• BAGAIMANA CARANYA AGAR TIDAK DIKENDALIKAN OLEH PERASAAN (2)
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/artikel/953-bagaimana-caranya-agar-tidak-dikendalikan-oleh-perasaan-2

PERASAAN ATAU KEPUTUSAN

Perasaan merupakan bagian dari jiwa yang sering dikatakan terdiri dari pikiran, kehendak dan emosi.

Saat dilahirkan kembali, kita tidak diperintahkan untuk berhenti berpikir. Kita diperintahkan untuk mulai berpikir dengan cara baru. Kita tidak diperintahkan untuk berhenti memutuskan, berhenti mengingini tetapi untuk menyerahkan kehendak kita kepada Allah dan memutuskan untuk melakukan apa yang Ia inginkan sesuai dengan pimpinan Roh Kudus.

Hal yang sama berlaku untuk emosi kita. Saat dilahirkan kembali, kita tidak diperintahkan untuk berhenti merasakan. Kita hanya diperintahkan untuk belajar bagaimana mengungkapkan perasaan-perasaan itu dengan cara yang benar. Yesus tidak ingin disalib tetapi ia menolak menuruti perasaan-Nya. Ia menundukkan emosi-Nya di hadapan Bapa-Nya. Di Taman Getsemani, Yesus mengalami kesedihan jiwa di dalam usaha-Nya menolak godaan untuk melakukan apa yang Ia ingin lakukan dan menerima apa yang Ia tahu adalah kehendak Allah bagi-Nya.

MENGUJI EMOSI

Mazmur 7:10 dan Wahyu 2:23 menuliskan bahwa Allah menguji batin dan hati orang. Allah menguji emosi. Apa makna menguji di dalam konteks ini? Menguji hingga dimurnikan.

Tidak peduli siapa pun kita, akan ada masa-masa ketika kita merasa lebih emosional dibandingkan biasanya. Kita mungkin terbangun pada suatu pagi dan segera menangis tanpa alasan. Sepanjang saat-saat itu, kita harus berhati- hati karena perasaan kita menjadi sangat mudah terluka. Apa yang harus kita lakukan saat merasa demikian? Pertama, kita tidak boleh merasa bersalah. Kedua, kita tidak boleh mereka-reka apa yang sedang terjadi. Yang harus kita lakukan hanyalah mengatakan, “Ini adalah saat di mana emosi saya sedang diuji. Saya akan memercayai Allah dan belajar untuk mengendalikannya.” Allah mengizinkan kita mengalami pencobaan tetapi tidak pernah mengizinkan pencobaan yang melebihi kemampuan kita (1 Kor. 10:13). Masa-masa pencobaan adalah masa-masa untuk belajar.

EMOSI DAN KELELAHAN

Saat seseorang mengalami emosi tinggi biasanya ia kemudian merasa tertekan. Kita melihat kehidupan Nabi Elia yang mempermalukan para nabi Baal di Gunung Karmel dan menurunkan api dari langit di puncak emosinya. Keesokan harinya dia di padang gurun sedang duduk di bawah pohon ara memohon agar Allah mengizinkannya mati karena ia merasa sangat tertekan. Ternyata perubahan emosi dari tinggi ke rendah dan sebaliknya melelahkan kita secara emosional selain secara fisik dan mental. Kita perlu istirahat dan memulihkan kekuatan. Jangan bertindak seperti Elia yang merasa kesal terhadap diri sendiri. Jangan mengeluh tentang betapa bahagianya kita kemarin dan betapa tidak enaknya perasaan kita hari ini. Jangan pula mengeluh kepada Tuhan betapa tidak berharganya kita.

DEPRESI MANIK

Bidang psikologi menggunakan istilah “manik depresif” untuk menggambarkan orang-orang yang selalu berubah-ubah emosinya.

Ilmu kedokteran berusaha mencari cara untuk menaikkan emosi orang yang emosinya rendah juga menurunkan emosi yang sangat tinggi supaya terjadi keseimbangan. Kita selalu menyambut baik emosi yang tinggi dan bersikap kritis terhadap emosi yang rendah. Sebenarnya kedua ekstrem ini sama salahnya. Tidaklah baik hanya memerangi depresi tetapi kita juga harus menolak godaan untuk menjadi terlalu bersemangat sehingga kita menjadi kelelahan dan menjadi mangsa empuk bagi iblis. Tidak seorang pun dapat hidup di puncak gunung selamanya sebab ada juga hari-hari ketika kita berada di bawah. Emosi selalu berubah-ubah dan sering berfluktuasi tanpa alasan yang jelas. Kita harus mempelajari bagaimana cara mengelola kedua ekstrem itu.

Satu hal penting bagi kesehatan emosional yang stabil ialah kejujuran terhadap diri sendiri dan orang lain. Orang- orang yang dekat dengan kita dapat merasakannya saat kita bergumul secara emosional. Lebih baik bersikap jujur terhadap diri sendiri dan keluarga tentang apa yang sedang terjadi dengan kita. Apa yang kita sembunyikan berpengaruh terhadap diri kita tetapi saat kita bersikap terbuka, kekuatan buruk itu mulai kehilangan pegangannya. Kebenaran akan memerdekakan kita (Yoh. 8:32) dan kita didorong untuk mengakui kesalahan kita satu sama lain (Yak. 5:16) sehingga kondisi pikiran dan hati dapat disembuhkan dan dipulihkan.

Orang lain akan menghormati kita jika kita bersikap terbuka dan berterus terang. Ingat, iblis memakai emosi kita untuk membuat kita merasa bersalah dan terhukum tetapi Allah memakai emosi itu untuk menguji sehingga kita dapat keluar dari pergolakan emosional kita dan mampu mengendalikannya dengan lebih baik. Strateginya ialah belajar untuk tidak menyerah pada emosi.

AKIBAT YANG HARUS DITANGGUNG KARENA MENGIKUTI EMOSI

Roma 8:8 menuliskan siapa hidup dalam daging – menuruti selera atau dorongan jasmani atau kodrat kedagingan – tidak mungkin berkenan kepada Allah. Ada harga yang harus dibayar ketika kita mengikuti keinginan dan tuntutan emosi yang oleh Alkitab disebut “daging” yaitu kita tidak mampu menjalani kehidupan yang dipenuhi Roh (Rm. 8:7) sebab daging bertentangan dengan Roh dan Roh bertentangan dengan daging (ay. 5). Keduanya saling bertentangan; berarti kita tidak dapat dipimpin oleh emosi kita dan pada saat yang sama juga dipimpin oleh Roh Kudus sehingga kita harus memilih.

Mungkin emosional kita kacau tetapi kita tetap dikasihi Bapa Surgawi. Ketika kita sedang menghadapi masalah emosional bukan berarti kita tidak akan masuk Surga tetapi Ia tidak senang dengan gaya hidup kita karena hal itu menempatkan-Nya dalam situasi di mana Ia tidak dapat melakukan apa yang Ia ingin lakukan bagi kita. Contoh: kita ingin anak-anak kita diberkati dan mendapat warisan dari kita. Namun jika salah satu dari mereka memilih mengikuti gaya hidup yang tidak dikekang, kita tidak akan memercayakan warisan kita kepadanya karena kita tahu dia hanya akan menghambur-hamburkannya untuk mengikuti hawa nafsu kedagingannya.

DORONGAN SESAAT

Rasul Paulus menyebut orang-orang Korintus hidup tidak menuruti kehendak Allah tetapi menuruti kodrat manusiawi mereka sendiri yang berada di bawah kendali “dorongan sesaat”. Mereka bukannya mengendalikan dorongan-dorongan mereka; sebaliknya, mereka membiarkan dorongan itu menguasai mereka.

Dorongan sesaat atau impulsif mendesak seseorang untuk bertindak tidak rasional. Orang tersebut lebih cenderung bertindak berdasarkan emosi daripada logika atau hikmat. Paulus mengatakan bahwa sikap impulsif yang dipimpin oleh dorongan sesaat (bukan oleh Roh Allah) yang membawa segala bentuk kejahatan seperti cemburu, iri hati, perselisihan yang menyebabkan perpecahan.

EMOSI SEBAGAI MUSUH

Watchman Nee membuat dua pernyataan penting mengenai emosi di dalam bukunya “Spiritual Man”:

  • Emosi adalah musuh yang paling berat dalam kehidupan rohani seorang Kristen.
  • Orang yang hidup dengan emosi adalah orang yang hidup tanpa prinsip.

Emosi tidak akan lenyap tetapi kita dapat belajar untuk mengelolanya karena emosi adalah musuh terbesar kita dan setan memakai emosi kita untuk mencegah kita agar tidak hidup di dalam Roh.

Perlu diketahui pikiran adalah medan peperangan – tempat di mana peperangan berkobar antara Roh dan jiwa. Ketika emosi memuncak, pikiran menjadi teperdaya dan hati nurani menyangkal standar penilaiannya.

Bagaimana kita dapat membedakan apakah kita mendengarkan suara Allah atau emosi kita? Jawabannya terletak pada belajar untuk menunggu. Emosi mendesak kita agar kita bertindak terburu-buru, harus berbuat sesuatu dan melakukannya saat itu juga. Namun hikmat Ilahi menyuruh kita untuk menunggu hingga kita memiliki gambaran yang jelas mengenai apa yang akan kita lakukan dan kapan kita harus melakukannya. Kita harus memandang situasi kita dari sudut pandang Allah. Kita juga harus mampu membuat keputusan berdasarkan apa yang kita tahu daripada berdasarkan apa yang kita rasakan.

Jika kita bersedia belajar mengendalikan emosi, Allah akan memberkati kita. Jika kita merasa ragu-ragu, jangan lakukan! Saat dihadapkan pada suatu keputusan sulit, tunggu sampai kita memiliki jawaban yang jelas sebelum mengambil langkah yang mungkin akan kita sesali. Emosi memang memiliki pengaruh luar biasa tetapi tidak boleh dibiarkan melangkahi kebijaksanaan/hikmat dan pengetahuan kita.

Disadur dari: “Mengelola Emosi Anda” oleh Joyce Meyer