• Editorial 910, 22 April 2023

“Musuhku mengatakan yang jahat tentang aku: “Bilakah ia mati, dan namanya hilang lenyap?” (Mzm. 41:5)

Seruan tersebut muncul dari dalam diri Daud sebagai bentuk jeritan hati yang terdalam. Banyak sekali musuh yang membenci dirinya bahkan menginginkan kematiannya namun sebagai pelayan Tuhan, Daud bersikap dengan tulus. Ia tidak menyimpan dendam dan tidak memiliki niat jahat terhadap mereka yang membencinya.

Kita pun dapat belajar banyak dari teladan Daud. Walaupun kita bukan seorang raja, tentu kita pernah mengalami saat-saat ketika pendapat kita berseberangan dengan orang lain. Hal tersebut juga berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan dan memicu seseorang menjadi ‘musuh’ kita.

Dari Daud, kita belajar bahwa sebagai orang percaya yang menerima Tuhan, sudah selayaknya kita tetap setia kepada-Nya sampai akhir hayat kita. Dengan cara seperti apa? Memenuhi diri kita dengan kasih dan mendoakan mereka yang menyakiti kita, bersikap tulus tidak memiliki modus atau bulus.

Daud tidak membalas kekerasan terhadap Simei bin Gera dan tetap menghargai Mefiboset bin Yonatan, cucu dari Saul, yang memusuhinya. Teladan Daud menggetarkan hati sebab mengasihi musuh bukanlah hal yang mudah.

“Tolonglah kami, ya Tuhan! Kami percaya belas kasih-Mu yang melampaui segala akal akan memampukan kami mengasihi musuh-musuh kami!”