TUHAN, MENGAPA AKU MENDERITA (1)

 

 

PELIKNYA PENDERITAAN

Teduhnya perairan Samudra Hindia nan biru di lepas pesisir barat Sri Lanka menutupi kehancuran yang terjadi di sana beberapa bulan sebelumnya. Pada tahun 2004, gelombang Tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi di Samudra Hindia telah meluluhlantakkan daerah itu. Kerugian yang diderita akibat sapuan gelombang samudra tersebut sungguh tak terbayangkan: lebih dari 200.000 nyawa hilang di 14 negara. Pukulan berat dialami oleh negara Sri Lanka; setelah air surut ditemukan lebih dari 35.000 orang meninggal, 21.000 orang terluka dan ½ juta orang kehilangan rumah. Bencana tsunami tersebut telah mengguncang Sri lanka dalam skala nasional, masyarakat, keluarga maupun individu.

Di belahan dunia berbeda pada bulan Mei 2011, sebuah badai besar melanda kota Joplin di Negara bagian Missouri, Amerika Serikat. Tornado dengan kecepatan angin 400 km per jam telah menimbulkan kerusakan hebat di seluruh kota mengakibatkan 158 orang meninggal, 1.150 orang terluka dan kerusakan materi sebesar $ 2,8 miliar.

Penderitaan yang dialami diri sendiri atau bersama orang-orang yang dikasihi baik berupa kematian anak atau pasangan hidup secara mendadak, pemberontakan seorang anak, terenggutnya pernikahan, pekerjaan, persahabatan dll. menunjukkan bahwa hidup ini selalu diselingi oleh beragam penderitaan, kehilangan dan dukacita.

Kehidupan ini ibarat mozaik dari pelbagai jenis peristiwa. Dari kejauhan, keseluruhan gambarnya terlihat indah namun keindahan yang menyeluruh itu tidak selalu terlihat di tiap peristiwa. Ada peristiwa yang menambah percikan keindahan dan warna; ada pula yang membuat gambar itu menjadi suram. Itulah sat-saat penderitaan terjadi. Sering kali ketakutan, penderitaan, luka hati dan rasa kehilangan membayangi masa-masa sukacita kita. Pedihnya penderitaan yang kita alami meninggalkan ketakutan dan keraguan yang membekas di benak kita.

Penderitaan dan rasa sakit adalah belenggu yang menyatukan kita semua. Meski kita tidak mengalami sendiri, kita tetap bertanya-tanya mengapa penderitaan dan kepedihan begitu sering terjadi.

Dunia yang dirusak oleh bencana alam maupun bencana buatan manusia (kecanduan, perdagangan manusia, perang, kemiskinan, kelaparan, dll.) menimbulkan rasa takut dan keraguan dalam diri kita. Bahkan kita meragukan Allah yang mungkin tidak sanggup menghentikan penderitaan dan kehilangan yang dialami dunia yang terluka.

Mengapa ada penderitaan? Di manakah Allah ketika penderitaan terjadi? Dapatkah kita memercayai kebaikan Allah di saat kita sedang menderita? Alkitab menunjukkan bahwa kita dapat memercayai kasih Allah kepada kita bahkan di saat keadaan yang ada sepertinya tak sanggup lagi kita jalani.

MENGAPA KITA MENDERITA?

Kita dapat menyalahkan kejahatan manusia sebagai penyebab segala penderitaan luar biasa, masalah kelainan jiwa, ideologi garis keras, peraturan buruk atau takdir Allah terhadap bencana alam dst.

Pertanyaan mengapa telah membayangi kita semua. Yesus sendiri berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46)

Pertanyaan “mengapa” menuntut alasan atas semua peristiwa dan mencari pihak yang harus bertanggung jawab. Kita ingin menyalahkan seseorang. Beberapa orang malah menyalahkan Allah yang dianggap tidak mampu atau tidak mau mencegah penderitaan yang kita alami. Yang lain mengatakan bahwa penderitaan disebabkan oleh Iblis dan kesakitan kita adalah karya kejahatannya. Ada pula yang mengatakan memang tidak ada jawaban yang dapat diberikan dan tidak ada seorang pun dapat disalahkan karena begitulah dunia dan jawaban hanya dapat ditemukan dalam diri sendiri. Namun Alkitab mengatakan (Kitab Kejadian) bahwa penderitaan adalah potensi yang muncul (tentu tidak dikehendaki) seiring dengan diberikannya kemampuan kepada manusia untuk memilih – suatu karunia yang baik dan wajar.

Ciptaan Allah yang semula. Kejadian 1 menggambarkan tentang rangkaian peristiwa penciptaan dan Allah mengatakan “sungguh amat baik” (ay. 31). Penderitaan yang kita alami bukanlah bagian dari ciptaan Allah yang mula-mula. Adam-Hawa menikmati kehidupan penuh arti, sukacita, tujuan dan yang terutama hubungan tak terhalang dengan Allah serta hubungan terbuka di antara mereka. Ternyata Allah tidak hanya memberikan Firdaus sebagai tempat tinggal mereka serta hubungan dekat dengan diri-Nya, Ia juga memberi mereka kesempatan untuk memilih apakah mereka menginginkan semua itu atau tidak.

Karunia memilih. Peristiwa yang terjadi dalam Kejadian 3 disebut sebagai “Kejatuhan dalam dosa”. Apa yang tercacat di pasal itu tidak akan pernah terjadi seandainya Allah menciptakan manusia yang bergerak secara otomatis dan selalu bertindak persis sesuai kehendak Allah serta tidak dapat memilih kehendak yang lain. Sebaliknya, Sang Pencipta memperkenan Adam-Hawa menentukan pilihan mereka sendiri. Pilihan yang diberikan Allah tidak rumit dan tidak pula sederhana. Tidak rumit karena mereka cukup memilih mau makan atau tidak. Namun pilihan tersebut menentukan apakah mereka mau menjalani hidup menurut kehendak mereka sendiri atau kehendak Pencipta mereka. Saat pilihan dibuat (Kej. 3:6-7), manusia pertama ini masuk ke dalam realitas baru yang tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kebaikan Allah. Hidup mereka dan keturunannya ditentukan oleh konsekuensi dari pilihan mereka yang menolak pimpinan Allah dan mengikuti kehendak diri sendiri.

Dampak dari pilihan. Generasi demi generasi ikut terkena dampak mengerikan dari konsekuensi pilihan tersebut. Kita tidak hanya memikul akibat dari pilihan yang dibuat oleh Adam-Hawa tetapi juga memikul beban yang ditimbulkan oleh pilihan-pilihan kita sendiri. Meskipun kebebasan untuk memilih berpotensi mendatangkan bencana dan yang paling jelas adalah rusaknya hubungan kita dengan Allah, Ia masih tetap memperkenan kita untuk memilih. Pilihan kita memiliki pengaruh luar biasa. Karunia kebebasan untuk memilih menyadarkan kita bahwa pilihan kita akan mempunyai pengaruh. Setiap pilihan memiliki konsekuensi.

(bersambung)