Shalom,
Kitab Kidung Agung merupakan salah satu karya Raja Salomo yang menggubah 1.005 nyanyian (1 Raja. 4:32). Perlu diketahui, ada 2 kitab dalam Alkitab yaitu, Kidung Agung dan Kitab Ester yang tidak menyebutkan nama Allah di dalamnya. Kidung Agung berbentuk nyanyian perkawinan yang mengungkapkan kasih antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan. Di masa lalu orang Yahudi di bawah umur 30 tahun dilarang membaca Kidung Agung tanpa pengertian yang benar karena dikhawatirkan menimbulkan hawa nafsu daging yang liar.
Kidung Agung adalah Firman Tuhan karena diilhamkan oleh Allah yang bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kesalahan dan mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim. 3:16). Dengan demikian kita kepunyaan Allah diperlengkapi untuk perbuatan baik sesuai kebenaran Firman (ay. 17).
Kitab Kidung Agung mengisahkan rasa saling menyayangi antara Allah, Sang Pencipta, dengan manusia ciptaan- Nya. Kitab ini juga mengandung ajaran penggembalaan (Kid. 1:6-8) yang memimpin kita mencapai kesempurnaan nikah rohani bukan sekadar perolehan berkat-berkat jasmani.
Perhatikan, di Perjanjian Lama Allah terkadang menyebut diri-Nya sebagai suami bagi Israel (Yes. 62:4-5; Hos. 2:15,18). Di Perjanjian Baru, Kristus sering digambarkan sebagai Mempelai Laki-laki bagi jemaat-Nya (Mat. 25:1; 2 Kor.11:2; Ef.5:32). Kitab Wahyu 19:7 dan 21:2,9 lebih jelas menyebut pengantin perempuan dan mempelai Anak Domba. (bnd. Yoh. 3:29,27-30).
Introspeksi: Inti kitab ini adalah persekutuan rohani bagaimana hubungan kita, gereja Tuhan, yang sudah dipertunangkan dengan Yesus, Mempelai Pria Surga. Ketika kita memutuskan menerima Yesus sebagai Juru Selamat, kita ini sudah dipertunangkan sebagai mempelai Tuhan. Yang dimaksud pengantin di sini mencakup semua orang percaya. Langkah selanjutnya setelah menerima Yesus, kita dibaptis – memutuskan mati dan bangkit bersama Yesus – lalu menjalani hidup baru, penuh semangat mengiring Yesus Kristus, Mempelai anak Domba. Jangan makin lama mengikut Dia makin suam bahkan kendur tidak bergairah untuk beribadah!
Kenyataannya, kasih dari pasangan yang baru memasuki kehidupan nikah berbeda setelah mereka menjalani kehidupan nikah. Mulailah timbul riak-riak pertengkaran dalam rumah tangga yang baru dibangun ini karena perbedaan pandangan dan latar belakang. Masihkah kasih mereka membara setelah hidup belasan bahkan puluhan tahun? Bagaimana dengan pengikutan dan pengenalan kita kepada Tuhan, Mempelai Pria Surga, setelah puluhan tahun? Masihkah kasih kita membara dan merindukan-Nya?
“Apakah itu (who is this) yang muncul dari padang gurun seperti gumpalan-gumpangan asap (like pillars of smoke = tiang-tiang asap) tersaput harum mur dan kemenyan dengan segala macam serbuk wangi pedagang?” (Kid. 3:6)
Si putri Sulamit berangsur-angsur, setapak demi setapak meninggalkan padang gurun; dengan kata lain dia tidak tinggal diam di tempat. Bukankah padang gurun (kering nan tandus) merujuk pada dunia dengan pengaruhnya yang kuat berusaha menguasai termasuk orang Kristen pula? Apakah setapak demi setapak kehidupan rohani kita makin maju meninggalkan pengaruh duniawi?
Introspeksi: apakah kita berangsur-angsur kembali setia beribadah atau malah lebih mundur pascapandemi? Kita meninggalkan padang gurun dunia kering yang membuat jiwa haus juga tidak adanya jalan (kebenaran). Sesungguhnya kita mengembara di dunia ini, buktinya kita tidak tahan hidup di satu tempat, kita mengembara ke sana sini mencari kesenangan dan selalu merasa tidak puas dengan kondisi yang ada. Inilah pengaruh padang gurun dunia ini.
Yesus sendiri dalam kondisi manusia dicobai Iblis di padang gurun mengenai tiga hal (Mat. 4:1-11). Iblis memanfaatkan pengaruh dunia untuk mencobai Yesus yang sedang lapar, membawa-Nya ke bumbungan Bait Allah dan membawa-Nya ke atas gunung untuk memperlihatkan semua kerajaan dunia dan kemegahannya.
Iblis juga menggunakan pengaruh dunia untuk mencobai kita yang hidup mengembara di padang gurun dunia ini menyangkut: kelaparan jiwa, kedudukan di dalam gereja, dan kemegahan dunia. Kita tidak boleh mandeg tetapi harus maju setelah menerima Yesus, bahkan lebih meningkat hubungan kita dengan-Nya bagaikan relasi suami-istri yang saling membutuhkan satu sama lain. Jangan hubungan kita yang sudah ditunangkan dengan Tuhan makin lama makin suam dan kendur karena tergiur dengan kedudukan di gereja juga dengan harta dunia. Waspada, jangan tamak/serakah (Ef. 5:5) dengan apa yang ada di dalam dunia ini, yakni: keinginan mata, keinginan daging serta keangkuhan hidup (1 Yoh. 2:16). Walaupun Tuhan mengizinkan kita menikmati semua kemudahan, kemewahan, kenyamanan dll., tetapi semua itu bukan yang utama menjadi tujuan kita sebab Kerajaan Surga bukanlah soal makan-minum, kedudukan maupun harta kekayaan yang dapat merenggangkan hubungan kita dengan Tuhan.
Ketika Sulamit “muncul” — bukan berarti, dari bawah ke atas tetapi dari Selatan ke Utara — meninggalkan Mesir menuju ke Kanaan. Dari padang gurun, putri-putri Yerusalem melihat dan tidak mengenalnya. Mereka tidak percaya bagaimana mungkin dari padang gurun keluar perempuan yang sangat cantik nan anggun. Kali ini nada mereka menunjukkan kekaguman dan hormat padahal sebelumnya mereka merendahkan Sulamit yang berkulit hitam (Kid. 1:6). Bukankah Sulamit juga keturunan Adam yang diciptakan dari debu tanah berwarna hitam?
Si putri dikiaskan seperti apa? Seperti “gumpalan-gumpalan asap’’. Naskah aslinya: “Seperti tiang asap” = stabil, kuat, tidak mudah goyah! Tersalut dengan harum mur, kemenyan dan bau segala macam serbuk wangi → berkaitan dengan penderitaan kematian Yesus.
Aplikasi: Hendaknya di mana pun kita tampil salib Kristus menyalut hidup kita sehingga hati kita tidak menjauh dari-Nya (2 Kor. 2:14). Kita tampil beda dari kehidupan orang-orang di luar salib Kristus. Dalam hal ini jangan kita jadi sombong ketika menerima pujian tetapi mengarahkan pujian dan kemuliaan kepada Kristus dan kita pun tidak tinggal diam tetapi senantiasa memuji-muji Tuhan.
Kenyataan pada umumnya dalam nikah jasmani, para istri jarang memuji suaminya sendiri karena sudah bosan bertemu setiap hari, parahnya malah memuji suami orang lain yang tampak lebih keren. Kasih Tuhan membuat kita tidak bosan terhadap suami dan Mempelai Pria Surga senantiasa menyertai serta mengingatkan kita untuk keluar dari padang gurun.
Introspeksi: masih setiakah kita kepada Tuhan? Kalau Roh Tuhan menggerakkan hati kita, segeralah bangun dan bertindak, jangan berlambat-lambat. Tuhan menyertai dan mendampingi kita yang lemah dan yang sering tawar- menawar dengan-Nya. Ia sabar menanti sampai akhirnya kita sadar. Jangan bertindak seperti putri Sulamit yang melakukan semua kegiatan tetapi hatinya jauh. Dengan kata lain, jangan kita sibuk dan fokus pada pelayanan untuk kemuliaan diri sendiri. Sebaliknya, dalam pelayanan apa pun, kita tidak mencari pujian dan menjadi sombong tetapi pujian dan pengagungan hanya kepada Tuhan.
Ada yang penting kita perhatikan yaitu pertanyaan tentang putri Sulamit, “Siapakah dia itu” (ay. 6) sedangkan jawabannya justru tentang Salomo (ay. 7).
Putri Sulamit harus mandiri mencari mempelai pria, dia tidak dapat mengandalkan peronda-peronda dalam usaha menunjukkan jantung hatinya (ay. 3). Demikian pula pertanyaan “siapakah dia” (ay. 6) tidak dijawab tetapi langsung ditampilkan tentang joli Salomo (ay. 7).
Tokoh/pimpinan gereja jangan merasa hebat, merasa mampu menunjukkan dan menaruh Kristus ke dalam hati sanubari kita tetapi kita harus mandiri berjumpa dan berhubungan dengan Tuhan, mempunyai pengalaman secara pribadi seperti tertulis di Filipi 3:10-14, mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya, persekutuan dalam penderitaan-Nya di mana kita menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya.
Introspeksi: siapa yang mau kita tampilkan saat bersaksi mengalami mukjizat pemulihan, kemenangan maupun kesembuhan? Tampilkan Dia agar Dia berkenan melihat pribadi kita yang sadar bahwa semua oleh karena Dia. Kita tidak ada apa-apanya bahkan penderitaan salib Kristus dan rasa sakit yang kita alami tidak sebanding dengan sukacita dari Kristus.
Siapa yang dimaksud “pedagang” dari segala macam serbuk wangi (ay. 6)? Kerajaan Surga seumpama harta yang terpendam dan mutiara berharga. Di ladang juga seumpama seorang pedagang yang menjual seluruh miliknya untuk membeli mutiara (Mat. 13:44-46).
Aplikasi: Yesus Kristus adalah mutiara yang sangat berharga, yang tak terbilang nilainya. Wanita Kristen sejati bagaikan seorang pedagang rohani yang menemukan mutiara yang sangat berharga itu. Demi mutiara yang tak ternilai harganya itu rela berpisah dengan segalanya, meninggalkan semuanya demi mengikuti DIA. Apa pun yang menghalangi atau bersaing dengan kasih dan pelayanan kita untuk DIA harus kita tinggalkan dengan ikhlas hati (Mat. 16:24-dst.)
Penampilan putri membuat mempelai pria berkenan. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berkarakter tidak sombong, tidak suka makan puji tetapi menjadi saksi yang mengarah kepada pribadi Kristus? Juga penampilan kita menyebarkan bau harum mur dan kemenyan di mana pun, kepada siapa pun dan kapan pun. Aroma harum yang keluar dari hati penuh sukacita oleh sebab persekutuan yang indah dengan Tuhan dan umat-Nya.
Apa pun boleh terjadi dalam hidup kita – penderitaan dan sengsara di dunia ini – tetapi Roh Kudus menghibur kita untuk dapat melalui kesesakan sehingga hati dan jiwa kita terangkat oleh-Nya. Jangan main- main dengan hidup di akhir zaman ini! Waspada, Iblis berusaha menggagalkan kita untuk menjadi mempelai perempuan Tuhan. Namun kita harus sadar telah dipertunangkan dengan Kristus; oleh sebab itu kita tidak boleh terikat dengan harta dunia dan kemegahannya yang akan lenyap. Kita juga menjadi kesaksian hidup melalui tutur kata, sikap, perilaku yang menyebarkan bau harum bagi orang di sekitar kita. Dengan demikian penampilan kita yang diperbarui oleh pengurbanan Kristus, dilengkapi dengan urapan dan karunia Roh Kudus makin menunjukkan kemanunggalan kita dengan Tuhan hingga kita kelak menjadi mempelai perempuan-Nya selamanya. Amin.