Pelihara Kasih karunia Dan Damai tuhan Hingga akhir
Pdt. Paulus Budiono, Minggu, Lemah Putro, 14 Januari, 2018
Shalom,
Memasuki tahun baru 2018 kita diminta untuk mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah menghadapi peperangan melawan Iblis untuk beroleh kemenangan. Hendaknya kita meng-gunakan senjata Firman Allah bukan emosi, pengetahuan/hikmat dan pengalaman kita sebab semua kehendak dan pikiran kita berasal dari-Nya. Bukankah Allah menciptakan manusia – Adam dan Hawa – menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1: 26)? Jadi, pikiran dan kehendak Allah ada di dalam Adam-Hawa untuk mengurus dan memelihara Taman Eden yang sudah baik agar semakin indah. Namun sejak manusia gagal menaati (satu) perintah Allah, semua pikiran, kehendak dan rancangan manusia tidak lagi seturut dengan rancangan Allah yang sempurna. Itu sebabnya kita akan mengalami kemenangan total bila Ia menyertai kita.
Allah memenuhi janji-Nya untuk menyertai kita tetapi dari kita juga dituntut untuk menuruti perintah-Nya. Kenyataannya, kita berdoa memohon Tuhan yang mahakuasa menolong kita tetapi kita sendiri tidak taat kepada-Nya; akibatnya Ia tidak menyertai kita. Contoh: bangsa Israel di bawah pimpinan Yosua mengalami kemenangan ketika diserang oleh orang Amalek (Kel. 17:8) tetapi di lain kesempatan mereka membuat diri sendiri kalah menghadapi peperang-an karena mereka lebih memercayai laporan negatif dari 10 pengintai (Bil. 13:25-33) akibatnya TUHAN murka dan menghukum mereka 40 hari perjalanan menjadi 40 tahun mengembara di padang gurun (Bil. 14:32-35). Mendengar hal ini bangsa Israel memutuskan untuk maju merebut Kanaan tetapi Musa melarang karena TUHAN tidak menyertai mereka. Apa yang dilakukannya? Mereka nekat naik ke puncak gunung berakhir dengan kekalahan (Bil. 14:40-45).
Bagaimana kita beroleh kemenangan? Dengan ‘berperang’ merebut apa yang kita inginkan atau tetap mempertahankan kemenangan yang telah kita peroleh agar tidak hilang. Contoh: Adam diminta untuk menjaga dan mengusahakan Taman Eden tetapi karena pelanggaran hilanglah Taman Eden yang indah muncullah tanah gersang penuh onak duri dan mereka harus mengelolanya supaya menjadi tanah subur untuk kelangsungan hidup mereka. Jika kehidupan rumah tangga dan nikah kita kacau, ‘berperanglah’ untuk meraih keharmonisan; jika sudah dalam kondisi baik, pertahankan kondisi semacam itu agar tidak berantakan. Jujur, tidaklah mudah mempertahankan nikah yang baik juga ketaatan anak-anak terhadap orang tua di zaman sekarang oleh sebab pikiran dan kehendak kita mudah terkontaminasi dengan dunia teknologi canggih yang merusak (film porno, hoax dll.). Untuk itu apa nasihat Firman Tuhan yang terdapat di Efesus 6:13? “Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.”
Dalam pola Tabernakel Surat Efesus terkena pada Meja Roti Sajian dan surat ini diakhiri dengan pergumulan doa agar tetap dapat berdiri tegak setelah kita menyelesaikan segala sesuatu dan menikmati apa yang kita pertahankan (Ef. 6:18).
Kita mempelajari lebih jauh berkat dan kebahagiaan Firman Tuhan yang terdapat dalam Surat Efesus 1:1-2, “Dari Paulus, rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah kepada orang-orang kudus di Efesus, orang-orang percaya dalam Kristus Yesus. Kasih karunia dan damai sejahtera (= irene, shalom) dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu.”
Betapa bahagianya jemaat Efesus (juga kita) beroleh kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah (bukan dari manusia sehebat apa pun dia) dalam menghadapi peperangan! Jika kita mendapatkan berkat suvenir dari seseorang kita menyimpannya dengan hati-hati terlebih jika kita menerima pemberian berkat damai dan kasih karunia dari Allah.
Terbukti Surat Efesus dimulai dengan berkat Allah dan diakhiri dengan berkat yang sama (Ef. 6:23-24) namun kita diminta untuk mempertahankan berkat-Nya dengan ‘berperang’.
Bagaimana mungkin Paulus berani menyebut dirinya rasul oleh kehendak Allah? Juga suratnya ditujukan kepada jemaat Efesus yang disebut orang-orang kudus? Bukankah sering terjadi kita merasa tidak layak disebut orang kudus karena masih banyak dosa? Dengan demikian, kita tidak beriman bahkan merendahkan darah Yesus yang berkuasa mengubahkan kehidupan lama kita. Jika kita berbuat dosa, datang minta ampun kepada-Nya dan Ia sanggup menyucikan ‘pakaian kehidupan’ kita yang kotor.
Kita memang tidak pernah mengenal dan bertatap muka dengan Paulus tetapi kita tidak boleh meragukan tulisannya (13 surat) yang dikakonkan menjadi Firman Allah. Ilustrasi: haruskah kita mengenal dan bertemu dengan seorang penulis buku ilmiah terkenal karena karya tulisannya kita butuhkan dalam menuntut ilmu?
Siapa Paulus sehingga dia berani mengatakan tugasnya sebagai rasul bangsa kafir oleh kehendak Allah? Dia tidak membanggakan diri sebagai orang Israel dari suku Benyamin, disunat pada hari kedelapan, orang Farisi dll. (Flp. 3:5-6) dan didikan dari guru Gamaliel yang terkenal (Kis. 22:3) tetapi apa pengakuannya?
- Dia menganggap dirinya orang paling berdosa dari orang-orang berdosa (1 Tim. 1:15). Aneh, Paulus yang sangat ketat melakukan peraturan Taurat tidak mungkin berzina, menggelapkan persepuluhan dll. tetapi berani mengaku paling besar dosanya! Melalui pengakuannya, dia menyadari siapa dia sebelumnya. Bukankah sering kali mentang-mentang menjadi hamba Tuhan terkenal, seseorang lupa siapa dia dahulu?
Sangatlah sulit bagi orang Yahudi untuk mengaku dosa apalagi dikatakan pernah menjadi hamba (dosa) ketika ditegur Yesus untuk mengenal kebenaran yang dapat memerdekakan mereka (Yoh. 8:33-34). Hanya kasih karunia Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus yang mam-pu mengubahkan Paulus, orang Yahudi, sehingga dia tidak malu mengaku sebagai orang paling berdosa.
Implikasi: apa pun posisi kita (pendeta, pendeta muda, pendeta pembantu dll.) tetaplah ingat bahwa semua itu hanya karena kasih karunia-Nya; jika tidak, kesombongan maupun omelan cepat timbul.
- Dia menganggap dirinya paling hinadari semua rasul, bagaikan bayi prematur (1. Kor. 15:8-9). Rasul Paulus sadar dia ‘lahir sebelum waktunya’ tetapi justru dia bekerja lebih keras daripada rasul-rasul lainnya karena dia tidak mau menyia-nyiakan kasih karunia Allah
Rasul Paulus patut menjadi contoh bagi hamba Tuhan untuk tidak bergantung pada perse-puluhan atau bantuan dari jemaat tetapi belajar mandiri karena pemeliharaan langsung dari Tuhan, Majikannya.
- Dia menganggap dirinya paling hina di antara segala orang kudus
Dapat dibayangkan posisi (tinggi) Paulus sebagai rasul tetapi dia merendahkan diri dengan mengaku paling hina dari sidang jemaat apalagi jemaat bangsa kafir! Zaman dahulu kedudukan rasul bagi orang Yahudi sangatlah hebat tetapi rasul bagi orang kafir tidak masuk dalam perhitungan. Namun Rasul Paulus menerimanya karena dia tahu bangsa kafir turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh oleh janji dalam Kristus Yesus (Ef. 3:6).
Mengapa Paulus mengatakan jemaat Efesus sebagai orang-orang kudus? Ternyata juluk-an ini sudah muncul saat dia (lebih dikenal dengan nama Saulus) begitu membenci pengikut-pengikut Yesus, dia mengancam hendak membunuh mereka (Kis. 9:1). Dalam perjalanan ke Damsyik, dia melihat cahaya memancar dari langit dan mendengar suara mengapa dia menganiaya Yesus. Dia menjadi buta dan Ananias disuruh Tuhan untuk menumpangkan tangan ke atas Paulus agar dia dapat melihat lagi. Ananias sempat ketakutan sebab dia telah mendengar kejahatan Saulus terhadap orang-orang kudus di Yerusalem (ay. 10-13) dan di Damsyik. Melalui peristiwa ini, kita belajar untuk tidak mudah emosi melihat tindakan seseorang yang membenci orang Kristen, siapa tahu Tuhan mengubahkan dan memakai dia menjadi alat-Nya?
Saulus bingung karena dia tidak pernah menganiaya Yesus yang tidak dikenalnya namun setelah bertobat dia mengerti menganiaya pengikut-pengikut Yesus (orang-orang kudus) sama dengan menganiaya Yesus. Jadi, jangan kita menyudutkan/menjelekkan sesama orang Kristen karena sama dengan menyudutkan/menjelekkan Yesus!
Ingat, orang kudus menerima berkat kasih karunia dan damai sejahtera dari-Nya. Harus diakui, sebagai orang kudus, kita belum sempurna karena masih menghadapi banyak masalah dan dapat tersandung pula. Namun, sebesar apa pun masalahnya, Yesus telah menanggungnya. Kita hanya perlu menjaga dan ‘merawat’ agar kita tetap hidup dalam kekudusan sehingga kasih karunia dan damai dari Allah tetap menyertai kita. Dalam hal ini, tidak ada seorang hamba Tuhan pun berjasa ‘menyertai’ jemaatnya mulai dari awal per-tobatan sehingga merasa berhak menerima berkat dari jemaat tersebut. Contoh: seorang jemaat dari desa pindah ke kota dan setiap bulan pendeta dari desa datang kepadanya meminta uang sepersepuluhan karena menganggap dia telah ‘menyelamatkan’ dan mem-baptiskan jemaat itu.
Rasul Paulus sering menyebut Allah (Bapa) dan Tuhan Yesus Kristus seperti pernah diucapkan oleh Rasul Petrus kepada orang-orang Israel di hari Pantekosta, “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah telah membuat Yesus yang kamu salibkan itu menjadi Tuhan dan Kristus.” (Kis. 2:36) karena dia mendapat wahyu dari Yesus sendiri. Rasul Paulus tahu dengan pasti Tuhan Yesus Kristus – Raja segala Raja dan Tuan di atas segala tuan (1 Rev. 17:14) telah menyelamatkannya. Hendaknya kita berani menyebut Nama Tuhan Yesus Kristus dengan lantang tanpa keraguan dalam doa maupun pengusiran setan karena Nama tersebut memiliki kuasa besar.
Kemenangan menghadapi ‘peperangan’ setumpuk masalah dapat diperoleh bila kita meng-andalkan Tuhan dan Firman-Nya. Sebagai orang-orang kudus, hendaknya kita mempertahan-kan status tersebut dengan menjaga langkah-langkah hidup untuk tidak dicemari dengan kejahatan dan kenajisan serta menyadari betapa buruknya kehidupan lama kita sehingga kita tidak ada alasan apa pun untuk membanggakan diri. Kita telah menerima berkat kebahagiaan berupa kasih karunia dan damai dari Allah, hendaknya kita tetap memeliharanya hingga akhir hayat kita. Amin.