Shalom,
Tiap orang mempunyai kriteria sendiri-sendiri mengenai kebahagiaan. Kata “bahagia (= happy)” sering dikaitkan dengan apa yang terjadi (what happened). Misal: kalau yang terjadi merupakan sesuatu yang menyenangkan, kita menjadi bahagia; sebaliknya, kalau tidak menyenangkan, kita menjadi sedih, kecewa dll. Beda dengan kriteria kebahagiaan yang diajukan Daud yang dianggap paling bahagia di zaman itu karena dia raja atas seluruh Israel yang luas wilayahnya, kaya raya dan selalu menang perang.
Apa kriteria kebahagian sejati menurut Daud? Bukan kekayaan, kedudukan dan kehormatan tetapi karena pengalaman pengampunan dosa.
Kita tahu Daud ini setiawan, salah satu buktinya ialah dia menghargai pengurapan Tuhan atas Raja Saul dengan tidak membunuhnya padahal dia ada kesempatan melakukannya ketika Saul mengejar-ngejar mau membunuhnya. Ironis, ternyata Daud malah menghina pengurapan yang ada pada dirinya. Tuhan mengurapi dia menjadi raja tetapi dia menghina dengan melanggar hukum Allah (2 Sam. 12:7-9).
Daud memang jatuh dalam dosa tetapi dia cepat insaf dan kembali kepada Tuhan untuk mengakui pelanggaran- pelanggarannya, memohon ampun dari-Nya dan Tuhan memulihkan dia. Daud kemudian menggubah Mazmur 32, mazmur pengajaran bahwa kebahagiaan sejati bukan karena peristiwa yang menyenangkan tetapi karena dosa- dosanya diampuni. Perlu diketahui dari keseluruhan Kitab Mazmur (1 – 150) atau dari Mazmur jilid 1 – 5, ada 25 kata “berbahagialah” yang terkait dengan kehidupan benar, kehidupan yang takut akan Allah, hubungan benar dengan Tuhan karena dosanya diampuni.
Kalau begitu, bagaimana meraih kebahagiaan sejati seperti dialami oleh Daud?
- Tidak berjiwa penipu (ay. 1-5).
“Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan (Ibr: Hasab; Yun: Logizomai = diperhitungkan berdasarkan aturan-aturan logika) TUHAN dan yang tidak berjiwa penipu…..”
Siapa yang berhak menutupi dosa kita? Tuhan. Urusan kita bukan menutup-nutupi dosa atau merekayasa atau mencari alasan/dalih supaya dosa tidak tampak. Urusan kita ialah mengaku dosa dan urusan Tuhan menutupi dosa.
Siapa kita, manusia, yang berhak membuat perhitungan terhadap dosa yang telah kita lakukan? Ilustrasi: di dalam perpajakan, kita membuat perhitungan berdasarkan logika sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Namun sering terjadi kita membuat perhitungan akuntansi keuangan yang sudah kita rekayasa sekian lama. Apakah kita bisa luput? Makin lama makin dikejar dan makin dituntut membuat kita makin tersudut dan akhirnya terbuka semua. Dalam hal ini kita masih diperhadapkan dengan perpajakan di dunia yang kuasanya terbatas apalagi kalau kita berhadapan dengan Allah yang menuntut agar dosa kita diperhitungkan dengan logika untuk dipertanggungjawabkan.
Ingat, dosa tidak luntur walau sengaja dilupakan, direkayasa untuk disembunyikan sebab dosa tetap ada di dalam hati nurani kita. Kenyataannya, banyak orang yang hati nuraninya menebal dari zaman ke zaman sehingga selalu muncul istilah-istilah yang maknanya menutupi pelanggaran dan dosa. Ini sama dengan berjiwa penipu (bermulut akal bulus). Sesungguhnya pada awalnya Allah menciptakan manusia (Adam-Hawa) dengan sifat jujur tetapi begitu mereka melanggar perintah-Nya, mereka membuat banyak dalih untuk menutupi dosa karena takut ketahuan (Phk. 7:29).
Pertanyaan: kepada siapa kita takut sehingga banyak berdalih ketika melakukan dosa? Kepada pasangan hidup kita? Orang tua? Kepada majikan atau sesama/rekan bisnis karena kita telah menggelapkan uang sehingga mereka meminta agar laporan keuangan diaudit?
Dosa juga tidak akan lenyap hanya karena disembunyikan. Oleh sebab itu Daud membuka doa-dosanya untuk “diaudit” oleh Tuhan sebab dia mengaku, “Selama aku berdiam diri tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering seperti oleh teriknya musim panas. Sela” (ay. 3-4)
Saat Daud berdiam diri (menutupi dosa), tulang-tulangnya menjadi lesu → semangatnya hilang dan sumsum di dalam rongga tulang yang memproduksi sel-sel darah menjadi kering → jaringan tubuh dari otak sampai kaki bermasalah membuat aktivitas tubuh turun drastis.
Daud mengalami depresi karena beratnya tekanan.
Aplikasi: ketika menutupi dosa yang telah dilakukan, kita akan mengalami kematian aktivitas rohani karena tidak ada semangat untuk beribadah dan melayani-Nya bahkan pengaruhnya sampai pada aktivitas jasmani/tubuh kita sehingga kita tidak hanya mengalami kematian rohani tetapi juga jasmani bila dosa belum/tidak diselesaikan di hadapan Tuhan.
Daud sangat yakin bila dia mengaku secara terbuka kepada Tuhan setiap kesalahan dan pelanggaran yang telah diperbuatnya, Tuhan mengampuninya (ay. 5).
Perhatikan, ketika Firman Tuhan mengingatkan dosa kita, kita tidak perlu takut atau menunda-nunda tetapi segera akui sebab saat itu juga Tuhan mengampuni dan kita mengalami kebahagiaan sejati. Pengampunan dosa selalu disediakan Tuhan tanpa batas bagi kita. Darah-Nya dari salib mengampuni, menyucikan dan membawa kita kepada kesempurnaan → dari Mezbah Kurban Bakaran darah dibawa masuk sampai pada Tabut Perjanjian di Tempat Mahakudus di mana persekutuan dengan Allah kembali terjadi oleh satu kurban.
- Insaf sebagai orang saleh (ay. 6-7).
“Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada-Mu selagi Engkau dapat ditemui; sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya.”
Kita adalah orang-orang saleh yang beroleh anugerah pengampunan dari Tuhan oleh karena percaya kepada- Nya dan mengakui semua dosa kita.
Tak dapat disangkal, sejak manusia jatuh dalam dosa, kecenderungan hatinya sejak kecil selalu membuahkan kejahatan (Kej. 6:5). Manusia tidak mampu untuk tidak berbuat dosa tetapi oleh anugerah pengampunan dari Yesus, kita sekarang menjadi mampu untuk tidak berdosa, maksudnya tidak terus menerus berbuat dosa (1 Yoh. 3:9). Yesus menjadi teladan kita, pencobaan apa pun yang ditujukan kepada-Nya, Ia tetap tidak jatuh dalam dosa.
Memang dalam perjalanan hidup, kita berulang-ulang jatuh dalam dosa tetapi janganlah mudah menyerah, bertindaklah seperti Daud yang segera insaf dan mengakui dosa yang telah diperbuat serta terus membangun hubungan dengan Tuhan. Dan yakinlah bahwa kita dilahirkan dari Allah dan benih Firman serta Roh Kudus yang ada di dalam kita membuat kita mampu berjaga dan mengendalikan daging yang lemah (Mrk. 14:38).
Roh Kudus menolong kita sehingga kita memiliki benteng yang kuat dalam pikiran dan hati nurani untuk mengetahui jika ada dosa di depan kita. Roh Kudus juga menolong kita berdoa ketika kita jatuh dalam dosa untuk memampukan kita datang kepada Tuhan dan mengakui dosa-dosa kita supaya kita tidak menjadi penipu karena menyembunyikan dosa (1 Yoh. 1:8-10) dan makin menjauh dari-Nya yang membuat kita makin sengsara. Daud dalam Mazmur 32 ayat 5 (PL) menegaskan bahwa pasti TUHAN mengampuni; demikian juga 1 Yohanes ini (PB) menegaskan yang sama, jadi kita tidak usah meragukan anugerah pengampunan Tuhan jika mengakui dosa kita.
Biarlah Tuhan yang menyembunyikan/menutup dosa-dosa kita sehingga ada sorak pujian (ay. 7).
Introspeksi: apakah kita sulit memuji Tuhan dengan semangat? Ketika Roh Kudus mengusik kita untuk insaf dari depresi, lesu dalam ibadah dan pelayanan, kering dalam berdoa, malas membaca Alkitab oleh karena dosa, ini bukti Tuhan mengasihi kita sebab Ia mau menutup dosa-dosa kita melalui pengurbanan-Nya disalib. Kematian Yesus di atas kayu salib memberikan kita pengharapan akan masa depan tanpa dosa dan kita tidak lagi diganggu dengan persoalan-persoalan dosa. Jangan kita menyia-nyiakan kebesaran kasih Allah yang dilimpahkan atas hidup kita dengan menyembunyikan dosa. Sebaliknya, akui semua dosa kita di hadapan-Nya untuk beroleh pengampunan. Tuhan tidak pernah berubah, Ia sedang dan terus mengampuni serta tidak ada dosa yang tidak dapat diampuni oleh-Nya.
- Hidup dikendalikan Firman Tuhan (ay. 8-11).
“Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu…”
Mata Tuhan meneropong kita dari bangun pagi sampai kita tidur lagi. Ia melihat kedalaman hati kita dan ingin kita tidak menyembunyikan dosa sekecil apa pun di hadapan-Nya.
Mata Tuhan tertuju kepada orang yang tekun membaca Alkitab yang mengandung pengajaran dan nasihat- Nya supaya kita hidup dikendalikan oleh Firman-Nya. Kita sedang dalam perjalanan iman – dari Mazbah Kurban Bakaran sampai ke Tabut Perjanjian – menjadi jemaat yang sadar bahwa kita sudah ditunangkan dengan Kristus dan siap menjadi pengantin perempuan-Nya.
Ketika membaca Alkitab, kita berjumpa dengan-Nya bagaikan mata bertemu mata, dalam relasi intim ini anugerah kebahagiaan sejati menetap dalam kehidupan kita.
Apa yang ditulis Daud selanjutnya? “Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau.” (ay. 9)
Kuda adalah kendaraan untuk perang karena cepat larinya sementara bagal yang lebih lambat lajunya menjadi binatang pengangkut barang-barang tetapi keduanya tidak berakal, tidak mempunyai keinsafan diri dan dapat dikendalikan dengan tali les dan kekang. Beda dengan manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Seharusnya kita rindu untuk diubah dan direstorasi terus menerus agar kembali menjadi segambar dan serupa dengan-Nya. Kita memberikan diri dikendalikan Firman Allah dan Roh Kudus untuk beroleh kebahagiaan sejati.
Menutup Mazmur 32, Daud menulis, “Banyak kesakitan diderita orang fasik tetapi orang percaya kepada TUHAN dikelilingi-Nya dengan kasih setia. Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!” (ay. 10-11)
Daud membedakan akhir hidup orang fasik berjiwa penipu dengan orang saleh yang mengaku dosa dan dibenarkan oleh Tuhan. Orang-orang fasik mungkin sekarang masih dapat tertawa dengan topeng senyuman lebar tetapi bila tetap menyembunyikan pelanggaran, tidak menginsafi kesalahannya bahkan hati nuraninya dipadamkan, mereka akan makin jatuh dalam dosa. Mereka menderita banyak kesakitan antara lain sakit hati yang terus menerus membuat sakit kepala dan menganggap orang-orang di sekelilingnya menyebalkan padahal sebetulnya mereka sendiri yang bermasalah dan harus membereskan dosa-dosanya kepada Tuhan dan kepada sesama.
Berbanding terbalik dengan orang saleh yang penderitaan membuatnya insaf lalu mengakui dosa-dosanya. Hidupnya dibenarkan dan dikendalikan oleh ajaran Firman Tuhan serta Tuhan mengelilingi dengan kasih setia- Nya, membuatnya bersukacita.
Bila kita menginginkan kebahagiaan sejati yang tidak lekang oleh waktu, jangan berjiwa penipu dengan menyembunyikan dosa pelanggaran; sebaliknya, kita mengakui semua kesalahan kita untuk diampuni Tuhan dan hidup sebagai orang saleh yang dibenarkan oleh-Nya sehingga kita dapat bersukacita karena beroleh kebahagiaan sejati dari-Nya. Amin.