• Editorial 848, 30 Januari 2022

Dengan mantap Ia mengarahkan langkah-Nya menuju Yerusalem. Ayat mengatakan, “Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem……” Di sana Ia akan menuntaskan misi perjalanan-Nya di dunia, menyelamatkan manusia, untuk mati disalib, dibangkitkan dan kembali ke Surga dengan penuh kemenangan. Ia sangat tahu perjalanan itu akan penuh penderitaan dan sengsara yang tak tertanggungkan tetapi Dia akan menghadapinya. Bapa-Nya sangat mengasihi manusia demikian pula Dia karena Dia satu dengan Bapa-Nya.

Sebagai Hakim agung nan adil, Ia bertanggung jawab atas hukum yang dibuat-Nya bahwa dosa harus dibayar dengan kematian. Namun sebagai Hakim Surgawi yang penuh kasih sayang dan kasih karunia kepada para pendosa, termasuk kita, Ia menanggung kematian itu.

Dengan kehendak-Nya sendiri Ia melangkah ke Yerusalem, ke Getsemani dan ke Golgota. Sebagai seorang suami yang rela mati bagi keselamatan istrinya dan bagaikan seorang Bapa menyelamatkan anak-anak-Nya.

Ia begitu siap melakukannya untuk suatu kali kelak ketika waktunya tiba, Ia akan selamanya tinggal bersama dengan Mempelai-Nya yang telah ditebus oleh darah-Nya. Lalu….. apakah kita yang telah dipilih-Nya juga siap menantikan hari itu? Hari ketika Dia datang kedua kalinya untuk menyambut kita?

Masa penantian adalah hari-hari ketika kita dapat menunjukkan kerinduan dan rasa syukur kita atas apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita yang tidak layak ini. Rasa kerinduan kepada-Nya dapat kita ekspresikan melalui persekutuan indah dengan-Nya dalam doa tidak putus-putusnya, tanpa rasa jemu, penuh iman bahwa satu kali Dia akan datang sebagai Mempelai Pria kita apa pun yang terjadi saat ini dan hendaknya dalam doa kita selalu merendahkan diri di hadapan-Nya….karena itulah yang menyenangkan hati-Nya! (Red.)