• Editorial 853, 5 Maret 2022

Lawatan Allah..… bagaimana kita menanggapinya?

Telah dua kali kita mendapatkan Firman Tuhan tentang lawatan-Nya melalui Firman dan teguran-teguran-Nya. Kita dihimbau untuk memahami apa tujuan lawatan-Nya agar kita menanggapinya dengan benar. Mungkin saja lawatan-Nya membawa sukacita dan membuat kita bersemangat hingga merindukan untuk melayani-Nya seperti saat Ia memasuki Yerusalem dengan menunggang seekor keledai juga saat Ia melawat Zakheus di rumahnya. Namun kita pun harus mengerti bahwa kadang-kadang lawatan-Nya merupakan peringatan dan teguran yang menyakitkan seperti saat Ia menyucikan Yerusalem.

Dalam tangis-Nya, Yesus mengatakan kepada Yerusalem, “Wahai, betapa baiknya jika engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu…..” Dalam Injil lain Ia mengatakan: “Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak- anaknya di bawah sayapnya tetapi kamu tidak mau….” Dalam tangis-Nya, Ia menyatakan kerinduan-Nya untuk memulihkan umat-Nya dan menyatakan berkali-kali dalam lawatan-Nya ingin membebaskan dan menyelamatkan mereka. Ia merindukan agar kita bertobat dan beribadah kepada-Nya dalam kekudusan sehingga kita mendapatkan damai sejahtera.

Namun, ….. sering kali kita tidak mengerti dan tidak menanggapinya dengan benar hingga kita harus diperhadapkan pada kehancuran yang besar dalam hidup kita. Betapa seringnya kita mengharapkan lawatan-Nya berkaitan dengan hal-hal jasmani saja yang tidak memberikan kita keselamatan jiwa dan damai sejahtera kekal….. betapa seringnya kita mengabaikan tulisan para nabi, Firman dan Roh Kudus yang datang melawat kita.

“Wahai jiwaku, kini saatnya bagimu untuk mengerti betapa besar kasih dan kerinduan-Nya agar kita semua dipulihkan dan diselamatkan; betapa besar kerinduan-Nya agar kau mengalami damai sejahtera-Nya. Tidakkah kau merasakan hati-Nya……?” (Red.)