• BERIMAN KEPADA TUHAN YANG ADIL
  • Mazmur 11
  • Lemah Putro
  • 2022-09-11
  • Pdm. Budy Avianto
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/1214-beriman-kepada-tuhan-yang-adil-2
  • Video Ibadah: KLIK DISINI

Shalom, 

Beberapa bulan ini negara kita disibukkan dengan berita yang menjadi trending topik dibicarakan di dalam maupun di luar negeri dari kalangan atas sampai rakyat jelata menyangkut soal keadilan. Berawal dengan terbunuhnya seorang ajudan dari perwira tinggi di rumah dinas yang melibatkan banyak oknum penegak hukum dari jabatan tinggi yang melanggar hukum itu sendiri. Ini membuktikan bahwa hukum dunia masih diwarnai dengan ketidakadilan di sana sini. 

Bagaimana Raja Daud menanggapi ketidakadilan dunia yang menimpa dirinya? Dia yakin Tuhan adalah Hakim adil yang mengadili dengan tolok ukur Firman-Nya dan Ia sendiri adalah Sang Firman. Dengan kata lain, Ia adalah Hakim sekaligus hukum itu sendiri. Kalau manusia tetap tidak mau taat walau sudah diberi kesempatan dan waktu untuk taat, Allah akan mengutus anak-Nya kedua kali bukan lagi untuk mati sebagai Penebus dosa tetapi Ia akan datang sebagai Hakim yang adil. Ini membuktikan bahwa Allah datang dengan keadilan-Nya memberikan hukuman mati kekal bagi manusia durhaka yang menolak Dia. 

Siapa Daud ini dan mengapa dia begitu percaya akan keadilan Allah?

Semua ini karena pengalaman-pengalaman dia bersama Allah dengan perlindungan-Nya sebelum menjadi raja Israel antara lain:

  • Daud muda mampu mengalahkan Goliat, orang Filistin, memakai Nama TUHAN semesta alam dan batu yang diumbannya mengenai dahi Goliat yang langsung rebah lalu mati (1 Sam. 17:45,49). Kekuatan Daud ialah dia mengandalkan TUHAN.
  • Saat menghibur Raja Saul yang diganggu oleh roh jahat karena Roh TUHAN sudah mundur darinya, Daud yang memainkan kecapi dilempar tombak oleh Raja Saul dalam usaha membunuhnya. Hal ini dilakukan dua kali tetapi Daud dapat mengelak (1 Sam. 18:10-11). Mengapa Saul berusaha membunuh Daud yang telah menolongnya dari serangan orang Filistin? Raja Saul membenci Daud karena tidak tahan mendengar perempuan-perempuan yang menyongsongnya sambil menyanyi kalau Saul mengalahkan beribu-ribu musuh tetapi Daud berlaksa-laksa. Saul takut jabatan raja akan jatuh ke tangan Daud (ay. 6-8). 

Dua kali Daud membiarkan Raja Saul hidup padahal dengan mudah dia dapat membunuhnya ketika Saul membuang hajat di dalam gua (1 Sam. 24:4-6) dan tidur di kemah (1 Sam. 26:7-12). Namun Daud menghargai Raja Saul yang diurapi TUHAN. Akhirnya TUHAN sendiri yang bertindak, Saul mati bunuh diri setelah terpanah oleh orang Filistin (1 Sam. 31:2-4). 

  • Kini sebagai raja, Daud dapat menggunakan kekuasaannya untuk menumpas musuh-musuhnya. Namun apa yang dilakukannya? Ketika para penasihatnya mengatakan, “Terbanglah ke gunung seperti burung!...orang fasik melentur busurnya, mereka memasang anak panahnya pada tali busur untuk memanah orang yang tulus hati di tempat ” (Mzm. 11:1-2), Raja Daud memilih tidak terbang/menghindar tetapi menghadapi lawan- lawan yang sedang membidikkan anak panah kepadanya di tempat gelap. Mungkin saja Daud berbuat dosa tanpa disadarinya atau musuh sedang mencari-cari kesalahan yang diperbuatnya. Ini berarti musuh-musuhnya berada di lingkungan tidak jauh darinya – orang-orang dekatnya karena musuh-musuh di luar (orang Filistin, orang Amalek) telah dikalahkannya. Sebenarnya Daud berkuasa memerintahkan untuk memeriksa mereka semua dari pejabat tinggi hingga pangkat rendah untuk ditumpas demi penegakan hukum tetapi dia memilih mengandalkan TUHAN dan tetap tinggal di istana. 

Aplikasi: kita harus hati-hati menghadapi orang-orang di sekitar yang tidak senang kepada kita dan siap membidikkan “anak panah” untuk menjatuhkan kita. Kita harus waspada dan berlindung kepada Tuhan yang adil. 

Kepada siapa Allah memberikan perlindungan?

  • Orang yang tulus hati.

“Perisai bagiku adalah Allah yang menyelamatkan orang-orang yang tulus hati;” (Mzm. 7:11) 

Perisai merupakan senjata bersifat defensif untuk bertahan dan berlindung bukan untuk menyerang. Bila kita berlindung pada Allah bagaikan perisai, semua panah api dari si jahat yang dibidikkan ke kita tidak dapat tembus (Ef. 6:16) sebab Yesus sudah “pasang badan” (badan-Nya hancur di atas kayu salib sebagai perisai) untuk melindungi dan menyelamatkan kita dengan memberikan diri-Nya menggantikan kita (Yes. 53:5). 

Apa kriteria dari orang tulus itu? Taat terhadap tuannya dalam segala hal bukan untuk menyenangkan mereka tetapi karena takut akan Tuhan (Kol. 3:22-24). 

Daud taat kepada Saul sebagai tuannya karena dia takut kepada Tuhan. Dia percaya bahwa mata Tuhan menyoroti gerak-geriknya. 

Anak Daud, Salomo, juga tulus hati. TUHAN mengingatkan Salomo agar tulus hati dan benar seperti ayahnya (Daud) maka Ia akan meneguhkan takhta kerajaan atas Israel untuk selama-lamanya seperti telah dijanjikan kepada Daud (Raja. 9:1-5). 

Aplikasi: hendaknya kita tulus hati di depan manusia bukan sebagai “penjilat” yang tampak senyum ramah di depan tetapi menusuk di belakang. Namun kita tulus hati karena takut akan Tuhan. Mata Tuhan mengawasi kita melalui Firman dan Roh Kudus mengingatkan kita akan kebenaran Firman ketika kita berbuat salah. Ingat, Tuhan melindungi orang tulus hati yang takut kepada-Nya.

  • Orang yang benar (Mzm. 11:3-5).

Keadilan Tuhan dibuktikan dengan menguji orang benar dan orang fasik/jahat. Allah yang adil tidak hanya melindungi orang yang tulus tetapi juga orang yang benar. Namun adakah orang benar di dunia ini? Alkitab menyebutkan bahwa tidak ada seorang pun benar (Rm. 3:10) tetapi Allah membenarkan orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus bukan karena melakukan Taurat (ay. 21-22). 

Orang benar beriman kepada Yesus Kristus sementara orang fasik/jahat tidak mau percaya/beriman kepada-Nya. Sebenarnya apa itu iman? Iman datang dari mendengar Firman Kristus (Rm. 10:17) tetapi harus disertai dengan perbuatan iman (Yak. 2:17, 22). Ilustrasi: kita mempunyai 24 jam sehari, pada hari Minggu kita ke gereja mendengarkan Firman Tuhan selama ± 2 jam, masihkah kita ingat pesan Firman? Apa yang kita lakukan dengan sisa 22 jam lainnya? Kalau kita lupa akan Firman yang menasihati dan menegur, dapatkah kita melakukan apa yang diperintahkan oleh-Nya sebagai praktik perbuatan iman? Padahal iman harus disertai dengan perbuatan; kalau tidak, bagaikan tubuh tanpa roh adalah mati; demikian pula iman tanpa perbuatan adalah mati (ay. 26). Sebaliknya, bila kita beriman tiap kali mendengarkan Firman Tuhan kemudian melakukannya, iman kita makin teguh dan bertumbuh menjadi pengharapan, hidup kita disucikan berlanjut hingga pada kesempurnaan. 

Alkitab mengatakan orang yang mendengar perkataan Tuhan dan melakukannya, ia bagaikan orang bijak yang mendirikan rumah di atas batu. Pencobaan, tantangan hidup dan musuh (dalam selimut) boleh datang dari segala penjuru untuk menguji tetapi dia tetap berdiri teguh dan kukuh (Mat. 7:24-27). 

Selain keadilan dan kebenaran, Allah juga penuh kasih. Demi kasih-Nya kepada manusia berdosa, Ia mengutus Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16-20). 

Mengapa kita harus beriman dan takut akan Allah? Sebab Ia mau menyelamatkan dunia yang sudah bobrok ini agar Ia tidak disalahkan dan dianggap tidak adil. Bukankah Ia telah panjang sabar untuk menunjukkan keadilan dan kasih-Nya ketika hendak menghukum Sodom dan Gomora? Saat itu terjadi tawar menawar yang dilakukan oleh Abraham dan ternyata jumlah orang benar di kota itu kurang dari 10 orang. Akibatnya, Allah menjatuhkan hukumannya dengan adil (Kej. 18:16-32). 

Apa keadilan Tuhan bagi orang yang tulus hati? Dia akan memandang wajah-Nya (Mzm. 11:7) berarti bertemu dengan Dia. Sebaliknya, mereka yang tidak mau percaya pada-Nya akan dihukum sebab Tuhan telah memberikan waktu untuk mendengarkan Injil yang diberitakan ke seluruh pelosok bumi sesuai dengan amanat Yesus sebelum naik ke Surga. Jadi, mereka yang tidak mau mendengarkan Injil itu merupakan pilihan mereka sendiri.

Kita harus percaya bahwa Tuhan melindungi dan membela orang yang percaya serta takut pada-Nya. Kesaksian Pembicara: di acara pesta pernikahan anak seorang pendeta GPT, beliau diperkenalkan besan dari pendeta tersebut. Ternyata si besan sudah lama mengenal Pembicara terlihat dari cara memanggil nama kecil Pembicara. Mereka teman masa kecil di Sekolah Minggu saat tinggal di Banyuwangi. Pembicara kemudian mengingat apa yang terjadi waktu beliau berumur 10 tahun bersama si Besan ini. Di suatu hari Sabtu, teman ini mengajak Pembicara bersepeda ke Ketapang yang berjarak ± 9 kilometer dari Banyuwangi. Ayah dari pembicara (pembela sidang/penatua gereja) mewanti-wanti supaya Pembicara tidak berenang di Ketapang tempat bersandarnya kapal-kapal besar bermuatan truk, bus dari Jawa, Bali sebab airnya dalam sekali walau banyak anak meloncat lalu menceburkan diri untuk berenang di pelabuhan ini. 

Teman ini mengajak Pembicara untuk berenang tetapi ditolaknya karena ingat akan pesan si ayah lalu dia buka baju dan meloncat berenang sendiri. Setelah sekian lama ditunggu dan dipanggil tidak mau pulang akhirnya Pembicara pulang sendirian naik sepeda. Semua tampak aman hingga pukul 18:00 petang beberapa polisi datang ke rumah bertanya di mana Pembicara. Ayah beliau yang banyak kenal dengan anggota polisi karena tinggal di kota kecil merasa kaget. Kemudian dijelaskan bahwa Pembicara dituduh menjadi pembunuh temannya dan mau dibawa untuk menjadi saksi temannya yang katanya didorong lalu tenggelam dan minta tolong tetapi ditinggal pulang olehnya. Yang melapor ke polisi adalah mama dari temannya ini. Mendengar penjelasan polisi, ibu Pembicara langsung pingsan karena sangat takut anaknya menjadi pembunuh. Kalau mau, ayah Pembicara dapat menelepon kepala polisi minta tolong sebab mereka berteman baik. Namun hal ini tidak dilakukannya karena sibuk menangani si ibu yang pingsan. Akhirnya Pembicara diizinkan dibawa polisi didampingi oleh pembantu mereka yang sudah lama ikut dengan mereka. 

Tiba di Ketapang, Pembicara dinaikkan ke kapal patroli polisi air dan sepanjang malam menyusuri pantai mencari mayat teman yang katanya tenggelam. Hingga pukul 05:00 pagi keesokan hari Pembicara diantar kembali ke rumah dengan catatan tiap hari harus lapor polisi. Ketika tiba di rumah, Pembicara melihat rumahnya penuh dengan orang-orang gereja, termasuk seorang hakim yang lumayan disegani, berdoa semalam-malaman. Baik si ayah maupun si hakim tidak menggunakan koneksi maupun kekuatan yang dimiliki. Mereka berdoa dan menyerah kepada Tuhan yang adil. Pembicara benar-benar menanggung malu dengan julukan “pembunuh” dan tidak berani ke sekolah. Setiap hari beliau harus melapor ke kantor polisi karena dikhawatirkan lari. 

Pada hari ke-10 polisi datang dan mengatakan Pembicara tidak perlu lapor lagi sebab teman yang hilang “tenggelam” sudah pulang. Ternyata dia bukan tenggelam mati tetapi minggat dari rumah karena permintaannya tidak dituruti oleh orang tuanya. Jelas pembelaan dari Allah yang adil bila kita berlindung kepada-Nya. Sebenarnya orang tua pembicara dapat menggugat masalah ini tetapi teman gereja, si hakim, menyarankan tidak perlu sebab Tuhan sudah menyatakan keadilan-Nya melalui doa orang-orang yang benar. 

Bukankah Raja Daud dapat menggunakan kekuatan dan kekuasaannya untuk menumpas musuh-musuhnya dengan mudah tetapi dia memilih berlindung kepada Tuhan karena ia percaya Tuhan itu adil. Kalau kita percaya kepada Tuhan, kita dibenarkan dan diselamatkan. Setelah diselamatkan, kita tulus hati dan takut kepada-Nya maka Tuhan menjadi perisai kita. Dia mendengar doa kita dan mata-Nya mengawasi kita. Bila kita menyandang Nama-Nya dalam hidup kita, kita akan mampu menghadapi konsekuensi dibenci orang dan menderita karena Nama-Nya. 

Memang Tuhan sangat mengasihi kita tetapi kasih-Nya ada “batasnya” karena keadilan-Nya. Jika kita mengeraskan hati tidak mau dikuduskan oleh Firman Tuhan dan tidak mau dipimpin oleh Roh Kudus, tiba saatnya Tuhan datang sebagai Hakim yang adil. Sungguh ngeri jatuh di dalam keadilan Allah kalau kita tidak mau bertobat sekarang! Oleh sebab itu marilah kita menggunakan waktu dan kesempatan yang ada untuk percaya kepada-Nya. Amin.