KETIKA HARAPAN HAMPIR LENYAP

 

Air. Nuh hanya melihat air. Matahari di sore hari telah terbenam dan awan-awan dipantulkan olehnya. Bahtera Nuh dikelilingi oleh air dari sebelah Utara, Selatan, Timur sampai Barat. Nuh hanya melihat air. Ia tidak ingat kapan melihat sesuatu kecuali air. Ia dan putra-putranya baru saja mendorong binatang terakhir naik ke tangga ketika langit membuka seribu saluran air. Dalam sekejap bahtera itu bergoyang-goyang dan hujan turun berhari- hari bahkan berminggu-minggu hingga Nuh bertanya-tanya, “Berapa lama hujan ini akan berlangsung?” Hujan turun selama 40 hari dan selama berbulan-bulan mereka terapung-apung, makan makanan yang sama, mencium bau yang sama dan melihat wajah-wajah yang sama. Pada suatu titik tertentu mereka akan kehabisan bahan bicara satu sama lain.

Akhirnya kapal itu kandas dan goyangan berhenti. Istri Nuh memandang suaminya yang lagi mendorong tingkap kapal dan mengeluarkan kepalanya. Badan kapal masih dikelilingi air.

Nuh mengirimkan seekor burung gagak untuk melakukan misi peninjauan dan burung itu terbang pulang pergi sampai air menjadi kering dari atas bumi. Ia mengirimkan burung merpati. Burung itu kembali dengan menggigil dan kelelahan karena tidak menemukan tempat untuk hinggap. Tujuh hari kemudian Nuh mencoba lagi mengeluarkan merpati dari bahtera. Dengan sebuah doa Nuh menerbangkan burung itu dan memerhatikannya sampai burung tersebut tidak lebih besar dari setitik debu di jendela. Sepanjang hari ia menunggu burung itu kembali. Di sela-sela tugas yang harus dikerjakannya, ia membuka tingkap dan tidak melihat apa-apa.

Matahari mulai terbenam dan langit menjadi gelap. Nuh menengok terakhir kali tetapi yang terlihat hanyalah air dan air di semua arah. Pernahkah Anda berada di posisi seperti yang dialami Nuh? Anda dikelilingi oleh ‘air bah’ kesedihan di pemakaman, stres di kantor, marah karena kelemahan dalam tubuh Anda atau ketidakmampuan pasangan Anda. Anda melihat ‘air bah’ itu naik dan Anda mungkin juga melihat matahari terbenam pada harapan-harapan Anda. Anda berada di bahtera Nuh.

Anda memerlukan seperti yang diperlukan oleh Nuh, Anda memerlukan sedikit harapan. Anda tidak meminta penyelamatan dengan helikopter tetapi suara helikopter akan terasa menyenangkan. Harapan tidak menjanjikan solusi secara instan tetapi lebih kepada kemungkinan akan terkabulnya doa kita. Terkadang apa yang kita butuhkan hanyalah secercah harapan. Itulah yang Nuh perlukan dan itulah yang dia terima.

Pelaut tua itu menatap ke arah matahari yang dibelah dua oleh cakrawala. Ia hampir-hampir tak dapat membayangkan pemandangan yang lebih indah daripada itu. Akan tetapi ia bersedia menukar pemandangan itu dan seratus pemandangan lagi dengan setengah hektar tanah kering. Istrinya mengingatkan bahwa makan malam sudah tersedia di meja dan ia harus mengunci tingkap itu. Ia baru saja akan menutupnya ketika dia mendengar sayup-sayup suara burung merpati. Seperti tertulis dalam Alkitab, “Saat burung merpati itu kembali kepadanya waktu senja, di paruhnya terdapat daun zaitun yang segar!” (Kej. 8:11; NIV)

Sehelai daun zaitun. Nuh sudah merasa bahagia saat mendapati burung itu pulang terlebih ketika ia mendapatkan sehelai daun. Baginya daun ini lebih dari sekadar dedaunan; daun ini adalah janji. Burung itu membawa harapan – daun zaitun sebagai bukti tanah yang kering setelah air bah.

Bukankah kita menyukai ‘daun-daun zaitun’ kehidupan?

“Tampaknya kanker tidak menjalar ke bagian lain!”

“Aku dapat membantumu dengan kekurangan dana yang kamu tanggung.”

“Kita dapat melalui problem ini bersama.”

Kita menyukai ‘daun-daun zaitun’ dan mengasihi orang-orang yang memberikannya. Mungkin karena itu banyak orang mengasihi Yesus. Ia diperhadapkan dengan perempuan yang digerebek dari tempat tidur perzinaannya. Bila Nuh tidak dapat melihat apa-apa kecuali air, perempuan ini juga tidak melihat apa-apa kecuali kemarahan dan dia tak punya harapan. Namun kemudian Yesus berkata, “Barangsiapa di antara kamu tiak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (Yoh. 8:7) Hening. Baik tatapan maupun batu-batu para pendakwa jatuh ke tanah. Dalam sekejap mereka pergi dan Yesus sendirian dengan perempuan itu. ‘Merpati Surga’ memberikan perempuan itu sehelai daun.

“Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?”

Jawabnya, Tidak ada Tuhan.”

“Aku pun tidak menghukum engkau,” kata Yesus.”Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

(Yoh. 8:10-11)

Yesus membawa sehelai daun harapan ke dalam dunia yang dilanda rasa malu. Ia melakukan sesuatu serupa kepada Marta yang sedang terapung di lautan duka. Saudara lakinya, Lazarus, meninggal dan tubuhnya sudah dimakamkan. Yesus datang terlambat. Katanya, “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati. Tetapi sekarang pun aku tahu bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya.” (Yoh. 11:21-22) Seperti Nuh membuka tingkap, Marta membuka hatinya; seperti burung merpati membawa sehelai daun begitu pula Kristus membawa hal yang sama. Ia menyeberangi pinggir laut negeri masa depan dan berjalan di antara pepohonan lalu memetik sehelai daun dari pohon anugerah untuk perempuan berzina dan sehelai daun lain dari pohon kehidupan bagi Marta.

Dari kedua pohon itu, Yesus membawa dedaunan bagi kita. Anugerah dan kehidupan. Pengampunan dari dosa dan kekalahan maut. Inilah harapan yang diberikan-Nya dan yang kita perlukan. Sudahkah Anda menerima ‘daun’ Anda? Jangan berpikir bahtera Anda terlalu terpencil dan air bah Anda terlalu luas! Terimalah harapan-Nya sebab Anda membutuhkannya dan dapat pula membagikan kepada mereka yang memerlukannya.

Apa yang Nuh lakukan terhadap daun harapan yang diterimanya? Apakah ia membuangnya ke air dan melupakannya? Ia pasti berteriak gembira. Apa yang Anda lakukan dengan ‘daun-daun zaitun’ di tangan Anda? Pasti Anda tidak menyimpannya di saku tetapi memberikannya kepada orang-orang yang Anda kasihi. Kasih mempunyai pengharapan akan segala sesuatu (1 Kor. 13:7).

Kasih mengulurkan sehelai daun zaitun kepada orang yang dikasihi dan berkata, “Aku punya harapan untukmu.” Anda dapat mengatakan kata-kata itu karena Anda sudah selamat dari air bah. Oleh anugerah Allah, Anda telah menemukan jalan ke tanah kering dan tahu bagaimana rasanya ketika melihat air menyurut. Anda telah melewati air bah dan dapat menceritakannya untuk memberikan harapan kepada orang lain yang sedang berjuang menghadapi air bah masalah. Pengalaman-pengalaman Anda telah mengutus Anda ke dalam ‘pasukan burung merpati’ untuk memberikan harapan kepada orang-orang yang sedang berada di bahtera. Hiburlah mereka yang sedang berjuang melawan penyakit kanker, kesedihan karena ditinggal oleh orang yang dikasihi dll. Daun zaitun orang-orang Kristiani ialah ayat-ayat dari Alkitab yang memberikan pengharapan dan penghiburan (Rm. 15:4).

Alkitab Anda adalah sekeranjang daun. Tidakkah Anda mau membagikan sehelai kepada orang lain? Daun-daun itu memiliki dampak yang mengagumkan. Sungguh, ada perbedaan besar yang dibuat oleh sehelai daun! Jangan kita menyia-nyiakannya.

 

Saduran dari: A Love Worth Giving by Max Lucado