Shalom,
Kiranya segala pujian, hormat dan kemuliaan kita panjatkan hanya di dalam Nama Tuhan sebab penyertaan-Nya begitu nyata dan kalau kita dapat beribadah ini semata-mata karena kasih karunia-Nya.
Kata “Tak ternilai” mengandung arti tak terkirakan nilainya, sangat tinggi nilainya. Berbeda dengan “tak berharga” yang berarti tidak ada harganya sama sekali. Ilustrasi: kita mutlak membutuhkan oksigen untuk hidup. Ketika pandemi melanda secara global, virus COVID menyerang paru-paru membuat penderita sulit bernapas. Bukankah kita sering menganggap enteng oksigen ketika dalam kondisi sehat? Namun begitu sakit hingga memerlukan bantuan pernapasan karena oksigennya rendah, kita baru sadar betapa tak ternilainya oksigen yang kita butuhkan.
Bagaimana Daud merespons kasih setia Tuhan yang tak ternilai itu?
“Untuk pemimpin biduan. Dari hamba TUHAN, dari Daud.” (ay 1). Daud memosisikan diri sebagai hamba Tuhan, dia tidak menonjolkan diri sebagai raja.
Ada dua macam hamba: hamba Tuhan atau hamba dosa. Dosa artinya luput dari sasaran, bagaikan puzzle bila kita tidak tepat menata pada tempat yang seharusnya, terjadilah bentuk yang tidak diinginkan.
Daud menulis, “Dosa bertutur di lubuk hati orang fasik; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu sebab ia membujuk dirinya sampai orang mendapati kesalahannya dan membencinya. Perkataan dari mulutnya ialah kejahatan dan tipu daya, ia berhenti berlaku bijaksana dan berbuat baik. Kejahatan dirancangkannya di tempat tidurnya, ia menempatkan dirinya di jalan yang tidak baik; apa yang jahat tidak ditolaknya.” (ay. 2-5)
Daud mau menjadi hamba Tuhan pada posisi yang tepat. Kita tahu bahwa Allah menciptakan manusia segambar dan serupa dengan-Nya lalu memberkati mereka. Namun Hawa yang terbujuk oleh omongan si ular memakan buah terlarang membuat Adam-Hawa jatuh dalam dosa. Setelah manusia jatuh dalam dosa, mulailah dosa ada di lubuk hati orang fasik dan mereka tidak mempunyai rasa takut kepada Allah.
Siapa dapat mengetahui isi hati kita? Tidak seorang pun bahkan orang yang terdekat sekalipun tidak tahu. Daud menulis hal ini dengan jelas karena dia pernah mengikuti jalan yang tidak baik dengan melakukan kejahatan. Buktinya? Ketika lagi santai berjalan-jalan di atas sotoh istana, Daud melihat perempuan elok sedang mandi. Dia diberitahu bahwa perempuan itu sudah bersuamikan seorang prajurit, Uria, namanya. Namun Daud tidak dapat menahan keinginannya sehingga timbullah kejahatan. Dia mengambil perempuan itu (Batsyeba) dan tidur dengannya. Karena perbuatannya, Batsyeba hamil. Untuk menutupi kejahatannya, Daud memanggil Uria pulang dari perang untuk berkumpul dengan istrinya tetapi Uria menolak pulang ke rumahnya. Akhirnya Daud merancang pembunuhan Uria dengan mengirimnya di barisan depan pertempuran yang paling hebat (2 Sam. 11:15). Mendengar suaminya mati, Batsyeba meratapinya dan setelah lewat waktu berkabung, Daud menyuruh membawa perempuan itu ke rumahnya dan menjadi istrinya. Daud benar-benar jahat tidak menghargai Uria yang telah bekerja membelanya. Gara-gara dosa keinginan, Daud berbuat jahat membunuh anak buahnya.
Oleh sebab itu kita harus menjaga hati dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan (Ams. 4:23). Bagaimana caranya? Dengan memerhatikan perkataan Firman-Nya (ay. 20-21).
Perbuatan jahat Daud ditegur oleh Natan melalui perumpamaan seorang kaya yang sayang membunuh dombanya lalu mengambil domba milik orang miskin untuk menjamu tamunya. Teguran Natan membuat Daud mengakui kesalahannya dan bertobat.
Waspada, dengki dan iri hati timbul akibat hati yang tidak dijaga seperti terjadi pada Raja Saul yang membenci Daud hanya karena mendengar perkataan perempuan-perempuan yang memuji Daud. Iri hati membuat Saul ingin membunuh Daud menggunakan segala tipu muslihat. Dia mau menjadikan Daud menantunya dengan mas kawin 100 kulit khatan orang Filistin. Saul bermaksud Daud akan mati di tangan orang Filistin (1 Sam. 18:25). Raja Saul dipenuhi oleh dosa iri hati sehingga dia mengejar-ngejar Daud untuk dibunuh; Daud juga berbuat kejahatan karena membunuh Uria sehingga Tuhan menghukumnya. Daud melarikan diri karena pemberontakan anaknya, Absalom.
Daud juga pernah tinggal di antara orang-orang fasik di dalam pelariannya dari Raja Saul. Dia tinggal di Ziklag pemberian Raja Akhis di daerah orang Filistin (1 Sam. 27). Di situ Daud bersikap pura-pura gila karena ketakutan kepada Akhis gara-gara omongan bahwa dia membunuh berlaksa-laksa sedangkan Raja Saul beribu-ribu saja (1 Sam. 21:11-13).
Aplikasi: hendaknya kita tidak memupuk rasa dengki dan iri hati seperti dilakukan oleh Raja Saul dan saudara- saudara Yusuf. Baik dalam keseharian hidup maupun dalam pelayanan, kita tidak perlu iri hati melihat pekerjaan atau pelayanan orang lain lebih berhasil. Perlu diingat, tujuan kita di dalam suatu pelayanan bukan untuk kepentingan pribadi tetapi fokus kepada Tuhan sebab kita adalah hamba-Nya. Kalau hamba dosa, fokusnya kepada diri sendiri dengan berusaha menyenangkan hati dan memuaskan keinginan daging. Jangan mengulangi tindakan Hawa yang terkena bujukan ular berakibat tergesernya rencana kehendak Tuhan sehingga manusia mengalami penderitaan demi penderitaan.
Apa kata Daud selanjutnya? “Ya TUHAN kasih-Mu sampai ke langit, setia-Mu sampai ke awan. Keadilan-Mu adalah seperti gunung-gunung Allah, hukum-Mu bagaikan samudera raya yang hebat. Manusia dan hewan Kauselamatkan, ya TUHAN.” (ay. 6-7)
Walau Daud sudah jatuh dalam dosa, Tuhan tetap mengasihinya. Kasih-Nya sampai ke langit dibuktikan Daud tidak dihukum mati sebab dia bertobat dengan mengakui kesalahannya dan minta ampun kepada Tuhan. Dia mau merendahkan diri, tidak merasa malu, mau menerima teguran Natan, hamba Tuhan biasa. Berbeda dengan Raja Saul yang tetap mempertahankan diri tidak mau menerima teguran Nabi Samuel.
Aplikasi: hendaknya kita mau menerima nasihat dan teguran Firman Tuhan atas kesalahan kita sebab Tuhan sangat mengenal hati manusia. Apakah kita sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan atau sekadar kewajiban melakukan ritual ibadah? Bukankah Tuhan mengenal hati manusia dan memilih Daud remaja menjadi raja (1 Sam. 16:7,12) bukan kakak-kakaknya – Eliab, Abinadab dan Syama – prajurit-prajurit yang berperang mengikuti Raja Saul (1 Sam. 17:13).
Waktu itu Daud bertugas menggembalakan dua-tiga ekor kambing domba milik ayahnya (1 Sam. 17:28) dan dia melakukan tugas sederhana itu dengan penuh tanggung jawab. Apapun tugas pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada kita, jangan meremehkannya sebab kalau kita dapat melayani-Nya ini karena kemurahan dan kasih karunia Tuhan.
Sungguh kasih setia Tuhan sampai ke langit! Sejak Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, kejahatan manusia makin bertambah dan hatinya cenderung membuahkan kejahatan semata-mata (Kej. 6:5) hingga Tuhan menghapuskan manusia dengan air bah tetapi Nuh sekeluarga dan sepasang-sepasang hewan diselamatkan dengan masuk dalam bahtera. Terbukti Tuhan masih mengasihi manusia dan Nuh mendapat kasih karunia-Nya (Kej. 6:8).
Tuhan telah berjanji akan memberkati Abraham dan keturunannya (Kej. 12:2). Bagaimana dengan kita, bangsa kafir yang tidak mengenal Allah (Ef. 2:11-12)? Oleh kasih karunia-Nya, kita diselamatkan oleh iman (ay. 8) bukan karena kita mempunyai kelebihan dan kemampuan untuk mengatasi dosa sebab pada dasarnya kita tidak mampu melakukan kebaikan oleh karena dosa yang ada dalam kita (Rm. 7:15-18) juga tidak ada seorang pun benar (Rm. 3:12). Namun puji syukur Yesus Kristus menyelamatkan kita dari tubuh maut ini (Rm. 7:24-25).
Daud merasakan perlindungan Tuhan luar biasa; itu sebabnya dia melukiskan kasih setia Tuhan sampai ke langit. Kalau daratan masih dapat dibatasi oleh tembok dan tempat tetapi siapa dapat mengukur langit? Kasih harus dibarengi dengan kesetiaan dan Daud bersyukur boleh mengenal Tuhan yang luar biasa.
Lebih lanjut Daud menulis, “Mereka mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu; Engkau memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu. Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang. Lanjutkanlah kasih setia-Mu bagi orang yang mengenal Engkau, dan keadilan-Mu bagi orang yang tulus hati! Janganlah kiranya kaki orang-orang congkak menginjak aku, dan tangan orang fasik mengusir aku. Lihat, orang- orang yang melakukan kejahatan itu jatuh; mereka dibanting dan tidak dapat bangun lagi.” (ay. 9-13)
Daud tidak hanya dilindungi tetapi juga diberkati di rumah Tuhan. Lebih dari itu dia percaya Tuhan adalah sumber hayat/hidup dan sumber terang.
Aplikasi: bila kita hidup di dalam Tuhan, walau berada di tengah-tengah ketakutan dan kesulitan, kita beroleh pertolongan dan jalan keluar. Dia menerangi kehidupan kita di tengah-tengah kehidupan ekonomi, bisnis, politik dll. yang gelap saat ini.
Perhatikan, kasih setia Tuhan berlaku pada orang yang mengenal Dia. Bagaimana kita mengenal Dia yang tidak dapat dilihat kasatmata? Dengan tekun membaca dan mendengarkan Alkitab yang adalah Firman Tuhan.
Daud juga beroleh perlindungan Tuhan dari kaki orang-orang congkak yang menginjaknya dan dari tangan orang- orang fasik yang mengusirnya. Demikian pula dengan kita, kalau kita bersandar kepada Tuhan, Ia akan membela dan melindungi kita. Namun sangat disayangkan bila seseorang menolak kasih karunia Tuhan yang tak ternilai ini sebab orang yang melakukan kejahatan akan jatuh dan tidak dapat bangun lagi. Sebaliknya, orang yang hidup di dalam Tuhan akan bangkit dan berkemenangan sebab mereka ditebus dengan darah Kristus yang tak ternilai (1 Ptr. 1:18-9). Untuk menjadi orang yang hidup di dalam Tuhan, kita harus membuang segala kejahatan, tipu muslihat, kemunafikan, kedengkian, fitnah dan datang kepada-Nya menjadi batu hidup yang mahal (1 Ptr. 2:1- 3,7).
Kita patut bersyukur boleh mengenal Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita. Kasih setia-Nya begitu besar dan tak ternilai, dibuktikan-Nya dengan memelihara dan melindungi kita dalam mengarungi kehidupan yang berat ini hingga kita beroleh kemenangan mencapai garis akhir untuk bertemu dan tinggal bersama Dia selamanya. Amin.