BAPA, TERNYATA KAU BISA LUPA, YA?
Suatu saat ketika aku bersama-Nya.
BAPA, Engkau adalah Bapa yang setia, yang tidak melupakan semua yang telah Kau janjikan. Kau tetap setia walau kadang-kadang kami tidak menyadarinya, bahkan saat kami tidak setia kepada-Mu.
Teringat olehku, sejak awal, ketika Adam dan Hawa berbuat dosa, Engkau telah mengucapkan sebuah perjanjian yang Kau buat karena kasih. Ya, sebuah “Perjanjian Keselamatan”. Pelanggaran Adam dan Hawa menyebabkan mereka dan keturunan mereka menjadi makhluk berdosa dan fana yang hidupnya berakhir dengan kematian sehingga setiap manusia lahir dalam dosa dan menuju kepada kematian seperti Kau firmankan. Kau sungguh Allah yang mahaadil sehingga apa yang Kau firmankan pasti terjadi. Dalam perjanjian itu Kau katakan bahwa kelak akan lahir Seorang (keturunan perempuan itu) yang akan membinasakan Iblis (meremukkan kepala ular) yang menyebabkan manusia berbuat dosa dan bahwa iblis akan melukai-Nya (meremukkan tumit-Nya). Kini kita semua mengerti bahwa pribadi tersebut adalah Kau sendiri, Yesus, yang akan datang untuk membinasakan Iblis dan menyelamatkan manusia kembali dan untuk itu Kau akan sangat terluka dan sengsara.
Ribuan tahun setelah Kau mengatakan perjanjian itu, Bapa, Perjanjian itu Kaugenapi. Kau datang ke dunia, dilahirkan sebagai “keturunan manusia” yang merupakan “pemberian Allah” untuk melakukan misi penyelamatan. Untuk itu Kau benar-benar terluka parah bahkan mati disalibkan demi menanggung dosa manusia. Janji yang Kau ucapkan ribuan tahun sebelumnya tidak Kau lupakan untuk digenapi. Betapa setianya Kau akan janji-Mu, Bapa… manusia cenderung untuk berbuat dosa dan Kau selalu ingin menyelamatkan mereka.
Berbulan-bulan Nuh bersama keluarganya berada di dalam bahtera, terkatung-katung di atas air bah yang telah membinasakan segala makhluk dan manusia yang jahat kelakuannya di atas bumi ini. Kau mengingat mereka yang patuh kepada-Mu dan mengasihi-Mu dengan menutup mata-mata air samudera raya serta tingkap-tingkap di langit juga menghentikan hujan lebat itu. Kehancuran begitu dahsyat dan yang tertinggal hanyalah delapan orang. Dengan Nuh, Kau mengadakan lagi sebuah Perjanjian bahwa sejak itu yang hidup tidak akan lagi dilenyapkan oleh air bah dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi. Untuk itu sebuah busur pelangi Kau pasang di langit sebagai peneguh Perjanjian-Mu. Ya Bapa, setiap kali hujan lebat turun membasahi bumi, aku menengadah ke langit dan melihat busur pelangi itu, selalu aku mengingat perjanjian-Mu dengan Nuh. Dan, Kau pun mengingat-Nya, bukan? Terima kasih Bapa, Kau tetap setia pada janji-Mu dan tidak pernah melupakannya. Sering kali kurenungkan bahwa kerinduan-Mu adalah selalu mengasihi dan menyelamatkan kami.
Aku ingat Kau juga mengadakan perjanjian dengan Abraham yang sangat menguntungkan dia. Suatu perjanjian bahwa dia akan memiliki seorang anak dan akan mendapatkan banyak keturunan sebanyak bintang di langit dan debu di tanah; dia menjadi bapa dari banyak bangsa. Kau akan menjadi perisainya dan dia akan sangat diberkati. Ketaatan Abraham membuat Kau mengasihi dia dan menjadikan dia sahabat-Mu. Selama 25 tahun Abraham menunggu kelahiran putra yang Kaujanjikan. Secara manusia dia tidak lagi mempunyai harapan untuk mendapatkan keturunan namun Kau tetap setia pada janji-Mu…Ishak, putra yang dijanjikan, lahir saat Abraham berusia 100 tahun dan istrinya 90 tahun. Suatu usia ketika seorang tidak lagi mampu melahirkan anak. Bapa, lagi-lagi Kau menunjukkan kesetiaan-Mu dalam memenuhi perjanjian yang telah Kau buat. Kau tidak pernah melupakan untuk memenuhinya!
Ketika Kau menyelamatkan Lot dari api yang membakar Sodom dan Gomorah karena besarnya dosa yang dilakukan penduduk di sana, Kau melakukan penyelamatan itu karena Kau mengingat Abraham, sahabat-Mu, yang memohonkan keselamatan bagi kemenakan beserta keluarganya (Kej. 19:29).
Kau begitu mengerti setiap perasaan orang yang Kau kasihi bahkan doa seorang wanita malang yang mandul dan begitu pedih hatinya. Kepedihannya bukan hanya karena tertutup kandungannya tetapi yang terutama karena madunya selalu menyakiti hati dan membuatnya gusar. Dapat kubayangkan ketika Hana, nama wanita tersebut, berdiri di bait Allah sendirian, tanpa dukungan seorang pun, berdoa kepada-Mu sambil menangis tersedu-sedu dan hati hancur memohon kemurahan-Mu. Dan Kau Bapa, menilik wanita malang itu, mengingat dia dan menjawab doanya (1 Sam. 1:19). Ia kemudian melahirkan Samuel, nabi besar itu.
Bapa, pikiranku kini tiba pada suatu kejadian yang mana umat-Mu disengsarakan di bawah perhambaan Firaun di tanah Mesir. Mereka menangis dan mengerang karena beban perhambaan itu. Kembali Kau mengingat dan menyelamatkan mereka! Kau janjikan mereka Tanah Kanaan yang penuh susu dan anggur sebagai tempat kediaman mereka.
Kau mengadakan perjanjian dengan Daud dan menjadikan dia kesayangan-Mu. Sering dalam menulis mazmur, Daud menuliskan betapa setianya Engkau akan janji-janji-Mu, bahwa untuk selama-lamanya Kau ingat akan janji- Mu (Mzm. 105:8), bahwa walau umat-Mu melakukan kesalahan hingga mereka diimpit musuh-musuh mereka, Kau tetap setia untuk menilik mereka dalam kesusahan mereka dan mendengar seruan mereka (Mzm. 106:42-44). Begitu banyak hal dapat kami baca dalam Kitab-Mu yang menunjukkan kasih setia-Mu bagi umat-Mu yang mengasihi dan menaati-Mu dan hingga kini Kau tetap setia! Firman yang dibukukan disebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sebuah kitab yang penuh perjanjian bagi kami yang mengasihi dan menaati-Mu, perjanjian keselamatan bagi kami semua. Perjanjian-Mu selalu dinyatakan sebagai “Perjanjian kekal” yang tidak mungkin akan batal (Yeh. 37:26; Ibr. 13:20). Betapa bahagianya kami ya Bapa, untuk selalu mengingat bahwa Kau menjanjikan keselamatan dan Kau setia melakukan janji-Mu bagi kami yang taat dan mengasihi-Mu.
Bapa, masih ada lagi perjanjian-perjanjian-Mu yang tidak akan kulupakan bahwa Kau mengasihi dan menyertai kami hingga akhir zaman, bahwa Kau akan datang kembali menjemput kami yang di dunia ini, bahwa Kau telah menyediakan rumah kediaman di Surga dan bahwa kami akan diam di sana dengan-Mu untuk selama-lamanya.
Kadang-kadang Kau menahan apa yang kami mohonkan, kadang-kadang Kau mengambil mereka yang pernah hidup bersama kami, yang kami kasihi. Tak jarang kami merasa Kau tidak mengerti perasaan kami, Kau melupakan kami dan Kau mengizinkan terjadinya hal-hal yang membuat kami menangis dan menderita.
Ketika Kau menahan apa yang kami doakan dan tidak memberikan apa yang kami minta, ternyata karena apa yang kami minta membahayakan kami. Kadang Kau menundanya karena waktunya belum tepat dan tidak sesuai dengan rencana-Mu. Pada akhirnya kami mengakui bahwa Kau selalu ingat akan janji-Mu dan datang dengan cara yang indah dan tepat waktu. Namun suatu ketika aku merasa betapa berdosanya aku. Kesalahan-kesalahan yang lalu terpampang jelas di dalam pikiranku dan sangat meresahkanku. Berkali-kali aku meminta ampun dan menyatakan penyesalanku yang telah mengecewakan-Nya namun aku tak dapat melepaskan diri dari perasaan bersalah itu. Sering kali bahkan kudengar ada kata-kata tuduhan ancaman yang menyerang perasaanku, bahwa tak mungkin aku terluput dari hukuman- Nya, dan bahwa aku akan mati dalam dosaku.
“Ya Bapa……”, kataku dengan penuh dukacita, “Aku telah berdosa kepada-Mu, ampuni aku… ampuni aku!”
Tiba-tiba saja suara-Nya yang lembut berbisik, “Tidakkah kau merasakan anak-Ku,….saat kau menangis dan menyesal, saat kau mohon ampun, Aku telah mengampunimu. Darah-Ku telah membasuhnya! Bukankah kau tahu bahwa dosa semerah kirmizi pun dapat Kujadikan seputih salju….? Tuduhan-tuduhan dan dakwaan itu dari Iblis yang menginginkan kehancuranmu….. Aku tidak lagi mengingat dosa-dosamu (Ibr. 8:12; 10:17).
Sebuah nyanyian lama yang lembut bergema dalam hatiku, “Dia tak ingat lagi segenap dosaku, Dia t’lah hapuskan dosaku g’nap, s’mua ditutup darah Yesus, Dia tak ingat smua dosaku.”
Beberapa kali kunyanyikan lagu itu, air mataku deras mengalir merasakan cinta kasih-Nya…aku bergumam, “ Terima kasih Bapa untuk darah-Mu juga janji-Mu yang selalu Kau tepati.
Beberapa saat lamanya aku merasakan ketenangan. “Dia telah melupakan dosa-dosaku!!!!” seruku penuh sukacita.
Dalam ketenangan itu aku tersenyum lalu berkata, “Oh Bapa, ternyata Kau bisa lupa ya. Kau telah melupakan semua dosaku!”
Dalam jiwaku, Aku dapat merasakan senyum-Nya kepadaku sambil berkata, “Aku sengaja melupakannya anak-Ku karena Aku sangat menyayangi-Mu.”
(VS)