• Editorial 980, 22 September 2024

“Aku mau bersyukur kepada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan, dan aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa; sebab kasih-Mu besar mengatasi langit , dan setia-Mu sampai ke awan-awan” Mazmur 108 :4-5

Siapa tidak mengenal Daud yang memperkenan hati Tuhan? Daud tidak lebih seperti kita yang kadang lemah, alpa, bahkan sempat jatuh dalam dosa yang sangat dalam. Namun keistimewaan Daud ialah dia suka menyanyi dan bermazmur bagi Tuhan dan hidup bersama-Nya. Daud juga banyak menderita sengsara dikejar-kejar musuh sebelum menjadi raja. Dia bernyanyi saat sukacita maupun dukacita, saat ketakutan dan putus asa.

Daud dipilih Tuhan saat ia bukan siapa-siapa, seorang remaja menggembalakan beberapa ekor domba ayahnya. Sejak kecil andalannya adalah Tuhan demikian pula saat melawan raksasa Goliat. Kekuatannya adalah kebersamaannya dengan Tuhan yang dilakukannya melalui mazmur dan doa. Ayat-ayat dalam Mazmur yang sebagian besar dikarang oleh Daud kental dengan kisah perjalanan hidupnya.

Itu sebabnya pembicara Minggu lalu memberikan pernyataan, “Bermazmur dan berdoa menjadi pertahanan yang terbaik dalam memecahkan persoalan yang pelik sekalipun.” Dijelaskan selanjutnya bahwa kemenangan kita bukan ditentukan oleh besar-kecilnya atau kuat-lemahnya musuh tetapi oleh penyertaan Tuhan. Yerikho, kota yang kuat dengan tembok tebal, hancur hanya oleh nyanyian dan sorak sorai bangsa Israel. Ini dilakukan karena Israel menaati perintah Tuhan dan Tuhan menyertai mereka. Namun melawan Ai, kota yang kecil, Daud dan Israel mengalami kekalahan karena ketidaktaatan mereka dan Tuhan tidak menyertai mereka.

Kesiapan hati Daud untuk menerima semua yang terjadi atas kehidupannya sudah diutarakan sejak ayat pertama Mazmur 108. Ini pula yang seharusnya menjadi kesiapan hati kita, membiarkan Dia berotoritas sepenuhnya atas hidup kita. Penderitaan dan tekanan hidup yang kita alami bukanlah malapetaka atau bencana tetapi proses yang membawa kita pada tingkat kehidupan yang lebih baik. Oleh sebab itu jangan kita tolak dan setelah mengalaminya dari waktu ke waktu, kita dapat bermazmur, “Aku hendak bermazmur bagi TUHAN yang adalah gunung batu keluputanku….!”