• Editorial 921, 16 Juli 2023

“Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah.” (Yak. 3:2) “Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya,….” (Mzm. 52:11)

“Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti apel emas di pinggan perak,” tulis Salomo dalam Amsal 25:11. Melihat kata-kata ini kita dapat menyimpulkan apa yang Salomo maksudkan: apel sering digambarkan sebagai buah yang menyehatkan, emas adalah barang berharga dan bernilai tinggi, pinggan adalah tempat makanan menggambarkan kesejahteraan atau kemakmuran. Bila demikian, kita dapat menyimpulkan makna dari amsal tersebut, yakni: kata-kata yang digunakan dengan tepat dan di saat yang tepat akan memberi dampak yang menyehatkan, menguntungkan, bernilai tinggi dan memberi kesejahteraan.

Firman Tuhan hari Minggu lalu diambil dari Mazmur 52 yang menceritakan tentang bagaimana kita harus bertutur kata benar bahkan dijelaskan lebih terperinci bahwa orang yang bijak akan berhikmat menggunakan kata-kata kepada orang yang tepat, situasi yang tepat, suasana hati yang tepat dan tempat yang tepat. Bukankah Alkitab pun mengatakan, “Barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya adalah orang yang sempurna?”

Nyanyian pengajaran Daud dalam Mazmur 52 ini mengisahkan tentang Doeg yang tidak menggunakan kata-katanya dengan tepat. Dia dikatakan oleh Daud sebagai orang yang merancangkan kehancuran, mencintai kejahatan dan dusta, mencintai perkataan yang mengacaukan dan yang menipu. Kata-kata Doeg ternyata telah membakar hati Saul untuk lebih membenci Daud mengakibatkan timbulnya permusuhan yang lebih parah bahkan penghancuran. Oleh perkataan Doeg, Imam Ahimelekh bin Ahitub beserta seluruh keluarganya dan para imam yang semuanya berjumlah delapan puluh lima orang dibunuh dalam keadaan sedang memakai baju Efod, baju jabatan. Doeg telah melakukan semuanya, dengan mulutnya ia berkata- kata tidak benar dan menggunakan tangannya untuk membunuh orang-orang yang tidak bersalah.

“Tuhan, berilah kami hikmat dan kebijaksanaan dalam menggunakan kata-kata bukan untuk menimbulkan permusuhan atau peperangan tetapi perdamaian; bukan untuk menyakitkan tetapi menyehatkan; bukan untuk menghancurkan tetapi mempersatukan; bukan untuk menimbulkan kebencian tetapi KASIH…..”