa yang benar, siapa Tuhan dan bagaimana hidup sebagai anak Tuhan yang berkewargaan Kerajaan Surga.
Daud mengalami koreksi dari Allah yang pengasih dalam hidupnya untuk menyadarkan akan statusnya di bumi ini yakni sebagai pendatang/perantau seperti semua nenek moyangnya (Mzm. 39:13b).
Aplikasi: kesadaran bahwa kita hanyalah orang asing di dunia ini akan tercermin dalam cara dan gaya hidup sebagai anak Tuhan yang berbeda dengan cara hidup orang duniawi.
Bagaimana sikap Daud terhadap pendisiplinan Tuhan terhadap dirinya? Daud berkomitmen untuk menutup mulut/lidahnya (ay. 2-4). Bagaimana dengan kita kalau kita berada di posisi seperti yang dialami Daud? Jujur, kita akan cepat marah serta frustasi dan hal paling jelek waktu marah dan kesal ialah kita sulit mengontrol perkataan yang keluar dari mulut kita. Dalam situasi yang penuh tekanan, pikiran kita dengan mudah membiarkan semua emosi keluar dari mulut yang dapat menimbulkan banyak kerusakan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Rasul Yakobus mengingatkan supaya kita berhati-hati dengan lidah yang bagaikan api walau kecil dapat membakar hutan yang besar. Dengan lidah yang sama kita memuji Tuhan tetapi juga mengutuk manusia ciptaan-Nya (Yak. 3:5-10).
Aplikasi: dalam posisi dan kondisi susah juga menderita, kita belajar untuk tidak cepat mengatakan hal-hal tidak baik yang menyakitkan keluarga dan sesama bahkan Tuhan. Kita belajar mengekang mulut/lidah agar tidak berbuat dosa seperti dilakukan oleh Daud.
Daud tahu bahwa dengan banyak bicara akan terjadi pelanggaran dan dosa. Firman Tuhan mengatakan di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran tetapi siapa menahan bibirnya berakal budi (Ams. 10:19).
Daud mampu menjaga lidahnya agar tidak berdosa di tengah-tengah penderitaan, dikelilingi musuh dan orang- orang fasik ketika didisiplinkan oleh Tuhan. Dia melakukan apa yang benar di hadapan Tuhan. Jelas, pengendalian diri adalah tanda kedewasaan dari seseorang.
- Mengutarakan keluh kesahnya kepada Tuhan (ay. 5).
Dalam usaha menahan mulutnya untuk diam, Daud merasa tidak damai dan penderitaannya makin berat. Hatinya bergejolak dan kobaran api emosi menyala dalam dirinya dan dia berusaha menahan diri hingga akhirnya tidak tertahankan dan perlu mengatakan sesuatu (Mzm. 39:3-4). Apa yang dilakukannya? Dia berbicara kepada Tuhan bukan kepada orang-orang di sekitarnya.
Alikasi: ketika mengalami penderitaan dan kesusahan berat, hendaknya kita tidak mengungkapkannya kepada orang-orang di sekitar yang mana kita tidak tahu apa motivasi mereka dan belum tentu memberikan nasihat yang baik. Lebih baik kita berbicara dan mengutarakannya kepada Tuhan.
- Menyadari betapa singkatnya hidup manusia (ay. 6).
Dalam doanya, Daud tidak mengutamakan meminta Tuhan memberikan kekayaan atau kelepasan dari penderitaan dan kesusahannya tetapi hikmat akan pemahaman betapa singkatnya hidup manusia sebenarnya – bagaikan uap (vapor). Daud memahami betapa singkat dan sia-sia hidup manusia – bukan apa-apa dalam pandangan Allah yang kekal. Dia juga menegaskan kesia-siaan bagi mereka yang menimbun (kekayaan) dan tidak tahu siapa yang meraupnya (ay. 7).
Berbicara tentang kesia-siaan tentang hidup manusia juga dalam mengejar perkara dunia, Raja Salomo yang dianugerahi hikmat luar biasa juga setuju bahwa hidup manusia tanpa Tuhan adalah kesia-siaan (Ams. 2:11,18; 6:12). Di Perjanjian Baru, Rasul Yakobus juga mengingatkan betapa singkatnya hidup manusia bagaikan uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (Yak. 4:13-16).
Jujur, kita jarang merenung, memahami dan menghargai singkatnya hidup kita. Kita pikir segala sesuatu berjalan seperti apa adanya dari hari ke hari. Tidakkah kita ingat peristiwa Tsunami di Aceh (2004), tsunami di Mentawai (2010), tsunami di Palu (2018), gempa bumi di Turki (2023) dan bencana alam lainnya yang merenggut ribuan manusia hanya dalam hitungan menit? Kondisi yang terasa aman beberapa menit sebelumnya berubah total dalam sekejap tanpa pernah diprediksi. Itulah hidup manusia yang tidak dapat direncanakan oleh siapa pun.
Aplikasi: hendaknya kita minta hikmat kepada Tuhan untuk dapat menghargai waktu yang diberikan oleh-Nya dan menganggap hari esok tidak tersedia bagi kita. Rasul Paulus mengingatkan kita untuk mempergunakan waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat (Ef. 5:16). Kita harus mengejar hal-hal penting berkaitan dengan kehidupan kekal dan relasi kita intim dengan Tuhan.
- Meminta pertolongan Tuhan untuk melepaskannya dari segala pelanggaran (ay. 8-12).
Baru kemudian Daud memohon kepada Tuhan untuk membebaskannya dari penderitaan dan kesusahan yang dialaminya. Daud mengaku bahwa penderitaan yang dialaminya adalah akibat dari kesalahan dan dosa yang dilakukannya.
Memang ada penderitaan yang disebabkan oleh Iblis seizin Tuhan sebagai ujian seperti dialami oleh Ayub (Ay. 1:12) tetapi penderitaan Daud mengingatkan kita bahwa penderitaan ada kalanya karena konsekuensi dari pilihan atau keputusan yang kita ambil.
Pendisiplinan bertujuan mengoreksi kesalahan kita sama seperti ketika kita mendisiplinkan anak-anak kita untuk belajar memutuskan apa yang boleh/tidak boleh dilakukan. Tuhan mengajari/mendisiplinkan kita cara hidup yang baik dan benar karena Dia mengasihi kita dan menginginkan yang terbaik untuk hidup kita. Harus diakui pendisiplinan memang sangat menyakitkan tetapi perlu dialami demi kebaikan kita sendiri – membawa kita kepada kekudusan (Ibr. 12:10).
- Mengakui bahwa dia hanyalah pendatang di dunia ini (ay. 13-14).
Daud mengakhiri doa dan mengakui bahwa dia hanyalah pendatang/orang asing di dunia ini. Pengakuan Daud harus juga menjadi pengakuan kita bahwa kita bukanlah penduduk tetap/permanen tetapi hanyalah pendatang di dunia ini. Itu sebabnya cara hidup kita harus mencerminkan anak-anak Tuhan yang berbeda dengan anak- anak dunia. Tokoh-tokoh iman juga memosisikan diri sebagai pendatang di bumi ini dan merindukan suatu tanah air walau mereka mati tanpa memperoleh apa yang dijanjikan (Ibr. 11:13-16).
Introspeksi: sudahkah kita memosisikan diri sebagai pendatang di bumi ini dan beriman akan tinggal di Kerajaan Surga yang telah disiapkan bagi kita? Apakah kita melihat ke depan menuju pada satu tujuan yang kekal? Atau kita terikat dengan dunia dan segala kemegahan yang ditawarkannya? Waspada, terikat dengan dunia akan membuat kita terhilang.
Sejauh mana pengikutan kita kepada Tuhan Yesus Kristus? Ada baiknya kita merefleksi diri untuk mengetahui apakah kita sudah dan masih berada di jalur yang benar. Bila seizin Tuhan kita dihajar/didisiplinkan oleh-Nya, hendaknya kita bersedia menerimanya karena ini semua demi kebaikan kita untuk hidup dalam kekudusan. Jangan terikat dengan dunia karena kita hanyalah pendatang/orang asing di bumi ini. Kita adalah warga Kerajaan Surga; konsekuensinya pola hidup kita harus berbeda dengan cara hidup duniawi dan kita menginginkan tempat yang telah disediakan Tuhan untuk satu kali kelak tinggal bersama-Nya selama-lamanya. Amin.