Shalom,
Hendaknya kita senantiasa memuji dan memuliakan Tuhan oleh sebab kebaikan dan kesediaan-Nya dalam menolong kita. Ia siap membuka tangan untuk memberikan apa yang menjadi kebutuhan kita bahkan peduli dengan penderitaan kita.
Walau Raja Daud memiliki kekuasaan dan kekayaan, dia juga mengalami banyak pergumulan berat di semua lini kehidupannya akibat serangan musuh dari dalam (keluarga dan orang dekat di kerajaan) maupun dari luar yang merongrongnya.
Daud menulis mazmur mesianik (1.040 – 970 SM) yang berkaitan erat dengan penyaliban Yesus dan digenapi oleh Yesus 1.000 tahun kemudian (Mzm. 22:2; Mat. 27:46). Apa yang ditulis oleh Daud dalam Mazmur 22 sebagai luapan ratapan pribadinya dikategorikan dalam 2 situasi:
- Doa permohonan di tengah-tengah penderitaan (ay. 1-22)
- Doa ucapan syukur setelah Tuhan melepaskan Daud dari penderitaannya.
Daud menulis, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” → persis sama dengan seruan yang menyayat hati saat Yesus mengerang di atas kayu salib menanggung kutukan dosa manusia (Gal. 3:13).
Pergumulan dan penderitaan berat apa yang dialami oleh Raja Daud sehingga dia memohon pertolongan dari TUHAN?
- Daud merasa ditinggal Allahnya saat ia dalam Dalam keadaan ini Daud merasa ia sedang bergumul berat seorang diri (ay. 2).
- Daud merasa seruannya sia-sia, Tuhan menjauh dan tidak menolong (ay. 2).
(Bagi kita: apakah kita juga pernah merasa sia-sia terus-menerus meminta pertolongan pada Tuhan karena seperti tidak ada pertolongan dari-Nya?)
- Daud merasa seruannya tidak didengar Allah (ay. 3).
(Bagi kita: apakah kita merasa sia-sia berdoa dengan tekun tetapi masih dizinkan Tuhan mengalami penderitaan hidup?)
- Daud merasa menghadapi penderitaan dari segala penjuru – banteng-banteng dari Basan (ay. 13-14).
- Daud merasa hatinya hancur luluh (ay. 15).
- Daud merasa kekuatannya lemah/kering (ay. 16).
- Daud merasa tidak dapat lagi berseru kepada Allah karena lidahnya melekat pada langit-langit mulut (ay. 16).
- Bahkan Daud merasa hidupnya dipermalukan dan direndahkan serendah-rendahnya (ay. 17-19).
Daud mengalami sedikitnya delapan macam penderitaan mencakup fisik hingga batin/mental. Terbukti Mazmur 22 menubuatkan Yesus yang dipermalukan di atas kayu salib dengan ditelanjangi dan pakaiannya dibagi-bagi dengan diundi (Mat. 27:35).
Introspeksi: pernahkah kita merasa sia-sia ketika meminta pertolongan kepada Tuhan tetapi sepertinya Ia diam seribu bahasa? Adakah kita menderita lebih parah (fisik dan batin) daripada Raja Daud dan begitu terpuruk hingga untuk berdoa pun tidak dapat?
Kenyataannya, penderitaan fisik masih jauh lebih ringan dibanding dengan penderitaan batin yang membuat kita patah semangat tidak ada gairah untuk hidup. Oleh sebab jatuh dalam dosa, manusia harus banyak mengalami penderitaan (Kej. 3:16-19). Kita tahu Ayub mengalami penderitaan demi penderitaan hingga dia sempat putus asa dan terlontar keluar dari mulutnya, “Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir atau binasa waktu aku keluar dari kandungan? Mengapa pangkuan menerima aku; mengapa ada buah dada sehingga aku dapat menyusu?” (Ay. 3:11-12)
Penderitaan berat Ayub, Daud dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya (juga kita) yang terjadi seizin Tuhan masih tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh Yesus saat Ia mati disalib. Kita mengalami penderitaan oleh sebab kesalahan kita sendiri tetapi Yesus yang tidak berbuat dosa maupun kesalahan harus mati untuk menanggung kutuk dosa kita. Penderitaan yang harus ditanggung-Nya telah pula dinubuatkan di Kitab Yesaya yang ditulis ± 740 SM. Yesaya 53:3-5 memaparkan dengan jelas tentang nubuat kematian Yesus, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya penyakit kitalah yang ditanggungnya dan kesengsaraan kita yang dipikulnya padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya dan oleh bilur- bilurnya kita menjadi sembuh.”
Seperti sifat manusia pada umumnya, kita suka membanding-bandingkan satu sama lain; demikian pula dengan Daud. Dia membandingkan perlakuan Allah terhadap dirinya dan terhadap nenek moyangnya. Daud merasa Allah meluputkan mereka ketika berseru-seru kepada-Nya dan mereka tidak mendapat malu (Mzm. 22:4-6) sementara dia merasa menanggung derita sendirian.
Jujur, sering dalam kondisi terpuruk, mulailah pikiran aneh-aneh menyelimuti kita kemudian kita membanding- bandingkan keadaan kita dengan orang-orang di sekitar terlebih orang-orang yang mendapat pertolongan dari Tuhan lebih dahulu meskipun kita merasa mereka tidak lebih baik atau lebih rohani dari kita.
Waspada, sikap seperti ini malah membuat iman kita lemah! Apa pun yang terjadi, kita harus tetap memandang kebaikan dan kesetiaan Tuhan yang telah kita alami di masa lalu sebagai pengharapan kita saat ini juga untuk masa yang akan datang.
Seperti apakah “jawaban Tuhan ditengah penderitaan” kita :
- Tuhan menjawab semua persoalan melalui kepastian pertolongan-Nya (bnd. 22:20-22). Daud begitu yakin Tuhan telah menolongnya, katanya, “Engkau telah menjawab aku!”
Sesungguhnya Alkitab telah menjelaskan bahwa penderitaan apa pun yang kita alami tidak melebihi kekuatan manusia (1 Kor. 10:13). Dengan iman, kita yakin Tuhan sudah menyiapkan jalan keluar saat dicobai. Kalau Allah tidak menyayangkan Putra tunggal-Nya mati demi manusia, mana mungkin Ia tidak menolong kita untuk perkara yang lain (Rm. 8:32)?
- Ucapan syukur karena Tuhan menjawab doanya (ay. 23-32).
- Tuhan menjawab doa kita dengan mengerti dan menghargai (bersimpati dan berempati) akan penderitaan kita.
Perhatikan, jawaban Tuhan atas semua persoalan belum tentu merupakan jalan keluar atau tuntasnya masalah yang kita doakan tetapi Ia mempunyai rencana/maksud lain dalam kehidupan kita. Kalaupun permasalahan kita belum/tidak selesai, semua ini seizin Tuhan. Namun yakinlah bahwa Tuhan mempunyai rencana indah dan tidak pernah meninggalkan kita bahkan menghargai setiap penderitaan kita (ay. 25). Tuhan sangat bersimpati dan berempati dengan kita – memerhatikan, menghibur dan menguatkan kita melalui Firman-Nya.
Kesaksian Pembicara: ± 40 tahun lalu, seusai KKR di luar kota, Pembicara pulang naik motor. Di tengah perjalanan di daerah Lawang, beliau mengalami kecelakaan cukup parah sehingga dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi karena tulang mata kaki hilang (bukan patah) tergerus oleh velg bintang dari sepeda motor. Apa yang terjadi ketika dibawa ke ruang inap? Tanpa disangka ayah beliau juga kecelakaan; jadi mereka berdua kaget karena sama-sama tidak tahu kalau mengalami kecelakaan pada waktu yang bersamaan. Penderitaan berat apa yang dialami oleh Pembicara saat itu?
- Kondisi ekonomi pas-pasan apalagi dua orang dirawat di rumah sakit yang membutuhkan biaya tidak sedikit.
- Proses penyembuhan makan waktu 45 hari rawat inap di rumah sakit.
- Gara-gara sakit yang cukup lama, beliau tidak ikut ujian dan melepas masa perkuliahan selama satu semester namun tetap membayar biaya satu semester yang cukup berat.
- Saat itu ayah beliau belum mengenal Tuhan. Apa yang harus beliau jawab jika ayah beliau bertanya ikut pelayanan gereja malah mengalami peristiwa tidak mengenakkan berdampak pada keluarga. Dokter yang mengobati Beliau menyarankan untuk operasi di Jepang yang jelas mustahil untuk dilaksanakan mengingat biaya yang tidak murah.
- Selain penderitaan fisik, tiba-tiba beliau dijenguk oleh seorang Mungkin guyonan (tetapi kurang etis) dalam kondisi prihatin, teman tersebut mengatakan, “Kamu ini sudah jelek, kaki timpang tidak bisa jalan. Wah, masa depan suram! Cewek mana yang mau sama kamu?” Teman ini sama sekali tidak mempunyai simpati dan empati terhadap orang yang sedang menderita tetapi malah meluncurkan cercaan dan kata- kata pesimistis yang menjatuhkan mental.
Jauh berbeda dengan sikap Tuhan yang tidak memandang hina/jijik akan sengsara orang yang tertindas. Ia bahkan menampung air mata kita di dalam kirbat-Nya (Mzm. 56:9). Sangat jelas Tuhan bersimpati dan berempati kepada kita yang sedang menghadapi persoalan berat.
- Tuhan menjawab doa kita dengan menunjukkan kekuasaan-Nya (ay. 29).
Allah sebagai Pemilik kerajaan dan memerintah atas bangsa-bangsa memiliki kekuasaan yang jauh lebih besar daripada semua pergumulan yang kita alami. Dengan kata lain, seluruh penderitaan kita terlalu kecil di hadapan Tuhan yang berkuasa atas alam semesta dan isinya. Bila Allah di pihak kita, siapa yang akan melawan kita? Kita akan menjadi lebih dari pemenang (Rm. 8:31-32, 37).
Manusia ditentukan mengalami penderitaan akibat dosa yang diperbuat oleh Adam-Hawa. Namun seberat apa pun penderitaan fisik dan batin melanda, berdoalah kepada Tuhan dan percayalah bahwa Ia pasti menjawab doa permohonan kita. Perlu diketahui bentuk jawaban doa tidak selalu penuntasan masalah; jadi, kalaupun kita masih menderita, ini juga seizin Dia karena Ia mempunyai rencana indah bagi kita. Yang pasti Ia selalu bersimpati dan berempati dengan kondisi kita yang terpuruk dan Ia juga menunjukkan kekuasaan-Nya sebagai Pemilik Kerajaan yang berkuasa atas alam semesta dan isinya menjadikan kita lebih dari pemenang karena Ia senantiasa berada di pihak kita. Amin.