“Sembunyikanlah aku terhadap persepakatan orang jahat, terhadap kerusuhan orang-orang yang melakukan kejahatan, yang menajamkan lidahnya seperti pedang, yang membidikkan kata yang pahit seperti panah,” Mazmur 64:3-4
Di tengah-tengah kesesakan, Daud lagi-lagi menyanyikan sebuah syair. Syair di atas berisi tentang keresahan hati Daud di tengah gempuran orang fasik yang senantiasa bermain lidah dan menyakiti hatinya.
Sering kali kata-kata yang kedengaran baik ternyata mengandung racun yang mematikan. Amnon yang jatuh cinta pada Tamar, adik Absalom, berpura-pura sakit keras. Dengan menggunakan kata-kata yang bagus dia mendatangkan Tamar tetapi kemudian memerkosanya….Absalom kemudian membalas dengan kata-kata baik pula mengundang saudara-saudaranya di perayaan pengguntingan bulu domba untuk memancing kedatangan Amnon dengan tujuan membunuhnya. Bahkan Absalom kemudian menghasut rakyat selama bertahun-tahun dengan kata-kata manis untuk memengaruhi mereka dan menggoyahkan kerajaan Daud. Namun Daud tidak melawan walau sebenarnya dia sebagai raja memiliki lidah yang lebih berkuasa. Untuk menghindari adanya pertumpahan darah dia melarikan diri.
Daud berserah kepada Tuhan. Dia tahu bersilat lidah tidak akan membawa hasil baik seperti kata surat Yakobus bahwa lidah adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai dan penuh racun yang mematikan.” (Yak. 3:8) Meskipun ia mempunyai wewenang untuk melawan, ia tidak mengecam lawannya. Ia hati-hati tidak menggunakan lidahnya untuk mengutuk tetapi untuk memuji Allah saja. Saat berkeluh kesah kepada Allah, dia menyerahkan semuanya kepada pembalasan Allah. “Ia membuat mereka tergelincir karena lidah mereka; setiap orang yang melihat mereka menggeleng kepala.” (Mzm. 64:8)
Saat menghadapi lidah dan perkataan seseorang yang menyakitkan, apa respons kita? Apakah kita akan membalasnya atau seperti Daud yang dengan segala kerendahan hati memasrahkan pergumulannya kepada Tuhan? Mari berserah! (Red.)