• BAGAIMANA CARANYA AGAR TIDAK DIKENDALIKAN OLEH PERASAAN (1)
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/artikel/947-bagaimana-caranya-agar-tidak-dikendalikan-oleh-perasaan-1

Disadur dari: “Mengelola Emosi Anda” oleh Joyce Meyer

Emosi merupakan tanggapan yang kompleks, biasanya sangat subyektif dan melibatkan perubahan-perubahan fisiologis sebagai persiapan tindakan. Misal: ketika Roh Kudus memimpin kita untuk melakukan sesuatu dan emosi kita terlibat, kita akan bergairah untuk melakukannya. Dukungan emosional membantu kita merasakan bahwa Allah benar- benar menginginkan kita melakukan sesuatu. Kita mengasumsikan dukungan emosional sebagai penegasan kehendak Allah.

Pada kesempatan lain, Allah menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu tetapi emosi kita tidak ingin berurusan dengan apa yang Allah nyatakan dan perintahkan untuk kita lakukan. Emosi kita sama sekali tidak memberi dukungan maka sulit bagi kita untuk menaati Allah. Kita sangat bergantung pada dukungan emosi. Jika kita kurang memahami sifat dari emosi atau kurang dapat mengendalikannya, setan dapat memanfaatkannya untuk menjauhkan kita dari kehendak Allah. Tidak seorang pun hidup di dalam kehendak Allah dan hidup berkemenangan jika dia hanya menuruti emosi-emosinya.

Kita semua pernah mengacaukan hidup kita dengan mengabaikan jalan Tuhan. Bahkan pada saat kita mulai mempelajari jalan-jalan-Nya, masih dibutuhkan banyak waktu untuk melihat bagaimana semua situasi negatif di dalam kehidupan kita diubah menjadi hal-hal yang positif. Kita dapat saling menolong satu sama lain dengan bersikap peka terhadap pimpinan Roh Kudus yang membantu kita dalam pelbagai macam cara. Tergerak secara emosional tidak selalu berarti bahwa kita dipimpin oleh Roh Kudus. Emosi harus tunduk pada hikmat. Jika hikmat menyetujui, kita dapat melanjutkan rencana kita. Contoh: memang baik bila kita membantu anak-anak kita yang sedang menghadapi masalah tetapi membebaskan mereka dari setiap situasi sulit akan membuat mereka tidak dapat bertumbuh dengan baik. Pergumulan merupakan bagian dari proses yang memang kita butuhkan untuk menjadi dewasa. Orang-orang muda membutuhkan pengalaman bergumul untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan ini. Kita boleh membantu anak-anak kita tetapi jangan sampai menghambat kedewasaan mereka.

ORANG-ORANG EMOSIONAL

Orang yang emosional adalah orang yang mudah terpengaruh atau digerakkan oleh emosi. Alangkah baiknya jika kita mengenal diri sendiri juga kepribadian kita sebab sebagian orang lebih banyak dipimpin oleh emosinya dan menganggap hal ini dapat mencegah rasa sakit hati dan penderitaan dalam hidup ini.

Kita masing-masing memiliki emosi dan selalu terancam bahaya untuk dikendalikan olehnya. Misal: kita terbangun dengan perasaan tertekan dan tanpa sadar kita mengikuti perasaan itu sepanjang hari. Di lain hari kita bangun dengan merasa kasihan pada diri sendiri, kita akan menangis sepanjang hari. Jika kita membiarkan kondisi semacam itu, perasaan semacam itu akan menimbulkan masalah yang menyebabkan kita keluar dari kehendak Allah dan menuruti keinginan si penipu yaitu Iblis. Seharusnya untuk melawan emosi-emosi tersebut, kita mengenakan jubah pujian seperti diajarkan di Yesaya 61:3. Kita menyanyi atau memainkan musik lagu-lagu rohani Kristen untuk melawan perasaan negatif yang ingin mengendalikan kita sepanjang hari.

EMPAT TIPE KEPRIBADIAN YANG MENDASAR

Ada empat tipe kepribadian mendasar yang memiliki sebutan sendiri-sendiri.

  • Koleris adalah pemimpin alamiah. Kepribadian mereka yang kuat selalu ingin menguasai. Salah satu kelebihan dari tipe ini ialah kemauannya dalam mewujudkan banyak hal dan kelemahannya ialah bersikap bossy.

Tipe koleris biasanya berorientasi pada tujuan dan termotivasi oleh gagasan dan tantangan-tantangan baru.

  • Flegmatis biasanya memperlihatkan sedikit emosi atau bahkan tidak sama Yang menarik adalah seorang koleris sering kali menikah dengan seorang flegmatis. Tuhan mempertemukan tipe-tipe yang berlawanan untuk saling melengkapi satu sama lain. Untuk itu dibutuhkan waktu untuk menerima dan dapat bekerja sama dengan perbedaan-perbedaan yang ada. Bagi orang berkepribadian flegmatis, mereka perlu melatih iman dan memperlihatkan sedikit emosi sebab benar-benar membosankan hidup bersama seseorang yang selalu bersikap biasa-biasa terhadap segala sesuatu. Mereka perlu berubah demi kepentingan orang-orang yang menjalin hubungan dengannya. Sementara orang yang berkepribadian koleris, mereka perlu sedikit meredam emosi dan menjadi pribadi yang lebih seimbang.
  • Sanguinis adalah tipe kepribadian yang paling emosional di antara semua tipe. Kepribadian ini meletup-letup dan sangat Tipe ini cenderung membuat jengkel seorang koleris yang serius berorientasi pada tujuan dan selalu memiliki rencana serta berusaha mewujudkannya. Namun tipe sanguinis mungkin tidak menyadarinya karena ia begitu penuh semangat sehingga biasanya tidak tanggap terhadap apa pun selain bersenang-senang.
  • Melankolis yang selalu mengalami masalah dengan depresi. Mereka orang-orang yang begitu terorganisasi dan pemikir serius bahkan menyusun rak bumbu berdasarkan abjad. Mereka percaya bahwa segala sesuatu harus berada di Tipe sanguinis sering tidak terlalu displin dan ini sulit diterima oleh tipe melankolis yang rapi. Namun biasanya tipe sanguinis malah menikah dengan tipe melankolis.

Kebanyakan dari kita adalah perpaduan dari dua atau lebih tipe kepribadian. Sangatlah membantu bila kita mengenal diri sendiri sehingga kita dapat belajar mengendalikan kelemahan-kelemahan kita dalam kuasa Roh kudus. Dengan demikian, kita menjadi individu-individu yang seimbang dan tidak dapat dikendalikan oleh Iblis.

EMOSIONALISME

Istilah emosionalisme digunakan untuk menggambarkan kecenderungan mengandalkan atau menempatkan bagian terlalu besar pada emosi atau memperlihatkan emosi secara berlebihan. Orang yang emosional adalah orang yang tingkah lakunya dikendalikan oleh emosi bukan logika.

Salah satu perbedaan antara hikmat dengan emosi ialah berkaitan dengan pemilihan waktu yang tepat. Hikmat selalu menunggu saat yang tepat untuk bertindak sementara emosi bertindak saat itu juga. Emosionalisme adalah sesuatu yang impulsif – ingin bertindak saat itu juga. Sementara hikmat dengan tenang melihat ke depan untuk menemukan bagaimana suatu keputusan akan memengaruhi masa depan, semosi hanya peduli dengan apa yang terjadi saat itu. Bukankah sering kita mengucapkan atau melakukan sesuatu didorong oleh emosi dan beberapa saat kemudian merasakan penyesalan mendalam atas tindakan terburu-buru kita?

MEMERANGI EMOSI

Tidaklah mudah untuk mengalahkan emosi. Kita bergumul untuk menghentikan kebiasaan tertentu dan harus berseru meminta pertolongan kepada Tuhan. Dan Roh Kudus selalu menyertai untuk menolong kita sepanjang waktu. Rasul Paulus mengatakan bahwa ia tidak menyia-nyiakan kasih karunia Allah (Gal. 2:21). Ia tidak berharap Tuhan melakukan segalanya baginya tanpa ia melakukan bagiannya. Allah memberi kita kemampuan untuk melakukan apa yang perlu kita lakukan tetapi kita harus memilih tindakan yang tepat. Kita harus mampu menyadari dusta-dusta yang diluncurkan setan dalam pikiran dan melalui perasaan yang ia timbulkan dalam diri kita. Kita harus mengarahkan pandangan pada Firman Allah dan melakukan apa yang diajarkan-Nya. Kita harus belajar dipimpin oleh Roh Kudus bukan oleh emosi kita.

TANPA EMOSI

 Seseorang tanpa emosi adalah orang yang tidak memiliki emosi dan tidak mampu menunjukkan emosi. Sering kali orang yang mengalami luka hati parah di masa lalu mengembangkan sikap mengeraskan hati dan membangun tembok penghalang tinggi untuk melindungi diri. Mereka mungkin merasakan perasaan sama dengan yang dirasakan oleh orang-orang lain tetapi mereka tidak mampu memperlihatkannya. Bahkan terkadang mereka menjadi kebal dan tidak mampu merasakan apapun.

EMOSI YANG DIKERASKAN DAN TIDAK DIKEKANG

Perasaan orang-orang yang tidak mengenal Allah itu tumpul dan keras hati. Selain itu mereka menuruti hawa nafsu mereka (Ef. 4:17-19). Mereka tidak melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan dengan perasaan mereka. Allah memberikan kepada kita perasaan dengan tujuan spesifik dan dipakai di dalam perjalanan kita bersama-Nya. Orang- orang ini telah mengeraskan hati sehingga mereka tidak menggunakan perasaan mereka untuk tujuan yang baik. Setan telah menggerakkan mereka untuk memberontak dan melakukan apa pun yang mereka ingin lakukan.

YESUS DAN EMOSI

Yesus mengalami semua emosi dan merasakan semua perasaan yang kita rasakan tetapi tidak berbuat dosa (Ibr. 4:15). Mengapa Ia tidak berdosa? Karena ia tidak menyerah pada perasaan-perasaan-Nya yang salah. Ia mengenal setiap Firman Allah karena Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun mempelajarinya sebelum mengawali karya-Nya (Luk. 2:40-52). Bahkan Ia masih belajar bertahun-tahun lagi sebelum melayani secara penuh.

Kita tidak akan pernah dapat menolak perasaan kita jika dalam diri kita tidak memiliki pemahaman kuat terhadap Firman Allah. Saat dilukai oleh seseorang dan merasa marah atau kesal, kita berseru kepada Allah untuk menghasilkan buah Roh Kudus yang disebut penguasaan diri (Gal. 5:23).

Kita tidak perlu merasa bersalah karena memiliki perasaan-perasaan yang tidak enak. Yesus mengerti. Kepedulian-Nya yang utama ialah agar kita menjadi seperti Dia – lemah lembut dan rendah hati.

Tidak peduli seperti apa pengalaman masa lalu kita atau perasaan kita saat ini, kita harus bersikap ramah kepada orang lain. Kita harus bersukacita dengan mereka yang bersukacita tetapi kita juga harus menangis bersama mereka yang menangis (Rm. 12:15). Salah satu hal yang Tuhan tanamkan kepada kita untuk kita tanamkan kepada orang lain bukanlah kekerasan hati melainkan pengertian.

Orang yang terluka selalu melukai orang lain tetapi kuasa kasih dapat menyembuhkan dan mengubahnya. Allah ingin agar kita lebih peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain dan kurang begitu peka terhadap perasaan dan kebutuhan kita sendiri. Ia ingin agar kita menyerahkan diri ke dalam tangan-Nya dan mengizinkan Dia memelihara kita sementara kita bersikap ramah dan penuh kasih serta peka terhadap orang lain. Namun setan ingin agar kita menjadi keras hati dan tumpul perasaannya sehingga kita tidak dapat merasakan atau peka terhadap kebutuhan orang lain.

(bersambung)