TUHAN, MENGAPA AKU MENDERITA (2)

 

KONSEKUENSI DARI PILIHAN

Setiap aksi pasti menimbulkan reaksi. Keputusan Adam-Hawa mengandung konsekuensi-konsekuensi baik bagi diri mereka masing-masing maupun bagi hubungan mereka dari yang dialami langsung maupun yang kelak akan terjadi. Dari kisah dalam Kejadian yang beranjak dari Taman Eden, beragam konsekuensi mulai terurai, antara lain:

Konsekuensi langsung. Adam-Hawa tidak hanya menjadi yang pertama membawa dosa dan penderitaan tetapi juga merasakan konsekuensinya. Pertama. Semua ciptaan akan mengalami penderitaan. Sekarang manusia harus bekerja dengan susah payah (Kej. 3:17-19). Pekerjaan yang awalnya dirancang untuk memberikan kepuasan sejati sekarang dipenuhi dengan kekecewaan dan kerja keras. Adam harus bersusah payah mengolah tanah dan alam yang sekarang terkutuk. Kerja keras dengan susah payah tidak pernah usai dari generasi ke generasi berikutnya dan kita tetap harus berjuang untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang kita inginkan. Kedua, berubahnya hubungan antara laki-laki dan perempuan. Kepolosan mereka (Kej. 2:25) berganti menjadi rasa malu dan kesadaran diri (Kej. 3:10). Kerja sama di antara mereka yang semula saling menguntungkan dan menopang kini berubah menjadi hubungan yang saling ingin menguasai dan penuh ketegangan. Namun yang terutama, hubungan yang paling dilukai dan dirusak oleh pilihan itu ialah hubungan antara manusia dengan Allah. Persekutuan manusia dan Allah yang semula tak terhalangi sekarang menjadi rusak dan terhilang. Napas hidup yang diembuskan Sang pencipta kepada manusia pada akhirnya akan memudar meskipun tidak secara langsung tetapi tetap tak terelakkan (Kej. 3:19). Kematian tidak hanya dialami oleh Adam-Hawa tetapi juga oleh setiap manusia sejak saat itu.

Penderitaan karena pilihan yang dibuat orang lain. Di satu sisi, kita semua menanggung akibat dari pilihan yang dibuat oleh Adam-Hawa. Namun di sisi lain, kita juga membuat pilihan-pilihan yang sering melukai orang lain sama parahnya seperti melukai diri sendiri. Pembunuhan pertama (Kain membunuh Habel) merupakan peristiwa tragis yang menunjukkan buruknya penderitaan orang lain karena pilihan yang didorong oleh keinginan untuk mementingkan diri sendiri. Dalam banyak peristiwa, demi mengejar kekuasaan dan harta, manusia berhati sesat dan rusak membuat pikiran-pikiran yang harus dibayar mahal dengan nyawa dan penderitaan banyak manusia.

Penderitaan karena hidup di dunia yang rusak oleh dosa. Seiring dengan penyebaran manusia, pelbagai pengkhianatan, kekerasan, perlakuan kejam, perang dan banyak hal buruk lainnya turut tersebar ke seluruh dunia. Pilihan-pilihan yang dibuat manusia menunjukkan betapa jauhnya mereka telah menyimpang dari Taman Eden dan dari Allah. Kerusakan manusia yang berdosa (Kej. 6:5-7) begitu mendukakan Allah sehingga Ia mengirim air bah untuk memusnahkan bumi. Air bah mengungkapkan tentang bertambah pesatnya pengaruh dosa sekaligus menunjukkan bahwa ciptaan Tuhan akan menanggung beragam konsekuensi dari pilihan yang dibuat manusia. Bumi harus menanggung beban dari bencana air bah dan masih merintih serta akan terus merintih sampai bumi diperbarui dan berfungsi lagi seperti tujuannya semula (Yes. 65:17; 2 Ptr. 3:13; Why. 21:1).

Penderitaan tertunda untuk sementara waktu. Tidak semua konsekuensi terjadi dengan segera. Terkadang kita tidak melihat bagaimana pilihan-pilihan kita akan memengaruhi orang-orang di sekitar kita atau bahkan diri kita sendiri. Yusuf bukan satu-satunya orang yang menderita ketika ia dijual sebagai budak oleh saudara- saudaranya (Kej. 37). Ayahnya, Yakub, juga menderita karena kehilangan anak yang paling dikasihinya. Mungkin kelihatannya saudara-saudara Yusuf tidak menanggung akibat dari pilihan yang mereka buat tetapi sebenarnya itu hanya sementara. Sementara Yusuf berada di Mesir pada tahun-tahun keadaan menjadi lebih buruk, mereka menanggung beban rasa bersalah dari tindakan jahat mereka terhadap Yusuf dan ayah mereka.

Salah satu pelajaran yang tidak pernah berubah dari Alkitab ialah dampak dari suatu pilihan pasti terjadi walau tidak selalu secara langsung. Asaf mengeluh tentang makmurnya hidup orang-orang lalim yang hanya memikirkan diri mereka sendiri (Mzm. 73). Dia bertanya-tanya kapan mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas perkataan, perbuatan dan sikap mereka terhadap Allah dan manusia. Hanya ketika berada dalam hadirat Allah, Asaf memperoleh pengertian baru dan melihat bahwa waktu Allah tidak selalu sama dengan waktu kita. Asaf mulai melihat kesudahan mereka. Meskipun dampak dari pilihan-pilihan mereka belum terjadi, pada waktu Allah, akan tiba harinya keadilan datang bergulung-gulung seperti air. Penundaan adalah hak mutlak Allah sekaligus sebagai pernyataan dari kasih karunia-Nya. Rasul Petrus mengingatkan bahwa kesabaran Allah dimaksudkan untuk memberikan waktu bagi orang-orang supaya bertobat dan kembali kepada-Nya (2 Ptr. 3:9). Akan tetapi penundaan itu juga menimbulkan rasa frustrasi dan sangsi apakah Allah sungguh peduli dan ada pula yang mempertanyakan keberadaan-Nya.

DI MANAKAH ALLAH?

Penderitaan membuat semua orang menjadi “teolog”. Penderitaan merupakan salah satu cara tercepat untuk langsung bertemu dengan yang Mahakudus.

Di manakah Allah dalam semua peristiwa yang terjadi? Setiap upaya untuk memahami Allah harus mempelajari juga teologi tentang penderitaan yakni memahami Allah di tengah penderitaan dan bukan terpisah dari penderitaan.

Pilihan yang dibuat Adam dan Hawa telah membuat penderitaan menjadi hal yang wajar di dunia. Allah bukanlah Pencipta yang tidak menghiraukan kesusahan kita melainkan Ia memedulikan kita di saat kita menderita. Oleh karena Ia tahu bagaimana rasanya menderita, saat penderitaan melanda kita dapat percaya kepada-Nya.

Janji Allah akan penderitaan-Nya sendiri. Membaca kisah tentang penderitaan manusia yang begitu memilukan di Alkitab sama seperti membaca berita utama di surat kabar. Namun di antara semua kisah tentang penderitaan dan kesusahan itu, Allah berjanji akan bertindak terhadap penderitaan yang ada. Harga untuk mengubah penderitaan menjadi sesuatu yang baik dan indah tidak akan pernah dapat dibayar oleh manusia. Kita tidak lagi memenuhi syarat ketika memilih untuk berpaling dari Allah.

Nabi Yesaya memberitakan kedatangan seorang Juru Selamat dan Penebus. Kedatangan-Nya ialah untuk melepaskan manusia dari penderitaan akibat dosa. Yesaya 53 berbicara tentang Juru Selamat dan penderitaan yang ditanggung oleh-Nya – dihina, dihindari orang, penuh kesengsaraan, menderita kesakitan, kena tulah, dipukul, ditindas, tertikam, diremukkan, dibawa ke pembantaian. Melalui hidup dan terutama kematian-Nya, Yesus mengerti dan menyelami penderitaan kita. Ia rela menderita agar dapat benar-benar memedulikan kita di saat kita sedang menderita. Di kayu salib, Yesus memikul semua akibat yang terjadi karena pilihan yang dibuat di Taman Eden baik penderitaan yang manusia alami maupun kutuk penghakiman yang mereka terima. Yesus datang ke dunia bukan untuk mempelajari dan menganalisa dosa kita. Ia datang untuk memikul semua dosa kepada diri-Nya sendiri. Melalui penderitaan-Nya, penderitaan kita ditebus baik penderitaan di masa sekarang maupun untuk kekekalan di masa mendatang.

Salib lambang kepedulian. Yesus datang untuk menghadapi penderitaan dengan cara hidup di tengah dunia yang kotor untuk melawannya dengan kuasa dan mukjizat-Nya kemudian menanggungnya sendiri melalui kematian-Nya di kayu salib demi menebus kita dari dosa beserta akibat-akibatnya.

Kita beroleh penghiburan luar biasa dari penderitaan Yesus sebab Ia sebagai Imam besar turut merasakan kelemahan-kelemahan kita; Ia telah dicobai hanya tidak berbuat dosa (Ibr. 4:15). Ia mewakili kita di hadapan Allah Bapa dengan sepenuhnya memahami penderitaan dan ketakutan kita dan Allah Bapa (yang menerima Yesus sebagai wakil kita) memiliki kasih yang amat mendalam dan sangat rindu untuk menghibur kita di dalam segala penderitaan kita (2 Kor. 1:3-4). Hanya oleh salib Yesus dan kebangkitan-Nya, kita dapat menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-Nya dan mengetahui bahwa Ia memelihara kita.

AKHIR DARI PENDERITAAN

Walau penderitaan menjadi suatu hal yang dialami setiap orang di dunia ini, kelak di dunia baru rasa sakit dan penderitaan tidak akan ada lagi. Salib memberikan kita pengharapan yang menolong kita bertahan dalam anugerah Allah di saat penderitaan berat menimpa. Hanya salib yang dapat memberikan janji bahwa akan tiba waktunya segala ketidakadilan akan diluruskan dan penderitaan akan berakhir.

Jadi, di manakah Allah saat kita menderita? Ia ada bersama kita. Ia memperkenan Anak-Nya mengalami penderitaan seperti yang kita alami dan memberikan salib untuk menebus segala penderitaan kita dan memungkinkan kita kembali berhubungan dengan-Nya. Ia berjanji tidak akan ada lagi penderitaan dalam kehidupan yang akan datang (Why. 21).

Itulah akhir dari masalah penderitaan dunia. Kita tidak perlu lagi merasa takut dan menganggap Allah tidak peduli terhadap penderitaan, pergumulan atau kesusahan kita. Ia selalu ada bersama dengan kita saat penderitaan melanda (Rm. 8:35-39).

Kasih Allah kepada kita terbukti paling nyata justru melalui kehadiran-Nya bersama kita pada saat kita menderita bukan pada saat penderitaan itu sirna. Dalam kehadiran-Nya itulah kita dapat menikmati damai sejahtera.

Disadur dari: Tuhan, Mengapa Aku menderita (Seri Terang Ilahi)