Editorial
Shalom,
Kita baru saja merayakan Kemerdekaan RI ke 73. Bukan suatu kebetulan Worship Leader Minggu lalu banyak menyebut tentang “darah” dan mengajak kita menyanyikan “Ku masuk Ruang Mahakudus, dengan Darah Anak Domba” sebagai nyanyian yang membawa kita masuk persekutuan dengan Tuhan dalam Firman-Nya. Untuk persekutuan dengan Allah dalam Ruang Mahakudus memang diperlukan “Darah Anak Domba”.
Selama 400 tahun bangsa Israel hidup dalam perhambaan di Mesir. Mereka dipekerjakan secara paksa dan menderita lahir-batin. Keluhan mereka sampai ke telinga Allah yang kemudian membebaskan mereka. Sebelum mereka keluar dari Mesir, Allah memerintahkan mereka untuk membubuhkan darah domba di ambang pintu agar mereka terhindar dari tulah kematian yang menimpa Mesir. Untuk mempertahankan kebebasan itu Israel selalu memper-ingatinya dengan darah binatang yang dikurbankan.
Selama 350 tahun bangsa Indonesia dijajah bangsa asing yang menguasai negara tempat tinggal kita, menguasai harta milik tanah air kita bahkan menguasai hidup kita. Banyak bapak kita terdahulu mengalami derita sengsara karena kerja paksa.
Tentu bukan perkara mudah untuk meraih kemerdekaan RI! Banyak darah pahlawan harus ditumpahkan, mereka rela mati berkurban demi memperjuangkan kemerdekaan. Untuk me-naikkan bendera Sang Saka Merah Putih, tak terhitung darah telah mengalir. Tanggal 10 November di Surabaya banjir darah hingga hari itu kita memperingatinya sebagai Hari Pahlawan. Bahkan untuk mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Indonesia dari para makar kemerdekaan, darah masih juga harus dialirkan! Terbukti untuk suatu kemerdekaan dan keselamatan harus ada “penumpahan darah”.
Sesungguhnya berapa ribu tahun manusia telah hidup dalam perhambaan dosa? Selama itu jiwa manusia diliputi sengsara dan derita karena hidup terpisah dari Allah. Allah melihat semua itu dan karena kasih-Nya Ia rela mengalir-kan darah Anak-Nya sendiri demi memerdekakan kita dari si Iblis, penjajah hidup kita, dan dari dosa yang membuat kita sengsara.
Namun… banyak dari bangsa Israel bersungut-sungut setelah beroleh kebebasan dan ingin kembali ke Mesir tempat mereka dijajah. Banyak pula dari rakyat Indonesia tidak puas dan memberontak melawan pemerintah yang sah. Pertanyaannya ialah: bagaimana sikap kita dalam memelihara kemerdekaan/kebebasan dari dosa yang telah diberikan Allah? Apakah kita pun menggerutu dan ingin kembali kepada dosa semula yang pernah mengikat dan memperhamba kita? (Red.)