Shalom,
Beberapa waktu lalu ada lagu “Ojo Dibanding-bandingke” yang menjadi viral dan dilantunkan oleh anak SD dari Banyuwangi. Lagu ini mempunyai pengertian: jangan membanding-bandingkan. Sadar atau tidak, kita selalu membandingkan kalau ada dua pilihan: bagus-jelek; boros-hemat; kaya-miskin dst. Dapatkah kita membanding- bandingkan milik dan perbuatan Tuhan kepada kita? Faktanya, apapun yang Tuhan miliki tidak terbandingkan dengan apa yang dunia miliki; demikian pula dengan apa yang Tuhan perbuat tidak ternilai dengan semua perbuatan manusia agung sekalipun di dunia ini.
Bagaimana Daud melukiskan kasih setia Tuhan yang tak ternilai dalam tulisannya di Mazmur 36?
- Kasih setia Tuhan yang tak ternilai itu diabaikan oleh orang-orang fasik (ay. 1-5).
“Untuk pemimpin biduan. Dari hamba TUHAN, dari Daud. Dosa bertutur di lubuk hati orang fasik; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu (there is no fear of God before his eyes = tidak ada rasa takut akan Allah di depan matanya),” (ay. 1-2)
Perlu diketahui, kitab Mazmur merupakan pernyataan iman dari para pemazmur ketika mereka menjalani hidup bersama Tuhan. Demikian pula dengan Daud, dia menulis apa yang dialami dan dilihatnya. Dia mendeskripsikan orang fasik tidak mempunyai rasa takut terhadap Allah.
Menurut KBBI kata “fasik” berarti tidak peduli terhadap perintah Tuhan. Apa ciri-ciri orang fasik menurut Alkitab? Mereka menindas kebenaran dengan kelaliman (Rm. 1:18). Mereka sengaja membelokkan apa yang benar dan lurus; mereka melawan otoritas ilahi dan keberadaan Tuhan; mereka sengaja mengabaikan dan menutup mata apa yang Tuhan sudah perbuat padahal siapa yang menciptakan dan mengatur seluruh alam semesta?
Orang fasik memakai matanya bukan untuk melihat kebaikan tetapi semata-mata kedagingan: suka akan dosa, suka akan hal yang jahat, lebih mementingkan keuntungan pribadi ketimbang perkara rohani, lebih memikirkan diri sendiri daripada kepentingan orang lain. Di hadapan matanya tidak ada bayangan akan kebenaran dan kekudusan Tuhan. Hidupnya berhenti hanya di dunia jasmaniah dan perkara fana. Dia tidak peduli bahwa Tuhan telah berkurban luar biasa demi manusia berdosa.
Apa akibatnya kalau orang fasik ini menolak keberadaan Tuhan? “Sebab ia menyanjung dirinya sampai ia tidak menemukan kejahatannya dan membencinya.” (ay. 3; TB 2)
Dia menyanjung diri sendiri dan merasa paling baik walau sudah melawan Tuhan. Bukankah mengaku diri sendiri lebih baik daripada orang lain dan merasa diri benar sama dengan menipu diri sendiri? Dia pikir apa yang diperbuatnya itu benar padahal ia melawan Tuhan. Dia pikir apa yang diperbuatnya itu baik padahal merugikan sesama. Ia tidak peduli orang lain buntung, yang penting dirinya tetap eksis.
Introspeksi: apakah kita juga fokus pada kepentingan diri sendiri dan tidak peduli dengan orang-orang di sekitar yang menjerit minta pertolongan?
Apa lagi ciri-ciri dari orang fasik? “Perkataan dari mulutnya ialah kejahatan dan tipu daya, ia berhenti berlaku bijaksana dan berbuat baik.” (ay. 4)
Apa yang dikatakan semata-mata kejahatan supaya dirinya makmur dan tipu daya supaya dirinya selamat. Ia tidak melakukan perbuatan bijaksana maupun yang baik.
Introspeksi: bagaimana reaksi kita melihat kelakuan orang fasik di sekitar kita? Apakah kita sendiri juga suka berbuat jahat dan menyingkirkan Tuhan? Jadilah anak Tuhan yang berdampak bagi keluarga, famili dan teman- teman.
Orang fasik juga merencanakan kejahatan di tempat tidurnya, menempatkan diri di jalan yang tidak baik, tidak menolak/membuang (terjemahan. lama) yang jahat (ay. 5). Setelah sepanjang hari kita penuh dengan kegiatan, otak dan tubuh kita perlu istirahat. Namun orang fasik menggunakan setiap detik memikirkan perkara jahat bahkan waktu istirahat pun digunakan untuk merancangkan yang jahat bukannya bersyukur sudah ditolong dan dikuatkan Tuhan menghadapi masalah sepanjang hari.
Dapat dibayangkan kalau kejahatan tetap disimpan tidak mau dibuang padahal Firman Tuhan telah mengingatkan untuk membuang segala yang jahat! Kejahatan tetap disimpan karena dianggap menguntungkan padahal Tuhan menyuruh kita membuangnya demi kebaikan kita. Hendaknya kita sering memeriksa hati kita apakah sifat kefasikan masih terus bercokol untuk dibuang dan menerima pengampunan dari Tuhan.
- Kasih setia Tuhan yang tak ternilai dinyatakan bagi siapapun yang mau menerimanya (ay. 6-12).
“Ya TUHAN, kasih-Mu (Your mercy = belas kasihan-Mu) sampai ke langit, setia-Mu sampai ke awan. Keadilan- Mu adalah seperti gunung-gunung Allah, hukum-Mu bagaikan samudera raya yang hebat. Manusia dan hewan Kauselamatkan, ya TUHAN.” (ay. 6-7)
Bila ayat 2-5 menuliskan tentang orang fasik dengan kejahatan dan kelalimannya, ayat 6-12 memasuki wilayah kasih kemurahan Tuhan. Ini menunjukkan bahwa Allah yang benar dan suci itu benar-benar ada dan nyata di dalam sifat dan perbuatan-Nya yang mana manusia tidak dapat mengelaknya. Dituliskan kasih-Nya, setia-Nya, keadilan- Nya, hukum-Nya melampaui apa yang dapat manusia perkirakan atau pikirkan.
Berkaitan dengan belas kasihan, Mazmur 51:3 menuliskan, “Kasihanilah (have mercy = berbelas kasihanlah) aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!” juga “Tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya (His mercy = belas kasihan-Nya) atas orang-orang yang takut akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita.” (Mzm. 103:11-12)
Terbukti belas kasihan Tuhan yang membawa pengampunan sangatlah besar dan luas tanpa batas dan tidak terjangkau namun itu diberikan kepada kita yang mau meresponsnya.
Selain belas kasihan, Tuhan juga menyediakan kesetiaan-Nya kepada siapapun yang mau menerimanya. Perlu diketahui, tidak ada kecurangan di dalam kesetiaan-Nya (Ul. 32:4). Berbeda dengan orang fasik yang hidupnya penuh dengan kecurangan. Siapa dari kita mau dicurangi oleh suami/istri, anak, teman dst? Bersediakah kita menerima setia-Nya atau kita tetap mengeraskan hati menolak Dia?
Bagaimana dengan keadilan-Nya? Keadilan Tuhan itu kukuh tidak tergoyahkan, mereka yang mencoba menunda keadilan-Nya justru mendapat malu (Yes. 45:24). Tuhan tidak mungkin membengkokkan keadilan dan kebenaran (Ayub 8:3). Hukum-Nya bagaikan samudera raya yang hebat dan tidak ada seorang pun dapat “menguras” atau membelokkannya.
Sungguh berharga kasih setia-Nya, anak-anak manusia berlindung dalam naungan sayap-Nya (Mzm. 36:8). Ilustrasi: di tengah hujan deras, induk ayam melindungi anak-anaknya di bawah sayapnya sementara dia sendiri basah kuyup kehujanan. Namun begitu anak-anak ayam itu keluar dari naungan sayap induknya, secepat itulah mereka kehujanan. Demikian pula dengan kita, Yesus mati terkutuk di atas kayu salib menanggung dosa manusia (Gal. 3:13-14). Bila kita beriman kepada-Nya, kita menerima pengampunan dosa. Namun di luar salib Kristus, kita tidak beroleh jaminan keselamatan.
Tahukah segala kebaikan Tuhan sudah disediakan ketika kita menerima kasih setia-Nya? Telah tersedia makanan, minuman juga ada sumber hayat dan terang (Mzm. 36:9-10). Juga kasih setia-Nya berkelanjutan dialami (ay. 11) dan hidup menjauhi sifat-sifat kefasikan (ay. 12).
- Konsekuensi jika menolak kasih setia Tuhan yang tak ternilai itu (ay. 13).
“Lihat orang-orang yang melakukan kejahatan itu jatuh, mereka dibanting dan tidak dapat bangun lagi.” Hukuman bagi orang fasik yang menolak kasih setia Tuhan ialah mereka akan jatuh, dibanting dan tidak bangun lagi.
Marilah kita berkomitmen untuk hidup takut akan Tuhan dan tidak menganggap ringan tawaran kasih setia-Nya sebab konsekuensinya mengerikan. Hendaknya kita juga dapat menyelami hati Yesus yang menangisi Yerusalem (Luk. 19:41) dan berkali-kali rindu mengumpulkan mereka sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya tetapi mereka menolak-Nya (Luk. 13:34).
Masihkah kita melewatkan dan menganggap sepi tawaran kasih setia Tuhan? Sudah berapa lama kita membuat pedih hati Tuhan dengan perbuatan jahat kita? Biarlah kita tidak bertindak seperti orang fasik tetapi bersedia menerima kasih setia-Nya untuk beroleh perlindungan dan pemeliharaan dari-Nya yang berkelanjutan hingga Ia datang kembali. Amin.