Shalom,
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengabaikan atau lengah terhadap perkara-perkara sepele namun dengan berjalannya waktu justru hal-hal sepele itu berubah menjadi petaka yang tidak dapat diatasi. Ibarat bola salju kecil dari puncak gunung jatuh bergulung-gulung dan makin besar ketika sampai di lereng melanda sekelilingnya yang kemudian menimbulkan banyak petaka. Contoh: kita dinasihati dokter supaya tidak banyak mengonsumsi gula tetapi karena merasa enak di mulut, nasihat diabaikan berakhir kita menderita diabetes. Parahnya, bila terjadi luka pada kaki/tangan pada penderita diabetes yang tidak cepat mengering bahkan jika makin parah, dokter memutuskan harus diamputasi. Semua ini berasal dari perkara kecil! Bila diatasi sejak awal, tidak akan berakibat penderitaan hebat. Hal seperti ini juga terjadi dalam kehidupan rohani. Banyak hal terjadi karena kita menyepelekan perkara kecil yang Tuhan larang untuk dilakukan tetapi kita mengabaikannya berakhir dengan kehancuran hidup kita. Kehancuran di dunia ini juga dimulai dengan hal sepele, yaitu soal makanan. Allah memberikan kebebasan kepada Adam-Hawa untuk makan semua buah yang ada di taman kecuali buah dari pengetahuan baik dan jahat (Kej. 2:16-17) tetapi mereka malah mendengarkan perkataan ular dan makan buah itu berakibat mereka jatuh dalam dosa (Kej. 3:1-3). Mereka diusir dari Taman Eden, Adam harus bekerja keras untuk mencari nafkah, Hawa kesakitan saat melahirkan anak, terjadi nafsu perebutan kekuasaan dalam hubungan nikah dan berakhir dengan kematian (ay. 16-19).
Akibat dosa, kesusahan dan kesukaran terjadi bahkan alam tidak lagi turut bekerja sama dengan manusia. Bukankah semua ini dimulai dari kesalahan kecil tetapi berakibat panjang? Bukan hanya alam tidak lagi bekerja sama dengan manusia tetapi tidak ada lagi kerja sama antar sesama yang ada malah percekcokan, pembunuhan, dsb. Semua ini disebabkan karena pelanggaran akan Firman Tuhan.
Ketika dosa tetap dipertahankan hingga makin dalam kejatuhannya, Allah pun menjauhkan diri dari manusia seakan-akan Ia tidak mau campur tangan lagi dengan hidup manusia. Kemudian timbul pertanyaan, “Di mana Allah?”, “Allah begitu kejam!” Manusia menyalahkan Allah padahal Allah itu baik. Manusia lupa akan apa yang telah diperbuatnya. Ketika kesesakan dan kesukaran terjadi, kita sering menyalahkan orang lain bahkan menyalahkan Tuhan. Mengapa Tuhan tidak menolong kita? Jawabannya: karena kejahatan kitalah maka ada jarak antara Allah dan kita (Yes. 59:1-3).
Introspeksi: kalau kita mempertanyakan di mana Allah, kita harus bertanya pada diri sendiri apa yang sudah kita perbuat? Apa yang menjadi penyebab semua kehancuran ini? Jangan terus berkecimpung dalam dosa sebab upah dosa adalah maut (Rm. 6:23). Jujur, kita semua sudah berbuat dosa namun Yesus datang menyatakan belas kasihan Allah dan menjadi Juru Selamat untuk pengampunan dosa. Terbukti kita tidak berakhir dalam kebuntuan sebab Yesus mati di kayu salib untuk menyelesaikan semua masalah manusia. Pengampunan ditawarkan sendiri oleh Allah; semua ini inisiatif Allah yang berbelas kasihan. Allah di dalam Yesus Kristus mau mengampuni kita. Hasilnya? Hati yang awalnya tertuduh, gelisah, kosong sekarang diperdamaikan dengan-Nya; kita berbahagia sebab pelanggaran kita diampuni dan dosa kita ditutupi oleh-Nya (Mzm. 32:1).
Pembelajaran: jangan kita menutup-nutupi dosa, serapat dan sebagus apa pun, dosa tetap dosa.
Raja Daud mengaku bahwa dia berdosa kepada Tuhan. Bagaimana menyelesaikan dosa? Ditunjukkan/dibuka di hadapan Tuhan karena hanya Tuhan yang mampu menutupi dosa dengan pengurbanan darah Yesus. Yesus, Anak Domba Allah tak bercela, tanpa dosa dan tipu daya tidak ada dalam mulut-Nya, rela mati disalib menanggung dosa manusia. Terjadilah pendamaian antara Allah dan manusia melalui pengurbanan Kristus.
Allah menutupi segala dosa kita tetapi ada tanggung jawab dari kita yang telah diampuni yaitu tidak berjiwa penipu (ay. 2). Penipu – tidak jujur di hadapan Tuhan dengan apa yang telah dilakukan. Selama Daud menutupi dosanya, tulang-tulangnya menjadi lesu dan dia merasakan beban siang malam karena ditekan oleh tangan Tuhan. Beruntung bila Tuhan menyadarkan dia akan keberdosaannya. Apa yang dilakukan Daud kemudian? Dia mengakui pelanggaran-pelanggarannya kepada Tuhan dan terjadilah pengampunan.
Harus diakui tidaklah mudah untuk mengaku dosa, diperlukan pergumulan. Walau Daud seorang raja besar di Israel dan dari keturunannya lahir Mesias, dia hanyalah manusia biasa sama seperti kita yang dapat jatuh dalam dosa. Namun satu hal menjadi kelebihan Daud hingga Tuhan mengatakan, “Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku.” (Kis. 13:22b) Apa kelebihannya? Jujur. Daud menulis pengakuan dosa yang dilakukannya dengan gamblang dan tanpa malu untuk menyaksikan anugerah pengampunan yang diterimanya dari Tuhan (Mzm. 51).
Aplikasi: seberapa besar dosa dilakukan oleh seseorang, jika dia jujur di hadapan Tuhan dia akan beroleh anugerah pengampunan dari-Nya. Marilah kita menghargai Tuhan dan jujur kepada-Nya atas segala keberdosaan kita yang dapat menjadi sumber bahaya/bencana dalam kehidupan nikah, rumah tangga, pekerjaan, pelayanan dan masa depan. Ingat Akhan yang melanggar perintah Tuhan dengan menyembunyikan barang yang seharusnya dimusnahkan? Apa akibatnya? Seluruh bangsa Israel menderita kekalahan melawan kota Ai yang jauh lebih kecil daripada kota Yerikho (Yos. 7:1-6). Pergumulan hidup kita ke depan bagaikan “banjir besar”, berisiko, banyak bahaya – ekonomi global anjlok, perang Rusia-Ukraina tak kunjung selesai, bencana alam melanda di sana sini dst. Jika kita kalah menghadapi perkara kecil, bagaimana kita dapat menghadapi masa depan yang dikatakan menakutkan itu? Sungguh kita tidak akan mampu tanpa Tuhan. Oleh sebab itu jangan mempertahankan dosa tetapi jujurlah kepada Tuhan dan Ia pasti akan membela kita.
Jelas sekarang kebahagiaan sejati merupakan hasil karya pendamaian yang Tuhan kerjakan. Marilah kita belajar jujur dan terbuka di hadapan-Nya. Kenyataannya, ada banyak persoalan di dalam diri manusia yang tidak dapat diatasi tetapi mereka malah menyembunyikannya, “ditanam” dalam-dalam supaya tidak ketahuan.
Kebahagiaan sejati juga terjadi bila kita hidup taat akan pengajaran Firman Tuhan – kita senantiasa hidup bersekutu dengan Tuhan.
Banyak orang sudah diampuni dosanya tetapi kemudian masih jatuh bangun dalam dosa. Contoh: ada banyak orang muda dipakai Tuhan luar biasa pada awal-awal pelayanannya tetapi dengan berjalannya waktu kegiatannya tidak terlihat lagi karena hidup di lingkaran jatuh - bangun sehingga mereka tidak mempunyai komitmen tinggi untuk menjadi berkat bagi banyak orang.
Pemazmur mengingatkan bagaimana cara keluar dari lingkaran/siklus jatuh-bangun yang membuat seseorang putus asa, yakni:
- Membangun kehidupan doa (ay. 6-7)
“Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada-Mu selagi Engkau dapat ditemui; sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya. Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak. S e l a”
Kita rindu selalu berada di dalam hadirat Tuhan; untuk itu kita harus membangun kehidupan doa agar rohani kita kuat. Tidak hanya karate perlu latihan, doa juga butuh latihan. Jangan berdoa kepada Bapa sekadar “laporan” sudah bangun pagi tetapi tingkatkan hingga kita merasakan Roh Kudus menjamah hati dan kita dapat menyembah Tuhan. Kita melatih diri berdoa hingga menjadi suatu kebutuhan bagaikan napas hidup. Jangan doa menjadi Taurat karena berisiko menjadi kehidupan doa yang mati! Kita juga perlu mendoakan ibadah dan pelayanan gereja agar Tuhan senantiasa menyatakan hadirat-Nya.
Mengapa kita perlu berdoa dalam setiap kegiatan? Doa bagaikan menara jaga kita ketika bahaya di depan mengancam. Kita merasakan Tuhan ada di sekeliling kita, menjaga dan meluputkan kita dari marabahaya. Bagaimana mungkin kita mengatakan percaya kepada Tuhan dan rindu Ia menyegarkan jiwa kita tetapi kita tidak pernah berdoa? Ingat, iman tanpa perbuatan adalah mati. Oleh sebab itu jaga dan kawal kehidupan nikah, rumah tangga, usaha dan pelayanan dengan doa. Yesus sendiri mengingatkan kita untuk berdoa supaya tidak jatuh ke dalam pencobaan (Mat. 26:36-46).
- Hidup dalam pengajaran Firman Tuhan (ay. 8-9)
“Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu. Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau.” (ay. 8)
Kita tidak cukup hanya berdoa tetapi juga memerlukan pengajaran Firman Tuhan dengan membaca dan merenungkan Alkitab setiap hari.
Yesus menegaskan, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.” (Yoh 15:7-8)
Murid Tuhan hidup dalam pengajaran dan pemuridan. Firman Tuhan mengajar kita menjadi seorang murid yang telinganya terbuka untuk Firman. Jangan berpikir hidup menjadi sulit dan tidak bebas oleh sebab pengajaran Firman! Justru kita mengalami kebebasan dari ikatan dosa ketika berada di dalam Firman Tuhan.
- Bersukacita dalam Tuhan (ay. 10-11)
“Banyak kesakitan diderita orang fasik tetapi orang percaya kepada Tuhan dikelilingi-Nya dengan kasih setia. Bersukacitalah dalam Tuhan dan bersorak-soraklah hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang- orang jujur!”
Sukacita dari Tuhan adalah kekuatan kita dalam menjalani hidup apapun kondisinya – susah atau senang. Sukacita dari Tuhan menjadi kekuatan sehingga kita tidak mudah putus asa di kala susah. Hendaknya kita belajar mengucap syukur dan bersemangat setiap hari.
Mau mengalami kebahagiaan sejati? Bertekunlah dalam doa, renungkan Firman Tuhan tiap hari dan bersukacitalah di dalam Tuhan maka Ia akan memberikan kita kebahagiaan sejati yang tidak pernah kita dapatkan dari dunia ini. Amin.