HARAPAN DI TENGAH RATAPAN (2)
Dalam penerbitan yang lalu kita telah mempelajari bahwa (1) DI TENGAH KETIDAKPASTIAN HIDUP HENDAKNYA KITA BELAJAR SABAR DAN MENAIKKAN DOA DENGAN JUJUR. Selain itu kita juga belajar bahwa (2) DI TENGAH KETIDAKPASTIAN HIDUP, HENDAKNYA KITA MEMERHATIKAN ORANG DI SEKITAR KITA.
Apakah kita harus meratap terus? Tentu saja tidak! Karena Kitab RATAPAN yang kita pelajari, walau memang merupakan kitab yang penuh berisi ratapan, juga merupakan kitab yang memberi kita pengharapan.
Seperti huruf-huruf abjad akan ada akhirnya, Kitab Ratapan yang memakai susunan abjad ini juga ADA AKHIRNYA (dalam Bahasa Ibrani berhenti pada huruf ke-22, dalam Bahasa Indonesia pada huruf ke-26 (kita tentu dapat mengambarkannya dengan menggunakan abjad kita). Yakinlah bahwa semua penderitaan yang kita alami AKAN ADA AKHIRNYA. Tidak ada yang terbuang sia-sia, apa yang kita alami akan mendatangkan kebaikan bagi kita. Eugene Paterson mengatakan, “The subjective feeling of endlessness in suffering is in fact false”. “Suatu pemikiran yang salah jika mengatakan bahwa penderitaan itu tidak ada akhirnya”.
3. DI TENGAH KETIDAKPASTIAN HIDUP, KASIH TUHAN SELALU BARU SETIAP HARI
Jika kita membaca Ratapan 3:21-26,
“Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap. Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi, besar kesetiaan-Mu! “TUHAN adalah bagianku”, kata jiwaku, oleh sebab itu aku akan beharap kepada-Nya. TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN.”
Yang indah ialah bahwa pasal 3 ditulis di tengah-tengah 4 pasal yang penuh penderitaan (pasal 1,2 dan pasal 4,5). Ketika kita sepertinya hidup dalam “pembuangan”, dalam “pengasingan sebagai tawanan”, di saat itulah Tuhan hadir untuk memanggil kita keluar dari dalam PENDERITAAN menuju PENGHARAPAN. Di pasal tiga yang terletak di tengah-tengah empat pasal itulah kita menemukan kata-kata pengharapan. Ini menyatakan bahwa justru di tengah-tengah penderitaan KITA MENEMUKAN HARAPAN.
Mengapa Yeremia begitu yakin adanya harapan di tengah ratapan-ratapan itu? Ia mengatakan, “Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap:”
Hal-hal apa sebenarnya yang Nabi Yeremia perhatikan hingga dia begitu yakin dapat berharap? Kalimat selanjutnya menyatakan hal-hal tersebut…
“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru setiap hari, besar kesetiaan-Mu ……… lalu kembali dia mengulang, “oleh sebab itu aku akan berharap kepada-Nya.” Yeremia menunjukkan bahwa dia sangat mengenal sifat Tuhannya bahwa Dia adalah Allah yang penuh kasih setia (compassion, ibrani: chesed, covenant loyalty) dan rahmat ( ibrani: racham, rahum) sehingga dia sangat yakin bahwa kepada-Nya dia dapat berharap.
Kasih setia TUHAN atau “Chesed” (bahasa aslinya) mempunyai arti: “unbreakable devotion to the promise” , atau kesetiaan pada suatu janji/ikrar yang tidak dapat dipatahkan, dilanggar ataupun dibatalkan. Hal itu menggambarkan kesetiaan Tuhan begitu besar akan janji-Nya kepada manusia hingga apa pun yang terjadi Dia tidak akan membatalkan janji-Nya. Ketika kita, manusia tidak lagi setia kepada-Nya, Dia tetap setia akan janji-Nya.
Sedangkan rahmat TUHAN atau “rahum” (Bahasa Ibrani) berasal dari akar kata yang mempunyai arti “kandungan”.
Ketika Yeremia menuliskan puisi ini dengan menggunakan kata “rahum” untuk menjelaskan kemurahan Tuhan (mercy), ia menggambarkan kemurahan TUHAN sebagai sebuah kandungan seorang wanita, dengan kasih yang besar dan unik yang diberikan seorang wanita kepada bayi/anaknya – sebagai gambaran kasih ibu yang tak terhingga, rela berkurban dan tidak pernah surut sepanjang masa seperti sering kita nyanyikan: “hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.”
Itulah ternyata alasan mengapa Yeremia berani berharap. Ia memegang teguh dua sifat Allah yang memiliki kasih setia dan kemurahan yang besar itu.
Istilah yang sama dipakai untuk menggambarkan kasih setia dan kemurahan Allah di zaman Musa. Saat itu Tuhan baru saja memberikan sepuluh hukum kepada umat Israel. Dengan dua loh batu di tangannya, Musa menuruni gunung. Dari kejauhan dia melihat Israel tengah berbuat dosa dengan menyembah patung anak lembu emas dan memujanya. Melihat hal itu, Musa sangat marah. Ia melemparkan dan menghancurkan loh batu itu di kaki gunung. TUHAN juga sangat murka dan ingin membinasakan Israel. Musa kemudian sangat memohonkan pengampunan atas kesalahan Israel. Dia bahkan rmenyatakan rela namanya terhapus dari buku TUHAN. TUHAN mendengar doa Musa dan dibuatnya lagi loh batu kedua. Ketika Musa membawa dua loh batu yang kedua di hadapan-Nya, TUHAN lewat di depannya dan berseru: “TUHAN, TUHAN,…. Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya”. Ayat ini dalam Bahasa Inggris (KJV) dituliskan “And the Lord passed before him and proclaimed, “the LORD, the LORD God, merciful (ibrani: rahum=kandungan) and gracious, longsuffering and abounding in goodness (hesed, checed, chesed) and truth.”
Bagi kita, Pandemi COVID-19, merupakan “masa ratapan” atau “masa luminal” – suatu masa penuh dukacita yang tidak menentu bagi hampir semua manusia di dunia. Banyak ratapan kesengsaraan dialami sebagian dari kita yang terpapar, ratapan dukacita dari sebagian yang kehilangan, ditinggalkan orang-orang yang dikasihinya. Dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini, satu hal yang harus diingat bahwa pengharapan kita bukanlah dari bumi ini. Pemerintahan mana pun, konstitusi apa pun dan harta sebanyak apa pun tidak menjamin dapat memusnahkannya. Hanya satu yang dapat kita andalkan itulah pribadi Yesus yang telah menang atas segalanya, baik atas penyakit maupun kematian. Dia jauh lebih besar dari virus apa pun, termasuk COVID-19. Memusatkan harapan kita kepada Yesus berarti menaruh harapan pada sesuatu yang jauh melebihi masalah kita, suatu harapan yang tak terjamah oleh apa pun. Memusatkan harapan kepada Yesus tidak mungkin akan gagal!
Lalu bagaimana dengan Anda? Mungkin Anda kecewa atau sedih tentang hal-hal yang sepele, misal: tidak lagi dapat keluar makan, tidak lagi dapat bertemu teman atau tentang hal-hal yang lebih serius seperti kehilangan pekerjaan atau kehilangan orang-orang yang dikasihi. Kitab RATAPAN mengajarkan bahwa kita tidak dapat berpura-pura dengan menganggap bahwa COVID-19 tidak pernah ada atau akan segera berlalu. Kita tidak dapat menyangkal bahwa persoalan memang ada di dunia ini namun selalu ada harapan dalam Tuhan. Jika kita mengalami penderitaan yang begitu lengkap (bagaikan abjad A-Z), biarlah kita juga menaikkan semua ratapan itu (dari A-Z) kepada Tuhan dan Dia dapat membentuk hati kita. SEMUA RASA TAKUT, SEDIH DAN KECEWA DAPAT DIKALAHKAN DENGAN TETAP BERHARAP KEPADA-NYA!
1Tesalonika 4:13 mengatakan, “Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.” Ayat ini menyatakan bahwa saat kita mengalami dukacita paling dalam, ketika mengalami suasana kematian, kita tidak perlu terlalu larut dalam kesedihan karena di dalam Dia kita masih mempunyai pengharapan.
Keindahan lain yang kita dapatkan saat mempelajari Kitab Ratapan ialah bahwa pasal tiga yang memuat kata-kata pengharapan mempunyai 66 ayat, berarti tiga kali lipat banyaknya dibandingkan pasal-pasal lain yang hanya berjumlah 22 ayat. Hal ini sepertinya memberi “pesan” bagi kita bahwa harapan akan kasih setia dan kemurahan Tuhan jauh lebih besar maknanya daripada ratapan yang sedang kita hadapi.
Kiranya pengharapan kita kepada Yesus tidak tergoyangkan oleh krisis ekonomi, krisis kesehatan ataupun kematian. Dalam masa-masa ratapan ini, kiranya kita dapat melewati semuanya tanpa menghindarinya (dari A-Z). Kita dapat berdamai dengan masa ini namun TETAP BERHARAP KEPADA YESUS.
Adanya harapan bukan setelah masa ratapan selesai tetapi justru di tengah-tengah kita mengalaminya atau saat kita sedang mengalaminya. Berita HARAPAN DI TENGAH RATAPAN benar-benar merupakan berita yang sangat menggetarkan hati bukan?
Saya mengajak Anda untuk menaruh pengharapan kita kepada Yesus. Pengharapan akan pemulihan kesehatan, pemulihan keluarga, pemulihan karier dan pemulihan keuangan Anda. “JANGAN BERHENTI BERHARAP!” kata Yermia di tengah masanya yang penuh ratapan. Marilah kita pun mengatakan, “........ hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap. Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi, besar kesetiaan-Mu! (Ratapan 3:21-23)
---o0o---