• HAMBA YANG MELAKUKAN KEWAJIBANNYA
  • LUKAS 17:1-10
  • Lemah Putro
  • 2021-12-19
  • Pdm. Setio Dharma
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/1030-hamba-yang-melakukan-kewajibannya
  • Video Ibadah: KLIK DISINI

Shalom,

Kita patut bersyukur masih diberi napas hidup juga kesempatan untuk beribadah saat ini. Biarlah Roh Kudus membimbing kita dan memberikan hikmat agar kita dapat menangkap apa yang menjadi kerinduan hati Tuhan sehingga kita dapat mempersembahkan hidup kita dan diperkenan oleh-Nya.

Apa yang menjadi kerinduan Tuhan agar dimengerti oleh kita? Ia ingin kita memahami apa yang dimaksud dengan hamba dan apa kewajibannya seperti tertulis dalam Injil Lukas 17:10, “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna (unprofitable, unworthy = tidak menguntungkan, tidak layak); kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”

Kata hamba dalam bahasa aslinya ialah doulos = a slave → seorang budak yang tidak mempunyai kepentingan apa pun dari dirinya dalam melakukan pekerjaan. Ia menyerahkan seluruh kemauan, kehendak dan keinginannya kepada tuannya. Buktinya? Setelah membajak atau menggembalakan ternak tuannya, dia disuruh melayani tuannya dengan menyediakan makanan dan si tuan tidak pernah mengucapkan terima kasih atas pelayanan hambanya (ay. 7-9). Bahkan seusai melakukan perintah tuannya, si hamba ini mengatakan bahwa dirinya tidak berguna, tidak menguntungkan dan tidak layak mendapat pujian setelah menyelesaikan tugas.

Introspeksi: apakah kita sibuk mencari pujian sana sini setelah menyelesaikan tugas pelayanan? Juga dalam jabatan pelayanan apa pun kita sibuk mencari penghargaan-penghargaan? Sesungguhnya orang yang bertobat tidak pusing dengan penghargaan kiri kanan tetapi sibuk memikirkan apa yang harus dikerjakan untuk Tuhan tidak peduli akan mendapat pujian atau ejekan. Ini tipe hamba sejati.

Roma 6:16 menuliskan ada dua macam hamba yang dapat dipilih: hamba dosa yang memimpin kita kepada kebinasaan atau hamba kebenaran. Memang kita dahulu hamba dosa tetapi sudah dimerdekakan dari dosa menjadi hamba Allah yang membawa kita kepada pengudusan dan kesudahannya ialah hidup kekal (ay. 22).

Konsep doulos yang ditulis ribuan tahun lalu masih relevan hingga hari ini. Apa kewajiban dari seorang hamba? Mereka harus waspada terhadap penyesatan yang pasti terjadi (Luk. 17:1). Penyesatan mengenai apa?

  • Pertobatan (Luk. 15:7,10,32).

Kisah domba yang hilang, dirham yang hilang dan anak yang hilang menekankan tentang pertobatan – ada sukacita di Surga karena satu orang berdosa bertobat. Hal ini diteguhkan dengan cerita Lazarus di pangkuan Abraham dan orang kaya di alam maut yang juga berbicara tentang pertobatan (Luk. 16:30-31). Dikatakan bahwa mendatangkan orang mati pun percuma untuk meyakinkan orang yang masih hidup agar bertobat jika mereka tidak mau mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi. Dengan kata lain mereka harus percaya kepada Alkitab Perjanjian Lama saat itu. Sedangkan bagi kita sekarang, Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang adalah tulisan yang dilhamkan Allah bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik dalam kebenaran (2 Tim. 3:16). Bukankah Alkitab mengajarkan kita tentang pertobatan? Namun faktanya, manusia lebih suka mendengarkan fenomena hamba Tuhan pergi ke neraka atau Surga kemudian kembali dan menyaksikan pengalamannya ke jemaat. Sesungguhnya Alkitab lebih dari cukup untuk membuat orang bertobat.

Aplikasi: kita harus tahu bahwa penyesatan pasti terjadi dan memosisikan diri bukan sebagai penyesat atau memberitakan penyesatan tetapi sebagai hamba kebenaran. Jangan mudah terkesimana dengan “berita-berita yang menakjubkan” karena sama dengan kita melunturkan bahkan menggugurkan kebenaran Alkitab. Memang teks Alkitab itu mati tetapi kalau kita merenungkan dan menghidupinya Alkitab menjadi Firman Tuhan yang hidup dan berkuasa menobatkan serta mendidik kita menjadi doulos kebenaran.

  • Pengabdian (Luk. 16:13).

Seorang doulos harus tahu kepada siapa dia mengabdi, kepada Tuhan atau Mamon? Orang-orang Farisi mendapat julukan hamba-hamba uang (the lovers of money) tertulis di ayat 14.

Bagaimana kita mengetahui seseorang begitu mencintai uang? Terefleksi dalam kehidupan sehari-hari. Harus diakui bahwa setiap orang membutuhkan uang tetapi jangan jadikan Mamon sebagai tuan.

Pertanyaan: dari waktu 24 jam sehari, berapa jam dan persentase waktu yang kita habiskan untuk Tuhan dan untuk bekerja mencari uang? Alkitab telah menjelaskan bahwa akhir zaman ini merupakan masa yang sukar. Manusia akan mencintai diri sendiri dan menjadi hamba uang (2 Tim. 3:1-5). Bagaimana kita menghadapi kondisi ekonomi yang sulit apalagi di masa pandemi ini?

  • Pernikahan (Luk. 16:18).

Tahukah saat ini pernikahan sejenis sudah marak bahkan gereja-gereja di Eropa memberkati pernikahan sejenis? Banyak orang Kristen mengambil celah ketika berurusan dengan pernikahan tetapi satu hal yang harus kita pegang teguh sesuai dengan perintah Allah yaitu: apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia (Mat. 19:6).

Bukankah gereja kita terkenal dengan nama “Gereja Kabar Mempelai” tetapi di tengah kumandangnya berita kekudusan nikah justru terjadi perceraian dan perselingkuhan di antara jemaat? Perhatikan, ketika seseorang mempunyai kompetensi/kemampuan sesuatu (misal: A) justru kelemahannya di A itu.

Waspada bagi penyesat karena lebih baik baginya diikatkan batu kilangan di lehernya lalu dilemparkan ke dalam laut daripada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah (Luk. 17:2). Menghadapi penyesatan ini, Yesus memberikan jalan keluar yaitu:

♦ Menjaga diri (ay. 3) untuk tidak menjadi penyesat dalam hal pertobatan, keuangan  dan pernikahan.

♦ Menegur orang yang berbuat dosa dan mengampuninya jika dia menyesal.

Selagi napas masih di kandung badan, kita sebagai doulos tidak ada hak untuk tidak mengampuni orang yang menyesali kesalahannya dan bertobat. Jangan bertindak seperti anak sulung yang malah mencemooh dan iri terhadap adiknya yang bertobat! Jalan keluar dari pertobatan ialah pengampunan.

Introspeksi: maukah kita mengampuni suami, istri, anak, orang tua yang telah menyakiti kita? Kalau kita masih tidak dapat mengampuni mereka, kita bukan seorang doulos sebab masih memiliki kepentingan diri.

Bagaimana cara menegur seseorang dengan baik? Tegurlah di bawah empat mata – tidak langsung di depan umum. Kalau dia tidak mau mendengar teguran kita, bawalah seorang atau dua orang sebagai saksi. Jika dia tetap tidak mau mendengarkan sampaikan kepada jemaat/umum. Jika dia bergeming tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai orang yang tidak mengenal Allah (Mat. 18:15-17) bukan menghakiminya. Kita berdoa agar satu kali kelak Tuhan menjamah dia.

Komnas perempuan mencatat alasan perceraian di Indonesia pada tahun 2020, yakni: yang utama karena perselisihan/pertengkaran yang berkelanjutan, kemudian persoalan ekonomi, perselingkuhan dan KDRT. Mengapa percekcokan dan pertengkaran terjadi juga pada suami-istri? Karena tiap orang termasuk orang Kristen masih mempunyai hawa nafsu (Yak 4:1) yang datang dari keinginan yang tidak terpenuhi lalu iri hati, bertengkar, berkelahi karena tidak berdoa (ay. 2). Keinginan yang menggebu-gebu menjadi hawa nafsu, jika tidak ada penguasaan diri berakhir dengan pertengkaran. Kenyataannya, perkataan istri/ibu menjadi hukum dalam rumah tangga yang tidak dapat dibantah sementara suami/ayah berurusan dengan duit dan tidak ada waktu. Jujur, tidak ada percobaan dan penderitaan di dunia ini melebihi percekcokan di dalam rumah tangga yang serasa di neraka sebab tidak ada damai sejahtera sama sekali di dalamnya.

Pengampunan mutlak diperlukan dalam pertobatan. Ketika kita bertobat, Tuhan memberikan pengampunan. Demikian pula jika kita mengampuni kesalahan orang, Bapa di Surga juga mengampuni kita. Sebaliknya, kalau kita tidak mau mengampuni, Bapa juga tidak mengampuni kita (Mat. 6:14-15). Pengampunan memang serasa doulos yang bekerja ekstra tetapi tetap harus dilakukan. Sungguh sangat berat mengampuni suami/istri yang selingkuh atau pegawai yang menyalahgunakan keuangan dst. seperti si sulung yang tidak dapat mengampuni adiknya yang telah hidup bergelimangan dosa. Bagaimanapun juga, satu orang bertobat, Surga penuh sukacita. Surga tidak bergempita dengan ribuan orang menyanyikan lagu Natal tetapi pada pertobatan dari satu orang.

Perlu diketahui, setelah konsep pengampunan dilakukan kita harus mengatakan “kita hamba yang tidak layak”. Artinya kita tidak perlu gembar-gembor bahkan posting di sosmed bahwa kita sudah mengampuni orang supaya diketahui khalayak ramai untuk mendapat pujian. Kita adalah doulos yang wajib melakukan pekerjaan tanpa ada kepentingan untuk dipermuliakan.

Marilah kita belajar menjadi hamba yang setia kepada Allah bukan kepada Mamon dan melakukan kewajiban tanpa pamrih serta menjunjung tinggi kekudusan nikah agar pekerjaan pelayanan kita diperkenan oleh Tuan kita. Amin.