• Editorial 874, 7 Agustus 2022

“Perhatikanlah teriakku minta tolong, ya Rajaku dan Allahku, sebab kepada-Mulah aku berdoa. TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu dan aku menunggu-nunggu.”, seru Daud. (Mzm. 5:3-4)

Sejak kecil memang Tuhanlah andalan Daud. Ketika ia diserahi menggembalakan hanya dua atau tiga domba ayahnya, ia melakukannya dengan tekun dan setia. Untuk itu ia bahkan mempertaruhkan nyawanya menghadapi binatang-binatang buas yang mau memangsa domba-dombanya yang cuma sedikit itu.

Ketika menginjak remaja, ia pun dengan lantang membalas tantangan Goliat, raksasa yang telah membuat para pahlawan Israel gemetar ketakutan. Ia bukan tipe tentara tinggi besar yang mahir berperang tetapi ada satu keyakinan yang begitu kuat…. Tuhan Allah-Nya lebih besar dari Goliat. Tuhan memang andalannya dan sikap itu sangat menyukakan Tuhannya.

Akhirnya ia menjadi raja seluruh Israel. Budak kecil yang dahulu diremehkan dan dilupakan saat Samuel diutus untuk mengurapi dengan urapan raja akhirnya menduduki takhta tertinggi: menjadi raja menggembalakan seluruh bangsa Israel, umat Tuhan! Banyak sengsara dialami Daud sebelum dilantik menjadi raja. Kejaran dari Saul yang ingin membunuhnya…. Dan ketika dia menjadi raja, anak kandungnya ingin menduduki takhtanya……. Lagi-lagi Daud tidak mengadakan perlawanan. Ia tidak membalas atau melawan tetapi selalu menghindari terjadinya pertarungan dan kekerasan juga menolak berbuat tidak benar di hadapan Tuhan karena dia tahu Tuhannya mengasihi mereka yang hidup benar.

Mengapa ia tidak membalas kejahatan yang ditujukan kepada-Nya walau kesempatan itu ada padanya? Karena ia tahu kalau dia dapat masuk ke rumah Tuhan dan menyembah-Nya itu sudah merupakan kasih karunia dari-Nya. Semua yang mampu dia lakukan dan dapatkan berasal dari Dia. Walau kini dia seorang raja, dia selalu bersikap rendah hati dan menghampakan diri dari semua atribut yang dimilikinya karena merasa bahwa ada seorang Raja dan Allah yang jauh lebih layak disebut “Raja” daripadanya. Dialah Tuhan, tempatnya berlindung dan bernaung. Ya, baginya Tuhanlah Allah dan Raja andalannya hingga pada akhir mazmurnya dia menyanyikan:

“Engkaulah yang memberkati orang benar, ya Tuhan; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai” (Mzm. 5:13)