Kita harus yakin bahwa Firman itu hidup dan berkuasa menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. Bahkan Yesus datang ke dunia dan mati disalib demi kita yang seharusnya mati akibat dosa tetapi oleh kurban-Nya kita menjadi hidup.
Berkaitan dengan tema “Ku Tanah Liat”, pribadi Maria tidaklah asing bagi orang percaya bahkan kita mendapat berkat dari kehidupannya. Apa yang terjadi pada Maria? Jiwanya memuliakan Tuhan dan hatinya bergembira karena Allah Juru Selamatnya (Luk. 1:46-47). Nyanyian pujian Maria menunjukkan bahwa dia sangat menghormati bahkan mengagumi Tuhan.
Introspeksi: apakah jiwa dan hati kita juga menghormati dan memuliakan Tuhan bukan sekadar membaca Alkitab (dengan mulut) dan hafal (dengan pikiran) ayat-ayatnya? Sesungguhnya memuji dan memuliakan Tuhan merupakan pekerjaan jiwa/hati dan Ia mengenal setiap hati kita. Bila penghormatan keluar dari hati dan jiwa, kita akan mengalami kepuasan (hati) sehingga kita tidak mudah tergoda dan menginginkan kepuasan lain.
Nyanyian puijian tercetus dari mulut Maria setelah dia sebagai wanita perawan ditentukan mengandung bayi Yesus yang akan menjadi raja atas keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (Luk. 1:31-33). Maria mengakui bahwa kandungannya berkaitan dengan Mesias dan Juru Selamat yang dibutuhkannya sebab tanpa Juru Selamat, bayi yang dikandung juga dia akan binasa. Itu sebabnya dia sangat bersukacita atas keselamatan yang dialaminya. Apakah kita juga bersukacita dengan keselamatan yang telah kita terima atau malah mengabaikannya dan lebih sibuk memikirkan kebutuhan jasmani di dunia yang fana ini.
Maria memuji Allah karena Ia telah memerhatikan kerendahan hamba-Nya (ay. 48), maksudnya Allah memandang Maria dengan penuh rasa kasihan dan memilihnya menjadi ibu dari bayi Yesus, Juru Selamat dunia. Ini merupakan suatu kehormatan bagi (remaja) Maria yang rendah, miskin dan tidak terkenal. Dia sadar bahwa dirinya tidak ada artinya bagaikan tanah liat tetapi Tuhan melihat, mengambil dan membentuknya.
Perlu disadari tidak ada kebanggaan sedikit pun yang perlu kita tonjolkan karena kita adalah tanah liat tidak berharga yang dibentuk oleh Tuhan, Sang Penjunan (Yes. 64:8). Jadi, sudah sepatutnya kita mengagungkan Tuhan bukan gereja atau pendeta sehebat apa pun.
Apa respons Maria terhadap pemberitaan malaikat Gabriel yang diutus Allah? “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk. 1:38)
Kata-kata sederhana tanpa basa-basi dan penuh penyerahan diri. Maria menyadari adanya keistimewaan yang diterimanya dari Allah walau awalnya dia “protes” karena tidak mungkin mengandung sebab dia belum pernah berhubungan dengan laki-laki. Baru setelah mendapat penjelasan dari malaikat bahwa dia mengandung oleh Roh Kudus, Maria (muda) pasrah menyerahkan semua kepada kehendak-Nya.
Marilah kita meneladan Maria muda untuk belajar tulus dalam berkata-kata – tidak manis di bibir tetapi lain di hati. Juga kita menyerahkan diri (tanpa ada motivasi tersembunyi) sebagai “perempuan muda” kepada Tuhan untuk siap menjadi mempelai-Nya.
Sebagai konsekuensi penyerahan diri sepenuh terhadap kehendak Allah, Maria sadar akan menghadapi banyak pengurbanan dalam hidupnya.
Bagaimana reaksi kita ketika Sang Penjunan mengerjakan kehidupan kita? Apakah kita dapat menerima dan menghargainya atau malah mengomel? Apa kata Rasul Paulus? “Sekarang kamu akan berkata kepadaku: "Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkan-Nya? Sebab siapa yang menentang kehendak-Nya?" Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?" Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?” (Rm. 9:19-21)
Sadarkah kita, manusia, hanyalah tanah liat sehingga berani membantah Allah dan mau membuat jalan sendiri tidak mau mengikuti jalan-Nya? Kita mengabaikan Tuhan sebagai Penjunan karena merasa diri hebat mempunyai banyak kemampuan sehingga lupa bahwa kita hanyalah gumpalan tanah liat yang dibentuk oleh tangan-Nya. Untuk itu kita perlu tekun membaca Alkitab dan Roh Kudus memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran (Yoh. 16:13). Perhatikan, kita hidup di akhir zaman dan tidak tahu kapan Tuhan datang sedangkan kita menghadapi musuh “ular” yang pernah ada di Taman Eden dan sekarang si ular tua itulah Iblis makin jahat, licik dan banyak tipu muslihatnya untuk menyesatkan seluruh dunia (Why. 12:9).
Namun kita tidak perlu takut sebab Tuhan memberikan kita perlengkapan senjata Allah (Ef. 6:11-17). Maukah kita memakainya? Dapat dimaklumi kita “protes” di awal Tuhan membentuk kita karena ketidakpengertian kita tetapi setelah menyadari apa tujuan Ia memproses kita maka kita belajar menyerahkan seluruh hidup kita kepada-Nya.
Dapat dibayangkan betapa sulit perjalanan Maria, belum menikah sudah hamil! Yusuf pasti curiga tetapi malaikat Gabriel memberi pengertian kepada Yusuf tanpa Maria perlu mengklarifikasi kepadanya.
Ketika dalam kondisi hamil tua, Maria bersama Yusuf harus mendaftarkan diri ke Betlehem dari Nazaret atas perintah Kaisar Agustus. Tentu perjalanan berkendara keledai ini sangat tidak nyaman tetapi Maria menjalaninya tanpa banyak sungutan maupun tuntutan. Sampai di Betlehem tiba waktunya bagi Maria untuk bersalin tetapi tempat penginapan penuh semua dan dia melahirkan bayi Yesus di kandang binatang dan meletakkan bayinya di palungan.
Maria selalu menyimpan banyak hal dalam hatinya (Luk. 2:19,51). Semua ini terjadi karena dorongan keibuannya terhadap kehendak Allah. Perasaan keibuan Maria didorong oleh Roh Kudus membuatnya tabah tidak gampang cengeng atau mudah tersinggung.
Introspeksi: apakah tutur kata, tindakan, sikap dan perbuatan kita sesuai dengan kehendak Allah? Atau menuruti kemauan dan kepentingan diri sendiri?
Maria mengalami proses kehamilan di masa muda tetapi tetap berada di dalam kehendak Allah dan menyerahkan kehidupannya agar tangan Tuhan, Sang Penjunan, membentuknya walau harus menghadapi banyak masalah yang tidak menyenangkan.
Kesaksian: Pembicara bersama suami memulai pelayanan di Sorong Papua (1969 s.d. akhir 1990) hingga diberkati jiwa-jiwa dan membangun gedung gereja, pastori, juga ada mobil baru; tetapi semua itu harus ditinggalkan karena kehendak Tuhan untuk pindah pelayanan di Medan. Saat itu sebagai hamba Tuhan mereka belum mengerti kalau mereka adalah tanah liat yang lagi diproses. Di Medan mulailah hidup dari kontrakan ke kontrakan lain hingga diberkati dengan dibangunnya gedung gereja tetapi lagi-lagi Tuhan menyuruh mereka pindah ke Surabaya. Kali ini Pembicara sangat berat hati untuk pindah hingga hilang ingatan ± 2½ jam karena stres berat. Ketika melayani dua gereja besar di Surabaya, Pembicara mengomel mengapa harus mengalami pindah pelayanan hingga tiga kali. Melalui pengalaman hilang ingatan beliau disadarkan Tuhan bahwa otak yang dibangga-banggakan tidak berarti sama sekali bila Tuhan menyentilnya. Beliau sadar bahwa dirinya hanyalah tanah liat yang sedang dibentuk dan disucikan dari perasaan sok hebat dengan kekuatan pikiran dan keberhasilan dalam pelayanan. Akhirnya beliau menjadi lega dan damai serta melayani pekerjaan Tuhan dengan sepenuh hati.
Pembelajaran: kita bagaikan tanah liat yang sedang dibentuk melalui proses yang menyakitkan tetapi di tangan Sang Penjunan kita dapat menjalaninya dengan hati damai tidak mengutamakan perasaan sehingga tidak timbul omelan atau sungutan.
Apa yang dialami Maria selanjutnya? Ketika Maria membawa Yesus untuk disunat, Simeon mengatakan kepadanya, “..suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri supaya menjadi nyata pikiran hati orang banyak.” (Luk. 2:35) Maria tidak mengerti saat itu tetapi ketika Yesus disalib jiwa Maria sebagai ibu yang menyaksikan penderitaan-Nya sangat tertusuk dan tersiksa. Ibu mana akan tega melihat dengan mata kepala sendiri anaknya dihukum padahal tidak bersalah? Bagaimanapun juga Maria tidak histeris meluapkan kesedihannya tetapi tabah menghadapi peristiwa yang sangat menyakitkan itu. Maria (± 50 tahun) tidak memikirkan dirinya sendiri dan heran Yesus dalam penderitaan hebat justru menghibur Maria dengan mengatakan, “Ibu, inilah anakmu!” dan kepada murid yang dikasihi-Nya, “Inilah ibumu!” (Yoh. 19:26-27) Yohanes (muda) mempunyai tugas dan tanggung jawab menjaga Maria sebagai orang tua sementara Maria menerima Yohanes sebagai anaknya. Menurut sejarah, Maria hidup bersama Yohanes di rumahnya selama 11 tahun.
Bila kita sadar adalah tanah liat kemudian menyerahkan diri sepenuh di tangan Tuhan, Sang Penjunan, kita tidak akan mudah menyerah tetapi tabah ketika dibentuk walau mengalami banyak penderitaan. Ia bertanggung jawab memikirkan kondisi kita dan kita akan berbahagia. Kita tidak boleh mudah komplain atau menyalahkan Tuhan atau tenggelam dalam kepahitan karena penderitaan berat. Kita juga harus peduli dan memerhatikan orang tua yang telah membesarkan serta merawat kita sebagai bakti kita kepada mereka. Firman Tuhan menasihati, “Dengarkanlah ayahmu yang memperanakkan engkau dan janganlah menghina ibumu kalau ia sudah tua.” (Ams. 23:22)
Apa pun yang terjadi, tangan Penjunan membentuk kita. Apa yang diperbuat Penjunan terhadap kita? “karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus…Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya;” (Luk. 1:49,51) Jelas, orang congkak tidak puas akan hidupnya tetapi tangan Tuhan berkuasa mengerjakan hidupnya dengan cara-Nya. Kalau bertobat, dia akan menjadi bejana yang berguna. Bukankah Saulus dibentuk setelah berjumpa Yesus dan dipakai menjadi alat-Nya untuk memberitakan Nama-Nya; untuk itu dia menanggung banyak penderitaan karena Nama-Nya (Kis. 9:15-16).
Waspada, dunia sedang menyodorkan kebahagiaan semu kepada kita. Oleh sebab itu kita perlu menggunakan perlengkapan senjata Allah untuk memerangi tabiat kita yang tidak baik juga pemerintah, penguasa dan penghulu dunia serta roh-hoh jahat di udara. Tidak ketinggalan tipu muslihat si ular tua, Iblis, yang selalu mencoba menjebak kita. Tidak ada jalan lain kecuali percayakan hidup kita untuk dibentuk oleh tangan Tuhan maka kita akan beroleh perlindungan dan pemeliharaan dari-Nya. Amin.